Malam sang pengantin

6.2K 265 4
                                    

Sahira keluar kamar, hampir seharian mengurung dan memilih untuk tidak bergabung dengan resepsi akhirnya membuka mata juga melihat dunia luar. Tampak diruang tamu, ibunya dan bude Marsih tengah berbincang panjang. Sesekali diselingi tawa kecil, ada Yanda dari Agam dan juga adiknya, si Dimas. Agam dan Bimo kemana?

Semua mata beralih pada Sahira, tampilannya lecek khas bangun tidur. Mereka tersenyum, tidak marah akan keputusannya untuk berada dikamar dan membiarkan Agam sendirian menerima ucapan demi ucapan dari para tamu undangan.

" Gimana keadaannya sekarang Sa?" tanya Permana, suami bude Marsih mengarahkan tatapannya pada sang menantu.

" Udah enakan om, dibawa istirahat dari pagi soalnya." Jawabnya tertawa kecil, menghampiri keluarga besar yang sudah berkumpul." Mas Agam dimana?"

" Diluar, temuin sana. Katanya nyari udara dingin, sekalian bantu - bantu beresin sisa acara." Sahut bude Marsih cepat.

Sahira mengangguk, pamit menemui suaminya yang berada diluar rumah. Suasana sudah benar - benar sepi, hanya suara musik yang menghibur lagi. Agam menoleh, menatap Sahira yang berdiri diteras rumah. Sudah mengenakan pakaian tidur, mendudukkan diri dikursi yang seharusnya menjadikan ratu sehari.

" Mas, tadi duduk disini?" tanya Sahira menunjukkan posisi duduknya.

Agam menggeleng." Ibu sama Yanda yang duduk, saya malah keliling."

" Kok gitu?"

Agam terkekeh." Ya, anggap saja lah mereka yang menikah."

Sahira mengerucutkan bibir, memutarkan pandangan kesekeliling."Ada ngeliat mas Bimo nggak?"

" Nggak, siang tadi ada dateng. Bentar doang, yang saya lihat sih ya."

" Oh." Katanya singkat, menghirup udara segar malam hari." Mas nggak capek? Masa pengantin baru yang sibuk beres - beres sisa resepsi."

" Mau enak - enak, istrinya bukan pilihan sendiri lho. Kasihan nanti, kamu nggak sepemikiran sih sama saya." Ujarnya tanpa beban.

Raut wajah Sahira langsung berubah, sesak melanda dan tiba - tiba sedih lagi.

" Mas masih anggep aku orang asing ya?" Lirihnya sedih, sudah memalingkan wajah dari Agam.

" Memang sejak awal kita kan sudah asing Sa, kenal dekat juga karena bimbingan skripsi kamu kan. Kenapa malah berfikir kita pernah ada dalam lingkaran yang saling terhubung?"

Gaya bicaranya bak seorang dosen dikelas, berhadapan dengan para mahasiswi lalu memberikan sebuah mata kuliah panjang. Khas Agam, dari pernyataan tadi sudah bisa disimpulkan bahwa dirinya tidak menjadi seorang istri yang resmi untuk Agam.

" Oh, gitu?"

Agam duduk disebelah Sahira, menandakan mereka sebagai raja dan ratu sehari namun tidak ada yang mendokumentasikan. Hanya bulan dan bintang menjadi saksi, perbincangan mereka dimalam pertama sebagai pengantin.

" Selamat atas pernikahannya, untuk kamu."

Sahira menoleh kesebelah, tidak mengerti sedikitpun akan perbincangan Agam sejak resmi menyandang sebagai suami.

" Mas, juga." Sahira menyalami Agam.

Agam mendongakkan kepala diatas langit, menghirup udara sedalam - dalamnya. Kalau tidak sesak nafas, berarti beban didalam dada Agam sangat bertumpuk.

" Apa mas mencintai mbak Wilona?" Entah mengapa,Sahira begitu penasaran untuk urusan hati lelaki disebelahnya." Karena cinta itu, mas nggak bisa menerima aku?"

Agam berfikir, menimbang - nimbang jawaban yang pas." Bukan karena Wilona saya tidak bisa mencintai kamu, ada hal lain yang lebih daripada itu kok."

MAS DOSEN#1 ( DIBUKUKAN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang