Mengikhlaskan

24 1 0
                                    

Ribuan do'a yang mengirimkan namanya menuju langit belum tentu akan membuat seseorang itu menjadi takdirmu. Ketika mendo'akan seseorang, sadarilah dua hal, pertama, bahwa yang mendo'akannya tidak hanya kamu, dan kedua, bisa jadi ada nama orang lain dalam do'anya.

~OLS~
____________________________________

"Makasih udah dikasih tempat nginap, bang." Ucap Faisal ketika ia menginap di rumah Ahmad kembalinya dari rumah Sofia, karena terlalu malam jika ia pulang ke rumahnya.

"Santai aja.. Kapan lagi antum bakalan nginap disini." Balas Ahmad menepuk pundak adik kelasnya itu.

"Jadi gimana??" Ahmad menaikkan alisnya. "Tunggu, biar abang tebak, kalau dilihat dari raut wajahnya sih, diterima kan??!" Tebak Ahmad.

"Alhamdulillah bang.. Dan dua hari lagi insyaa Allah keluarga ana akan ke rumahnya untuk melamar secara resmi." Ucap Faisal.

"Masyaa Allah.. Alhamdulillah.. Barakallah yaa.. Semoga Allah lancarkan." Ahmad ikut bahagia mendengar kabar itu.

"Jadi, abang sudah boleh tau siapa namanya?" Tanya Ahmad lagi tertawa.

"Haha..boleh deh bang." Faisal ikut tertawa. "Namanya Nadira Sofia."

Deg

Ahmad tersentak mendengar nama itu. Dia tidak salah kan?! Nama itu yang telah mengisi ribuan do'anya, bahkan sampai hari ini, karna meskipun ia mencoba untuk menghilangkan perasaan itu, harapannya ternyata masih ada, selagi dia atau gadis itu belum mempunyai ikatan halal dengan seseorang, masih ada harapan untuknya bisa bersanding dengan gadis yang ia harapkan itu.

Tapi sekarang? Nama itu ia dengar telah menerima lamaran seseorang yang telah ia anggap adiknya sendiri, dan dari lisannya langsung. Ia tidak bodoh untuk berpikir bahwa hanya namanya yang sama, bahkan harusnya ia telah menyadari bahwa gadis yang dilamar adik kelasnya adalah gadis itu sejak Faisal mengatakan daerah tempat tinggal gadis tersebut. Bagaimana tidak? Gadis seperti itu langka. Tak ada rasanya gadis lain seperti dia di daerah ini. Apalagi dipertegas dengan nama. Sudah pasti dialah orangnya.

"Kenapa bang?" Faisal heran melihat Ahmad tertegun setelah ia mengucapkan nama calon istrinya.

"Eh.. Afwan.. Nggak kenapa2 kok." Jawab Ahmad gelagapan.

"Abang kenal dia?"

"Tau.. Anak teman Mami bang." Jawab Ahmad tersenyum.

"Diaa..." Faisal berusaha menebak.

"Nggaklh.. Bukan dia.." Ahmad tertawa berusaha menutupi perasaannya sendiri. Bohong? Tidak. Karena dalam hati ia menambahkan, "..yang terbaik untukku."

"Ooohh..kirain.." Faisal tertawa lega. Kalau saja orangnya sama, pasti akan membuat Faisal canggung pada seseorang yang telah dianggapnya abang ini.

Setelah itu, nama Sofia tetap belum hilang dalam do'a Ahmad. Egois? Jauh dari kata itu. Karna mulai detik itu, do'anya berbalik, tidak lagi beserta harapan. Do'anya kali itu berubah isinya menjadi pinta agar seluruh perasaannya dan apapun tentang gadis itu dihilangkan dari hatinya.

Faisal meletakkan foto yang sejak tadi ia tatap. Foto dua orang anak kecil berusia empat dan enam tahun. Kenangan yang diambil lima belas tahun yang lalu. Foto itu menyadarkannya, bahwa sejak kecil hingga SMA, ia menganggap Sofia adalah adiknya, sejak kapan perasaan itu datang??

Tapi yasudahlah, siapa yang akan ia salahkan dengan perasaan yang bersemi dihatinya?? Yang perlu ia lakukan sekarang adalah kembali seperti dulu, ketika ia masih menganggap gadis itu adik perempuannya.

"Ahmad, ayo nak." Suara Mami terdengar dibalik pintu kamarnya.

Jam empat subuh. Mereka harus berangkat. Subuh ini adalah akad nikah Sofia&Faisal. Mami sendiri sejak lamaran itu ditolak sudah berhenti berharap. Beruntunglah sejak awal beliau tidak berharap berlebihan, hingga ketika itu terjadi, tak begitu besar kekecewaannya. Toh walaupun tak jadi menantu, sejak lahir gadis itu telah dianggap juga sebagai putrinya.

"Bismillah.." Ahmad bangkit dari duduknya, merapikan diri.

Ia siap mengahadiri pernikahan kedua adiknya.

💗💗💗💗💗

Our Love Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang