#3 : Perjalanan Panjang

43 3 0
                                    

"assalammulaikum, ini mbak Alifa yah?" ucap Dina terbata bata sambil memandangi layar Smartphonenya.

"Walaikumsalam, iya ini dengan Alifa. Ada Apa?" jawab sosok dari sana.

"ini aku mbak, Dina"

"Dina, loh kenapa tiba tiba nelfon mbak?" Alifa sedikit terkejut. Baru saja mereka bertemu tadi sore kini Dina sudah menghubunginya.

Dina tidak bergeming bahkan tidak memberikan tanda tanda akan bicara secara lanjut. Alifa sudah pasti khawatir dengan Dina. Alifa berdiri dari kursi kerjanya dan mulai menatap layar bergantian dengan jendela yang menatap kota Jakarta.

"halo Dina, kamu masih disana din?" tanya Alifa dengan dahi berkerut.

"ha, iyah mbak. aduh maaf loh" Dina sudah berkeringat. dia bingung bagaimana menjelaskan pada Alifa bahwa dia akan ke pesantren besok. 

"jadi mbak" Dina sudah terkunci kembali ucapannya. dia terlalu malu mengatakannya pada Alifa. 

"iyah kenapa din" Alifa semakin berkerut dahinya ia menatap layar smartphonenya memastikan bahwa ia masih terhubung dengan Dina. dia masih bingung mengapa Dina menelfonnya.

"mbak, yang tadi sore"

"tadi sore yang mana Din?" 

"Dina mau ke pesantren mbak" Alifa yang mendengar tersontak kagum dengan Dina. padahal tadi sore Dina bilang ia terlalu sibuk di Jakarta sehingga tidak ada waktu. sekarang ntah apa yang membuat Dina berubah pikiran. 

"Alhamdulilah, kapan mau kesana biar mbak Ifa temenin kamu?"

"aku gak yakin mbak Ifa mau nemenin Dina, Dina juga mendadak"

"kamu nih gimana sih Dina, mbak juga mau ketemu Abi. Mbak sudah pasti kesana karena kamunya kesana"

"besok mbak, Besok Dina kesana"

"loh, kok bisa mendadak Din?" Alifa tersontak kaget mendengarnya. Walaupun mendadak rasa rindunya kepada abi tidak terukur.

"iyah, mbak. Kakek baru bilang tadi pas Dina pulang. Dina juga kaget dengarnya mbak. Dina bingung harus apa sekarang?" ucap Dina resah, ia baru saja menangis kini isak tangis nya mulai terdengar.

"kamu nangis Din? udah ih jangan nangis. yauda mbak siap siap koper nih. nanti kamu sms alamat kamu yah, biar kita pergi bareng besok"

"iya mbak" Dina mengelap air mata di pipinya. 

"Assalamualaikum, mbak tutup yah"

"iyah mbak, Walaikumsalam"

Dina menatap layar smartphonenya. Dia sudah habis air mata rasanya. Mata dan hidungnya sudah memerah karena ia menangis cukup lama. Air matanya mulai berair kembali dia sangat patah hati rasanya. ia menarik koper dan mulai berkemas perlahan. melihat pakaian yang cukup tidak pantas. bagaimana ia harus berangkat ketika ia belum sepenuhnya siap untuk berangkat. Dina sudah berputus asa. 

ntok ntok ntok....

Dina terdiam sembari menghapus air mata yang masih sempat keluar dari kelopak matanya. rasanya dia masih ingin sendiri untuk saat ini, dan ditinggal untuk sementara ini. 

"Dina, ini oma sayang. oma bawakan  sesuatu untuk kamu nak. oma jamin kamu pasti sangat membutuhkan barang barang ini. terlebih ini barang ibu kamu Dina" Habiba sudah mencoba beberapa kali membujuk cucunya yang mengurung diri itu. 

alhasil, Habiba mengunci rapat bujukannya dan meninggalkan barang tersebut. setindaknya ia tau apa yang dibutuhkan oleh cucunya itu. sekalipun Dina tidak merespon, Dina masih memakai pakaian mendiang ibunya untuk besok, terlebih pakaian yang Dina sendiri miliki juga kurang tertutup.

Cintanya karna Allah 'kepada siapa aku mengadu'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang