Part 1

85 8 0
                                    


Huuuft.....

Celyn menghembuskan nafas panjang ketika menginjakkan kakinya di bandara. "Ayo, Sayang." Ucap sang mama sambil menyentuh lengan anak gadisnya. Celyn hanya mengangguk mengikuti langkah kedua orang tuanya.

Di dalam taxi, Celyn hanya diam melamun seakan raganya hidup tanpa jiwa. Bagaimana tidak?! Jiwanya telah ia tinggalkan di Daegu bersama seseorang. Seseorang yang selalu menghadirkan senyum di wajahnya. Namun, kini ia telah jauh darinya.

Celyn membuang wajahnya kearah jendela. Memandang kosong rumah-rumah yang berjejeran.

'Daegu, aku rindu.. sangat sangat rindu...' batinnya berbicara.

Satu bulir air matanya terjatuh menyusuri pipinya yang halus turun meninggalkan jejak dan menetes dipunggung tangannya.

Namun, dengan cepat Celyn menghapus jejak air mata itu. ia tidak ingin orang tuanya menyadari, bahwa ia menangis. Karena pasti itu akan membuat kedua orang tuanya khawatir.

"Papa, Mama, Calista seneng deh pindah ke Jakarta. Di sini ngga dingin." Ucap Calista dengan nada imutnya dan wajah yang menggambarkan bahwa ia sangat senang. Sangat bertolak belakang dengan Celyn. Sang adik begitu gembira sedangkan dirinya? Celyn menarik senyum tipis. Miris.

"Bagus dong kalo Calista seneng. Jadi Papa ga merasa bersalah ngajak kalian pindah ke sini." Jawab sang papa. Mendengar jawaban sang papa atas ucapan adiknya tadi, Celyn tersenyum miris.

'Apa kalo aku bilang, aku ngga suka di sini, Papa akan nurutin permintaan aku dan kembali ke Korea?' sayangnya kalimat itu hanya terucap di dalam hatinya. Tanpa mampu ia utarakan melalui lisannya.

"Kamu juga senang kan, Sayang?" tanya sang mama pada Celyn.

"Senang kok, Ma." Jawabnya sambil tersenyum. Bahkan lidahnya berkhianat dengan hatinya.

"Syukurlah kalau kalian semua senang." Timpal sang papa.

Setelah menempuh beberapa puluh menit perjalanan. Taxi yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah rumah. Sang papa dibantu supir taxi menurunkan koper-koper yang mereka bawa.

Celyn mengedarkan pandangannya. Mengamati rumah yang akan ia tinggali. Mungkin selamanya? Atau hanya sementara? Entahlah. Ia bahkan tak bisa memprediksinya.

Rumah itu terbilang mewah dengan design modern. Terdapat taman kecil di depannya. Banyak bunga ditanam di sana. Cantik. Terdapat pula garasi yang berada di sisi kiri rumah itu berhadapan langsung dengan pintu gerbang.

"Welcome to our home." Ucap sang papa.

"Yey..." Calista meloncat-loncat sambil mengangkat kedua tangannya.

"Wah... rumahnya bagus banget, Pa." ucap Rosaline, sang mama mengagumi rumah barunya. Sedangkan Celyn? Ia hanya diam. Tidak ikut menanggapi. "Celyn sayang. Kamu kenapa? Kamu ga suka?" Rosaline khawatir.

"Ha?" tersadar dari lamunannya. Celyn melanjutkan "Ngga kok, Ma. Celyn suka. Suka banget malah." Sekali lagi. fake smile kembali ia terbitkan.

"Syukurlah. Mama pikir kamu ngga suka." Rosaline lega dengan jawaban putrinya.

"Udah. Ayo, kita masuk." Ajak Candra sang papa.

Mereka pun masuk dan mulai menata barang-barang milik masing-masing. Celyn menempati kamar di lantai atas. Karena memang rumah barunya itu memiliki dua lantai. Di lantai dua hanya terdapat dua kamar dan ruang santai yang di depannya terdapat kaca yang sangat lebar. Sehingga ketika kita sedang duduk bersantai di sana, kita langsung di suguhkan pemandangan taman bunga yang sangat indah.

Ruang kamar di samping Celyn ditempati oleh Calista, adik kecilnya. Sedangkan kedua orang tuanya menempati ruang kamar di lantai pertama.

Celyn memasuki ruang kamar yang akan ia gunakan. Ia berdiri di ambang pintu. Menyapu pandang ke seluruh sudut ruangan. Ia menghembuskan napas panjang sebelum kakinya memasuki kamar itu lebih dalam. Di sana sudah terdapat kasur, lemari, meja rias dan perabot lainnya. Ia hanya tinggal menata barang-barang yang ia bawa.

Celyn berjalan mendekati ranjang. Duduk di bibirnya. Sebelum kemudian terlentang di atas kasur empuk itu. menatap langit-langit kamarnya. Teringat akan sesuatu. Celyn segera bangkit dari posisinya. Membuka tas punggung yang tadi sempat ia tanggalkan. Mengeluarkan sebuah buku kecil berwarna biru dan sebuah pena. Ia terlihat seperti sedang menuliskan sesuatu.

'Di balik desir angin tersimpan resah rindu. Di balik dinginnya hujan terdapat bayangmu. Di balik sinar fajar terletak senyummu.... Karena itulah aku tak bisa melupakanmu. Karena kamu selalu ada di setiap musimku.'


hai guys... ini chapter pertama udah di koreksi.

semoga ga ada lagi kesalahan, jadi kalian enjoy buat bacanya.

happy reading :) 

AstrophiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang