Agam Permana

10K 386 7
                                    

_Kamu tidak sibuk tapi tengah menyibukkan diri menjauh dariku_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_Kamu tidak sibuk tapi tengah menyibukkan diri menjauh dariku_

Senyumnya melengkung manis, setengah berlari menghampiri kakak lelakinya di gubuk sawah. Abim seusia Agam. Maka dari itu, jika Sahira dan Abim sedang bersama. Mereka tidak terlihat seperti kakak – adik, melainkan seperti pasangan.

" Jatuh nanti Sa. Jalan saja kan bisa, nggak harus lari – lari begitu." Abim mengingatkan, hanya ibunya yang memanggil Hiya. Sebab, mendiang ayahnya selalu memanggil Hiya ketika ia masih kecil. Seperti panggilan kesayangan sebagai anak perempuan satu – satunya di rumah.

" Nggak dong Mas," jawabnya setengah tertawa. " Kan aku sudah besar, bisa melihat mana yang jalan baik dan sebaliknya."

Abim menatap Sahira, tampak sibuk mengeluarkan menu makan siang dari dalam tas." Kapan jadwal wisudamu?"

" Awal tahun, kalau nggak ada perubahan." Sahira ikut duduk di sebelah Abim setelah menyiapkan makan siang yang dibawa dari rumah." Ehm, Mas tahu nggak kalau Mas Agam akan menikah? aku baru tahu dari Ibu tadi pagi." Kakinya mengayun pelan, perasaannya kembali bersedih.

Abim tertawa kecil, meraih Sahira ke pelukan." Kamu masih belum berubah ya? Kamu itu bukan tipe perempuan idaman dia Sahira. Jangan pernah berharap menjadi bagian hidup orang seperti Agam, dia bahkan nggak mau melirik kamu. Sudah – sudahlah mempertahan perasaan yang sepihak, sampai bertahun – tahun kamu memendam sendirian."

Dia mendengus, menatap sebal pada Abim." Mas kok jahat sih, adik sendiri juga. Mas nggak diposisi aku, gimana rasanya mencintai Agam sebagai cinta pertama pula."

Tawa Abim terdengar lagi," Agam nggak se –sempurna yang selalu kamu jadikan alasan untuk tetap mencintai dia. Kamu cari lelaki yang lebih baik, kalau memang sudah kepikiran untuk menikah." Saran Abim serius.

Buru – buru Sahira menggeleng." Mas duluan, aku nyusul. Lagian aku adik Mas kan, masa harus ngelangkahin."

" Mas belum kepikiran untuk menikah Sa. Masih ada Ibu, kamu dan Dimas yang harus mas nafkahi. Nggak perlu buru – buru, kasihan nanti istri Mas mesti keteteran kasih –sayang." Helaan napas Abim memberat, tatapannya sudah beralih pada hamparan sawah yang luas. Menyimpan sebuah kerinduan, harapan yang sudah harus dilupakan dan kenyataan yang memupuskan.

" Ngomong – ngomong, Mas masih belum berbaikan dengan Mas Agam?"

Abim tertawa renyah mendengar ucapan yang keluar dari lisan Sahira." Kenapa tiba – tiba kamu bertanya seperti itu pada Mas?"

"Kenapa harus bertengkar Mas, kan sudah saling dewasa. Nggak baik dan kalian juga pernah dekat sebagai sahabat." Sahira geleng – geleng kepala." Mas kesal karena Agam kuliah dan Mas nggak, gitu?"

Abim menyungging senyum tipis, meneguk segelas air putih." Kamu nggak perlu tahu apa penyebab Mas dan Agam bertengkar, cukup kamu lupakan perasaan cinta padanya mulai dari sekarang. Jangan sampai kita berdua berhubungan dengan satu orang yang sama, Mas penuh kebencian dan kamu justru mencintai dia, Sa." Ia memberi peringatan pada Sahira." Kamu nggak perlu bertahan lama menyukai orang seperti dia, nggak juga bakal jadi pendamping hidup."

MAS DOSEN#1 ( DIBUKUKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang