Celyn baru saja turun dari angkot. Hari masih pagi. Belum terlalu banyak siswa yang datang seperti kali pertamanya ia sekolah di sini. Celyn membawa langkahnya memasuki halaman sekolah dengan santai. Sesekali ia bersenandung kecil. Namun langkahnya terhenti karena Dinda menghalanginya. Dinda tampak memandangnya sinis. "Hahaha... katanya anak orang kaya. Tapi sekolah naik angkot." Ucap Dinda meremehkan. Celyn tidak menanggapinya. Dalam hati ia bertanya. 'Apa salahnya naik angkot?' namun pertanyaan itu tak terucap langsung dari mulutnya.
Celyn tak menanggapi ucapan Dinda dan segera pergi dari sana. Ia tak ingin memiliki masalah dengan siapapun. Baru tiga langkah Celyn berjalan. Dinda mendorong Celyn hingga tersungkur ke tanah. "Heh, gue lagi ngomong sama lo. ga usah sok kaya dan sok cantik deh lo! gue tau kok. Lo pura-pura jadi orang kaya kan biar dapet temen banyak?" ucap Dinda sinis.
"Gue bawa cermin. Lo mau pinjem?" tanya seorang cowok datar sambil membantu Celyn berdiri. Cowok itu menatap Dinda datar. "Sadar diri." Ucapnya dingin. Wajahnya tak berekspresi. Lalu cowok itu pergi begitu saja. Wajah Dinda merah padam. Seperti menahan malu? Mungkinkah orang sepertinya memiliki rasa malu?
Celyn tidak memusingkan Dinda. Ia segera berlari mengejar cowok yang sudah membantunya tadi. "Tunggu." Teriak Celyn. Cowok itu berhenti dan berbalik. Celyn segera menghampirinya. "Makasih. Tadi udah bantuin." Celyn berterimakasih. Cowok itu hanya mengangguk lalu pergi.
Celyn memandang punggung lelaki itu sambil mengangkat kedua bahunya. "Ada ya orang berwajah tanpa ekspresi gitu?" gumam Celyn.
«««
Saat di kantin bersama teman-temannya, Celyn melihat cowok yang sempat membantunya tadi pagi. "Eh, aku boleh tanya?" Celyn bertanya pada teman-temannya.
"Apaan?" tanya Tiara balik sambil mengunyah mie ayam dalam mulutnya.
"Telen dulu tuh makanan." Sahut Kinar sambil melempar mulut Tiara dengan pilus yang ia makan.
"Tanya apa Cel?" giliran Adel bertanya.
"Itu, cowok yang di sana. kalian tau dia siapa?" Celyn bertanya sambil menunjuk cowok yang ia maksud. Semua temannya mengikuti arah yang ditunjuk Celyn.
"Oh, itu. yang lagi megang air mineral?" tanya Adel. Celyn mengangguk. "Itu Kak Raka. Dia mantan ketua OSIS." Jawab Adel.
"Kenapa tiba-tiba nanyain dia Cel?" tanya Tiara penasaran.
"Kepo lo." sahut Kinar tanpa dosa sambil terus memakan pilus kesukaannya.
"Woi, bi. Lo kenapa sih. Keknya sewot banget sama gue hari ini?" Tiara mulai kesal karena sedari tadi Kinar terus menyahut omongannya. Kinar mengedikkan bahu acuh. Tiara yang melihatnya tambah kesal.
"Tadi dia nolongin aku." Celyn menjawab pertanyaan Tiara.
"Nolongin apa?" kali ini Adel yang bertanya.
"Tadi pagi aku ketemu Dinda. Terus Dinda dorong aku dari belakang. Abis itu Kak Raka dateng bantuin." Jelas Celyn.
"Dinda ngomong apa sama lo?" Kinar mulai membuka suara.
"Ngga penting. Biarin ajalah." Jawab Celyn sambil tersenyum dan kembali melanjutkan makannya.
Setelah selesai mereka semua kembali ke kelas. Beberapa pelajaran terlewati dengan baik. pada jam pelajaran terakhir. Guru menyuruh mereka untuk belajar mandiri di perpustakaan. Celyn berjalan menyusuri lorong rak-rak buku. Matanya berhenti menatap satu buku yang berjudul 'Bulan kehilangan matahari'. Tertarik dengan judulnya. Celyn menggerakkan tangannya mengambil buku itu kemudian membawanya untuk ia baca. Celyn memilih untuk tidak ikut berabung dengan teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astrophilia
Teen Fiction"Mengagumimu seperti malam. Dingin. Namun tenang. Binar-binar bintang seperti matamu. Indah dan menyejukkan." ~Abriana Adeeva Jocelyn~