Disinilah Kinar. Berdiri di tepi rooftop. Bersandar pada tembok pembatas. Hatinya sedang kacau. Pikirannya melayang pada kejadian satu tahun yang lalu. Ia rindu. Rindu pada sahabat yang selalu ada disaat ia sedang bersedih seperti ini. Andaikan. Andaikan dia masih ada. Satu tetes air matanya terjatuh. Kinar tak lagi bisa menyembunyikan tangisnya. Ia berjongkok. Menangis sejadi-jadinya.
Di ambang pintu. Berdiri sesosok pria yang tak lain adalah Raka. Ingin sekali rasanya ia menarik gadis itu kedalam pelukannya. Hatinya pun terasa sakit melihat Kinar menangis. Namun ia tak bisa melakukan apa-apa. Yang bisa ia lakukan hanyalah menjaganya. Menjaga dari jauh. Tanpa bisa mendekapnya.
Melihat Kinar berdiri sambil menghapus air matanya. Raka mulai melangkah mundur. Menjauh. Walau sebenarnya ia tidak benar-benar menjauh.
Kinar menoleh kebelakang. Ia tau. Sangat tau. Walau ia tidak melihat, namun ia bisa merasakan kehadiran Raka. Ia tau sedari tadi Raka berdiri di belakangnya.
Kinar pun memutuskan untuk kembali ke kelas. Ia yakin teman-temannya pasti sangat cemas dan khawatir. Membayangkan wajah ketiga temannya membuat Kinar mengulas senyum tipis dibibirnya.
Oh, teman? Bukankah mereka lebih dari itu? - batin Kinar bertanya.
«««
Celyn duduk di halte dekat sekolahnya. Menunggu angkot. sedikit demi sedikit pikirannya kini tak lagi memikirkan tentang Daegu. Perlahan ia mulai mencoba menerima untuk melepasnya. Dikeluarkannya ponsel beserta earphone. Sambil menunggu, ia memilih mendengarkan lagu sambil menuliskan sesuatu di buku kecilnya. Bisa dibilang itu adalah buku untuk menggambarkan perasaanya.
"Saat ini aku sedang mencoba bersahabat dengan harapan. Apa yang akan terjadi nantinya aku tidak tau. Entah hasil yang membuat hati ini tersusun seperti dulu, atau akan melebur begitu saja termakan waktu."
Celyn mengangkat pandangannya bertepatan dengan angkot datang. Ia buru-buru memasukkan bukunya. Namun karena gerakannya yang terburu-buru ia tak menyadari bahwa buku itu belom masuk kedalam tasnya. Celyn menjatuhkannya.
Seseorang yang juga sedang duduk di halte itu melihat Celyn menjatuhkan bukunya. Saat ia hendak memanggil Celyn, gadis itu sudah pergi dibawa angkot. dibukanya buku kecil milik Celyn itu. di halaman pertama, di pojok kanan bawah tertata rapi susunan huruf membentuk sebuah nama.
~Abriana Adeeva Jocelyn~
Orang itu tersenyum. Nama yang indah. Batinnya. Orang yang menemukan buku itu adalah seorang cowok. Cowok itu berlari ke pinggir jalan. Melihat angkot yang sudah menjauh. "Seragam gadis itu sama denganku. Mungkin aku bisa mengembalikannya besok." Gumam cowok berhidung mancung itu sambil memasukkan buku ke dalam tasnya.
"Celyn pulang." Sapa Celyn saat memasuki rumah. Celyn masuk sambil menenteng sepatunya.
"Iya sayang..." teriak Rosaline dari arah dapur. Celyn langsung bergegas menaiki anak tangga. Masuk ke dalam kamar. Berganti pakaian. Setelahnya ia kembali turun. Menyusul Rosaline di dapur.
"Mama buat apa?" tanya Celyn sambil berjalan mendekati mamanya.
"Kue." Jawab Rosaline singkat. Celyn hanya manggut-manggut.
"Celyn bantuin ya." ucap Celyn sambil memakai sarung tangan untuk mengambilkue dari dalam oven. Rosaline hanya tersenyum melihat Celyn.
Rosaline dan Celyn sibuk berkutat di dapur sambil sesekali tertawa. Sungguh ibu dan anak yang harmonis.
«««
Eza melangkahkan kakinya memasuki rumah. Bisakah ia menyebutnya sebagai rumah? Entahlah. Bahkan Eza tak pernah berpikir bahwa itu adalah rumahnya. Setelah melalui hari yang panjang dan melelahkan hal yang sangat ingin Eza lakukan adalah segera membaringkan tubuhnya yang lelah dan menjemput mimpi. Namun semua tidak berjalan sesuai kehendaknya. Disini sekarang Eza berdiri. Di ruang tamu. Saat dirinya membuka pintu tadi, ia langsung disuguhkan seorang wanita setengah baya sedang melipat tangan di depan dada dengan sorot mata tajam. Bak mata elang. "Darimana kamu? Sudah jam berapa ini?" pertanyaan beruntun itu yang pertama kali Eza dengar. Ia sangat malas bertengkar sekarang ini. Sungguh. Ia ingin segera tidur. Tanpa menjawab. Eza segera melangkahkan kakinya menaiki anak tangga. "Tidak bisakah kau menghargai Ibumu?" teriak wanita yang tak lain adalah ibu Eza. Langkahnya pun terhenti di anak tangga kedua. Tanpa berbalik, Eza menyahut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astrophilia
Teen Fiction"Mengagumimu seperti malam. Dingin. Namun tenang. Binar-binar bintang seperti matamu. Indah dan menyejukkan." ~Abriana Adeeva Jocelyn~