"Kalau bukan karena tuh dosen, males banget gue bawa buku tebel gini!" Hari ini Kayra mengomel sepanjang perjalanannya. Dari mulai berangkat sampai di kampus.
Kay melewati gedung G masih bersama perasaan dongkol karena buku Kalkulus yang tebal membuat tangannyannya pegal. Di depannya, dia melihat Gea sedang berjalan santai.
"Gea!" Kay berlari menghampir Gea yang sudah menengok.
Tiba-tiba...
Bruk!
Kay bertubrukan dengan seseorang. Buku yang Kay pegang terjatuh, pun buku orang yang bertubrukan dengannya. Gea berlari menghampiri Kay.
"Aduh! Kalau jalan lihat-lihat dong!" omel Kay ssambil memungut bukunya.
Sorang perempuan berkerudung navy masih mengambil sisa-sisa kertas yang berantakan, dibantu dengan seorang lelaki berkemeja abu-abu.
"Maaf, Kak. Saya nggak sengaja," katanya setelah berdiri.
"Makanya kalau jalan pakai mata!"
"Lo nggak denger dia udah minta maaf?" Lelaki itu menatap Kay datar. Nada suaranya biasa aja, tetapi jelas ada penekanan yang tersirat di sana.
"Gara-gara dia, buku gue hampir kejebur ke selokan." Kay tak mau kalah.
Gea menahan tangan Kay, berbisik, "Udah, Kay. Banyak yang ngeliatin kita." Sayangnya Kay tidak peduli.
"Gara-gara lo, berkasnya dia jadi kotor." Bela lelaki itu lagi merangkul perempuan berkerudung di sampingnya.
Kay tertawa sinis melihat adegan pasangan yang kini ada di depannya. Kerudung doang panjang, mesra-mesraan mah jalan. Sama aja.
"Udah, Mas. Aku nggak apa-apa." Perempuan berkerudung itu tersenyum, lantas mengalihkan pandangannya ke Kay. "Maaf ya, Kak."
"Udah ah, Kay!" Gea segera menarik tangan Kay. "Di maafin kok ama temen saya. Maafin temen saya juga ya, Kak." Untung saja Kay tidak melawan saat Gea menyeretnya agar menyudahi pertengkaran lebih sengit.
"Kay! Lo nggak perlu semarah itu tadi." Gea memperingati Kay saat mereka berhenti di pendopo depan Pustikom.
"Ya gimana gue nggak marah. Dia nabrak gue!" Selalu, Kay memang tidak mau disalahkan.
"Ya udah, iya. Okey. Tapi lo jangan muruh-muruh mulu. Cepet tua lo, ntar!"
Mereka berdua masuk ke dalam Puskom dan menaiki tangga menuju lantai 2. Tara sudah menunggu kedatangan sahabatnya itu. Mata kuliah Alpro 1 berjalan seperti biasa. Biasa jika Kay, Gea, dan Tara tidak mendengarkan penjelasan dari dosen. Biasa jika Kay malah sibuk dengan instagramnya. Biasa jika sesekali Kay malah meladeni beberapa olshop yang minta di-endorse.
"Kay, lu tahu nggak tadi siapa," bisik Gea kepada Kay.
Masih serius dengan ponselnya, Kay mendekat, "Siapa apanya?"
"Cowok yang tadi ama cewek yang lu tabrak."
Kay menggeleng, mengangkat pundak, tidak peduli.
"Dia itu kandidat mawapres FT." Nada suara Gea berbisik misterius.
"Lah terus? Apa hubungannya ama gue?" Memangnya Kay peduli? Sekalipun dia kandidat mawapres fakultas tempatnya menimba ilmu.
"Ish! Elu tuh terlalu sibuk sama dunia maya sampai nggak tahu sekitar. Dia itu orang yang alim banget. Macam ikhwan idaman gitu, deh. Tapi yang tadi itu siapa ya? Sampai dia rangkul gitu." Gea berpikir-pikir.
"Pacarnya kali."
"Ih, masa ikhwan pacaran?"
"Yailah, mau ikhwan kek, bakwan kek, modus mah modus aja."
YOU ARE READING
Hijrah Kayra
SpiritualeYang sebenar-benarnya cinta, hanya yang mendekatkan kita kepada Yang Maha Cinta. A story by itsfiyawn, 2018