1

47 5 0
                                    

__

Suara burung berkicauan terdengar nyaring di telingaku. Entah sudah berapa lama aku duduk di sini. Sampai detik ini aku masih memikirkan dia. Aku memikirkan nama-nya. Ya sampai sekarang aku belum tahu nama-nya.

Perasaan ini berawal ketika aku melihat-nya untuk pertama kali. Saat itu, aku terlambat datang ke sekolah. Dan saat itulah aku melihatnya yang dihukum oleh Pak Satpam bersamaku. Tak ada percakapan diantara kami meskipun jarak kami sangat dekat. Aku takut untuk sekedar bertanya namanya. Aku juga sadar bahwa dia tak akan peduli kalau aku siapa.

Aku menoleh ke samping ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. Jantungku berdetak kencang mengingat aku berada di belakang sekolah ini untuk membolos. Ya aku membolos untuk pertama kalinya.

Aku bersiap-siap berdiri. Namun, gerakanku terhenti karena melihat cowok yang aku kenal bernama Biru berdiri dengan tatapan kaget ke arahku. Aku menghela napas.

"Ngapain lo disini?" Tanyanya.

"Bolos," jawabku singkat.

"Jadi orang jangan bolosan. Nggak baik. Apalagi cewek," terangnya. Hatiku mencelos mendengar penuturannya. Seharusnya aku tidak disini. Seharusnya aku tak membolos hanya karena memikirkan dia.

"Ck." Biru pergi begitu saja dari hadapanku. Aku berdiri dan berjalan dengan malas kembali ke kelas.

***

Dari sini aku bisa melihat-nya. Melihat setiap gerakannya dengan menopang dagu. Tapi tak lama aku segera mengalihkan pandanganku karena teman dia datang.

Satu hari tanpa Zeta serasa membosankan. Zeta hari ini memang tidak masuk karena sakit. Sahabatku itu adalah teman satu-satunya di sekolah yang akrab denganku. Jadi, jangan heran kalau aku di kantin sekarang ini hanya duduk sendirian.

Aku menatap iri teman-teman satu kelasku yang sedang bercengkrama di sebelah mejaku. Mereka hanya datang kepadaku saat mereka butuh. Benar-benar sangat menyebalkan. Kualihkan pandangan ke meja dia lagi. Saat ini ia tengah makan semangkok bakso dengan lahap. Aku mengalihkan pandanganku lagi pada semangkok bubur ayam yang aku pesan tadi. Lalu aku langsung memegang sendok dan memakannya.

***

Bel pulang sudah berbunyi. Semua siswa segera merapikan buku-buku di hadapan mereka. Setelah itu mereka berdoa lalu segera keluar kelas untuk pulang.

Sial sekali nasibku hari ini yang lupa membawa ponsel. Padahal hari ini aku diantar. Kalau tidak membawa ponsel, bagaimana aku menghubungi Mama.

Aku mendengus. Aku bersedekap ketika hawa dingin menyerangku. Mendung hitam mulai nampak. Titik-titik air mulai menjatuhiku.

Aku berlari meneduh di gerbang gapura sekolah. Banyak siswa yang sudah pulang sekarang. Dan aku disini kedinginan menunggu jemputan yang bahkan aku tak tahu kapan Mama datang menjemputku. Tak lama kemudian aku melihat dia berjalan melewatiku dengan payung di tangannya. Aku menahan napas dan memalingkan wajahku agar tak melihat dia.

Setelah beberapa detik aku kembali memalingkan kepalaku. Dan....mataku membelalak ketika dia sudah berada di depanku dengan senyum tipisnya. Aku terdiam beberapa saat lalu netraku mengarah pada seragamnya. Disebelah kanan seragamnya aku membaca namanya.

Mulutku bergumam pelan, "Airlangga R.P."

"Iya," ucapnya yang semakin membuatku terkejut. Payung yang tadinya ia pegang sekarang sudah berada di bawah.

"Aku Raka." Dia mengulurkan tangannya. Aku hanya bisa menerima uluran tangannya dengan gugup."Sorry, gue kesini cuma mau nanya lo."

Aku mengerutkan dahi. "Nanya apa?"

"Zeta. Dia sakit, ya?"

Aku mengangguk kaku. Semakin dibuat bingung olehnya. Apa dia mengenal Zeta?

"Dia sakit apa?" tanyanya lagi.

"Cuma badannya panas aja," jawabku.

"Oh, gitu. Lo nunggu jemputan?"

"I-iya." Aku meneguk ludah. Bukannya aku GR tapi biasanya kalau ada yang bertanya seperti itu biasanya orang yang bertanya itu akan mengantar pulang seseorang yang ditanyainya.

"Mau gue anterin?" Benar dugaanku. Tapi, aku langsung menggeleng cepat.

"Oh, ya, udah. Gue pergi dulu." Cowok yang bernama Raka itu
mengambil payungnya di bawah lalu kembali melihatku dan tersenyum setelah itu ia pergi.

Sekarang aku bisa bernapas lega. Aku memegang dadaku yang bergemuruh. Kenapa rasanya seperti ini? Sangat gugup apabila dia berada di dekatku.

Sejenak aku berpikir. Airlangga. Nama itu lebih cocok untuknya dibandingkan dengan Raka. Aku tersenyum senang.

***

Hari ini dia datang kepadaku. Ia tersenyum manis di hadapanku dan aku merasa sangat gugup karena itu. Aku tak menyangka dia akan datang kepadaku dan menawarkanku untuk pulang dengannya.

Hari ini aku bahagia bisa bertatap muka dengannya. Apa mungkin dia ditakdirkan untukku. Ah aku mengkhayal hal yang tak tentu. Yang jelas hari ini aku bahagia. Karenamu Airlangga.

Rabu, 20 Maret 2019
ASYIFA

ANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang