Bagian 1

3.9K 263 55
                                    

    Lonceng dan salju, dua hal yang membuat seulas senyum yang mengembang di wajah tenang pemuda tersebut

    Ketika salju turun, dia akan duduk di kursi tepat di sebelah kaca dan menyaksikan salju yang perlahan mulai menutupi area parkir yang terhubung dengan jalanan. Sebuah kesan manis yang selalu tergambar dalam ingatannya, seulas senyum dari namja manis bernama Park Jimin yang saat ini berjalan menerobos salju yang turun lebih lebat di bandingkan sebelumnya.

    Kepulan asap yang keluar seiring dengan nafasnya, seakan menunjukkan betapa dinginnya udara kali ini.

    Suara lonceng yang memenuhi ruangan seakan ingin memberitahukan pada sang pemilik kafe bahwa mereka kedatangan tamu sekaligus menjadi satu satunya alasan untuknya mengarahkan pandangannya ke pintu dan melihat namja manis tersebut tersenyum ke arahnya.

    Seulas senyum yang berbalas, seakan ingin menuntun Park Jimin untuk sampai di tempatnya dengan selamat.

    "Apa aku terlambat?" Jimin menarik sebuah kursi dan duduk berhadapan dengannya.

    "Kau selalu melakukannya, kenapa masih bertanya?"

    Park Jimin hanya bisa tersenyum lebar ketika mendengar ucapan dari namja yang selalu bersikap tenang di hadapannya saat ini.

    "Sepertinya kali ini aku yang harus meminta maaf lagi." Ujar Jimin.

    "Sepertinya mulai hari ini aku harus datang tiga puluh menit lebih lambat dari perjanjian."

    "Eih.... Mana boleh seperti itu, lain kali aku tidak akan terlambat lagi."

    "Kau selalu mengatakannya tapi justru itu lah yang membuatmu selalu datang terlambat dan membuatku menunggu."

    Namja berwajah tenang tersebut mencondongkan tubuhnya ke meja dan mengangkat tangannya, menumpukan sikunya pada meja.
Dia menyodorkan jari kelingkingnya dan membuat sebelah alis Jimin terangkat.

    "Wae....? Bukankah kau ingin berjanji?"

    Park Jimin tertawa tidak percaya sembari sekilas memalingkan wajahnya.

    "Ayolah, kita sudah bukan anak anak lagi. Haruskah kita melakukan ini?" Protes Jimin.

    "Wae? Wae? Wae? Aku tahu aku seorang CEO dari perusahaan raksasa Global Nation Group, tapi aku sudah mencuci tanganku. Kau masih tidak mau? Jika kau tidak mau aku akan melelangnya setelah ini."

    "Jinjja! Apa maksudmu dengan melelangnya?" Jimin lagi-lagi memalingkan wajahnya sekilas ketika tertawa, dia kemudian menyangga dagunya dengan tangan yang bertumpu pada meja. Melihat namja di hadapannya yang selalu membuatnya tidak bisa menarik senyumnya kembali ketika berhadapan dengannya.

    "Jika aku melakukannya, apa aku tidak akan datang terlambat lagi?" Sebuah pertanyaan yang terdengar seperti sebuah kalimat perjanjian.

    "Seseorang mungkin akan pergi jika kau tidak bergerak lebih cepat dari standarmu sendiri." Sebuah ungkapan yang tak memihak terucap sebagai jawaban atas pertanyaan Jimin sebelumnya.

    Jimin kemudian menaikkan tangan kanannya ke atas meja dan menautkan jari kelingkingnya dengan kelingking yang tengah menunggunya sedari tadi, sebuah upacara pembuatan janji.

    "Aku sudah membuat janji denganmu, jadi—tunggulah aku meski aku akan terlambat lagi, Kim Taehyung."


[Send My Voice To Heaven]

Send My Voice To HeavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang