scene of Hafsoh Nurul kamila

35.5K 995 29
                                    

"Kumohon, Ra. Ini yang terakhir deh, janji!" Mila terus memohon kepada sahabat dekatnya.

"Tapi, Mila Sayang ... kakakmu terus-terusan neror aku."

"Zahra Asy-syifa ... aku memohon sangat padamu, pleaseeeeeee ...!"

"Janji, yaa! Ini yang terakhir."

"InsyaAlloh, Habibati."

"Baiklah, nanti aku kirim tempat persembunyian kamu yang terakhir. Tapi sebelumnya, kamu harus mengirimkan laporan kesehatanmu pada keluargamu, agar mereka tak kuatir."

"Kya ... syukron katsiir, Habibti. Setelah ini aku akan menelpon mami dan papi. Aku akan terbang besok pagi. Kirimkan alamatnya, ya! Aku tunggu."

"Mau sampai kapan sih kamu begini, hemmm? Udah dua tahun lho, kamu jadi buronan keluarga."

Mila tak menjawab perkataan sahabatnya, apapun pendapat mereka tentangnya, biarlah jadi penilaian mereka. Dia yakin dan  merasa cukup, bahwa Alloh-lah yang Maha mengetahui akan segala hal akan makhlukNya, termasuk dengan hatinya saat ini. Walau dia tak tahu, bagus dan jeleknya jalan yang ia pijak sekarang.

"Aku doakan semoga kamu cepat mendapatkan jodoh yang Sholeh, tajir, dan tampan, sekali lagi syukron, syukron, syukron." Tak menjawab, Mila malah mengalihkannya. Sekali lagi.

"Aahhhh ... aamiin. Oke sekarang istirahat, gih! Hati-hati ya, Mil! Jangan lupakan Sholat fardumu! Jangan lalaikan Sholat sunnahmu. Berbahagialah!"

Mila menggigit bibirnya agar tidak menangis, sungguh ia sangat malu sekali dengan sahabatnya ini, walau umur mereka seusia, tapi dia merasa Zahra adalah seperti sosok seorang kakak untuknya, panutannya, dan tempat curhatnya di segala suasana. Penasihat paling bijak, seperti sosok guru baginya.

'YaAlloh ... Hamba yakin, Engkau akan memberikan jodoh terbaik untuk sahabat hamba. Karena orang baik, hanya untuk orang baik pula.'

"Siap, Habibti. Berbahagialah juga untukmu! Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalaam."

'Klik'

Mila mendial no telepon rumah orang tuanya.

'Tut..tut..tut..'

"Halo"

"Halo, Assalamu'alaikum, Bik."

"Oalaaaah, Non Hafsoh?"

"100 buat Bik Iyem cantik."

"Oalahh, oalaaah, Nyaaa ... Nyonyaa ... Non Hafsoh, Nyaa. Non Hafsoh telepon," Mila tersenyum mendengar keributan yang dihasilkan pembantu sekaligus orangtua keduanya itu. "Mana, bik? Mana-mana? Biar saya yang ngomong ... Assalamu'alaikum, Sayang. Gimana kabarmu? Sudah makan belum? Udaranya dingin nggak di sana?"

Mila sekuat tenaga menahan airmatanya agar tidak terjatuh. Terus-menerus menghirup udara, berharap sesuatu yang menghimpit dadanya itu sedikit melonggar. Mila tahu, di sana maminya juga sedang menahan tangisnya.

Mila menghirup nafasnya sedalam mungkin, "Wa'alaikumussalaam, Mami Mila yang cantik, baik hati serta rajin arisan ... tentu dooong, kabar Mila baik, dan Mila jamin, Mami akan syok melihat badan Mila nanti pas ketemu, dan untuk pertanyaan terakhir, Mami tahu gak? Di sini tuuh, udaranya romantiiiiiiis banget. Betah pokoknya."

Terdengar helaan nafas di seberang sana, "Mami lega dengernya, ikut bahagia deh sama yang lagi berpetualang. Tapi, Sayang, Mami akan lebih bahagia lagi, jika mendengar putri cantik Mami pulang lho, hehehe."

"Pasti! Mila pasti pulanglah, kan tempat Mila pulang itu pelukan Mami."

"Tapi pastinya itu kapan, Sayang? Mami kangen banget sama kamu."

Jodoh Sang Duda Di Gerbang Pesantren (Terbit Tersedia Di Dreame)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang