🌜1

1K 100 7
                                    

Rintik hujan menyapa seiring tetesan kecil jatuh beriringan semakin deras seakan berlomba menyentuh apapun dibawahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rintik hujan menyapa seiring tetesan kecil jatuh beriringan semakin deras seakan berlomba menyentuh apapun dibawahnya. Berubah menjadi harmoni yang mengalun mengawali pagi sang Dewa.

Sebagai pengendali api dia tak mungkin menciptakan tetesan hujan sedemikian indahnya.
Langkah tegap mendekat pada langit terbuka yang memutih berhias tirai bernama hujan. Tempias sejuk mengenai wajah menambah kesan segar pada pahatan tampannya.
Sementara tubuh sang dewa terlindung dibawah atap gazebo, diulurkan satu telapak tangan guna menikmati sensasi dingin yang menyerap dari butiran-butiran bening.

Kakaknya Dewa Habaek yang mampu melakukan hal ini. Tak lama mendung tersingkap berganti mentari hangat. Rintik tak bersisa, melodi indah yang sempat dinikmati oleh Dewa Chanyeol pun turut terhenti. Telapak tangan lebar yang tengadah itu benar-benar kering, sedikit kekesalan menyelimuti Dewa Chanyeol.
Paling tidak Dewa Habaek mengatur hujannya lebih lama.

Sapuan angin membelai pemilik wajah tampan dan tegas itu ketika langkahnya terjalin menuruni undakan tangga. Perhatiannya terpusat pada genangan air yang membentuk danau serupa cermin. Sejak Dewa Chanyeol dan saudara-saudaranya belia hingga sekarang danau tempat mereka bermain tak pernah surut barang sekali. Kejernihannya masih sama seperti pertama kali Dewa Chanyeol mengulurkan tangan hanya untuk mengubah suhunya menjadi lebih hangat.

Sekarang Sang Dewa hanya berdiri di pinggir dengan kedua kaki yang berpijak, ia sedikit menunduk demi menemukan refleksi wajah rupawan. Tidak ada yang tau bahwa disamping hanya mematut diri, kebiasaan Sang Dewa Api berkaca pada objek apapun ialah untuk menilik ekspresi yang dimilikinya sendiri. Dengan begitu Sang Dewa tau seperti inilah para hambanya ketika menghadap.

Gemetar ketakutan para hambanya terkadang membuatnya geli sehingga tergoda menunjukkan ekspresi lebih dingin. Sampai pada akhirnya Dewa Chanyeol merasa jenuh, sekarang tidak ada para hamba yang berani mendekatinya.
Mungkin ada, tapi ingatan jangka pendek Dewa Chanyeol cukup buruk.
Saat ini pun, ikan-ikan emas yang memiliki corak kemerahan di setiap sisik dan ekornya, kentara berenang menjauh ke dasar danau. 

Apa mereka takut Dewa Chanyeol akan memanggang mereka seperti yang keisengannya ribuan tahun silam?

Dewa Chanyeol mendengus jengkel.
Gerak-gerik sang dewa api tersebut rupanya tidak lepas dari pengamatan dewa lainnya sejak tadi. Adalah Dewa Sehun yang datang bersama semerbak aroma wewangian dari anginnya.

"Hyung"

Dewa Sehun menyapa dibelakang Chanyeol yang masih bergeming dan hanya memberinya tatapan sekilas.

"Hng"

Jika reaksi begitu yang diterima oleh Dewa Habaek, mungkin yang terjadi ialah cerita yang berbeda. Untungnya Dewa Sehun sudah paham. Dia mengerti alasan sang kakak yang menyambut kedatangannya tanpa minat. Dewa Chanyeol pernah mengatakan berdebat dengan Dewa Sehun hanya membuatnya lelah karena si bungsu itu selalu menanggapinya dengan tenang.

Dewa Sehun tersenyum tipis mengikuti arah pandang sang kakak. Merujuk pada rombongan ikan-ikan emas yang berenang beriringan. Dewa Chanyeol kecil akan senang hati melompat ke danau hanya untuk berendam sekaligus menyemburkan apinya demi memburu ikan-ikan emas yang gesit dan lincah.

"Hyung tidak berniat menangkapnya?"

Dewa Chanyeol tergelak atas pertanyaan sang adik, kini ia tau mereka sama-sama memutar memori waktu itu.

"Aku lebih tertarik menangkap calon permaisuriku, Hun-ah"

Dewa Sehun mengerjap. Selain mencerna perkataan dewa yang lebih tua dan membayangkan bagaimana sang dewa api itu menangkap calon permaisurinya.
Untung saja ketika ia tersenyum tipis karena panggilan kesayangan sang kakak saat ia kecil, Sang Dewa Api justru melangkah berbalik membelakanginya.

"Aah. Ramalan itu maksud Hyunh?"

Kedua dewa kini berjalan bersisian. Pemandangan seperti ini cukup langka. Karena biasanya para dewa akan bertemu dalam suasana lebih tertutup. Hanya sesekali Dewa Habaek maupun Dewa Sehun berkunjung dan memilih waktu menyusuri danau sembari bercengkrama.

"Sehun, apa kau berpikir bahwa ramalan itu benar?"

Yang kemudian segera dijawab oleh anggukan. Namun rupanya reaksi itu belum membuat sang dewa api merasa puas. Tidak ada yang membuat lega dalam kegundahan dihatinya, sekalipun seluruh taman langit mendoakannya tentang beragam kesejahteraan.
Selama kekosongan hatinya belum terpenuhi sepertinya sang dewa akan terus bersikap seperti ini.

Sang dewa yang lebih muda mengamati ekspresi sang kakak. Dewa Chanyeol terlihat sebagai seorang dewa yang terbuka dengan suasana hatinya, apakah itu ketika ia menikmati kehidupannya atau meratapnya, meskipun kejahilannya sewaktu kecil masih mencerminkan dirinya yang sekarang.

Satu sisi yang Dewa Sehun sukai adalah kejujuran sang kakak. Ekspresinya, sorot mata, setiap lekuk saat dewa api itu gusar sekalipun dan bahkan tutur katanya yang kadang terdengar tajam.

"Ah, Sehun. Apa kau ingin bermain alat musik? Aku memiliki satu alat petik yang sepertinya belum pernah kau coba."

Tersenyum dengan sepasang sabit menawan, keduanya meniti undakan tangga dengan Sehun yang mengikuti langkah sang kakak.
Sudah menjadi hal biasa jika mereka mendengar para hamba wanita yang saling berbisik dan menahan jerit histeris.

Sang Dewa Angin mengedarkan pandang begitu langkahnya memijak halaman utama. Sorot datar miliknya mengamati berbagai hiasan dan beragam bunga yang dipersiapkan untuk seluruh penjuru ruangan.

7 hari menjelang ramalan yang ditandai dengan fenomena gerhana, kesibukan semakin jelas di taman langit milik Dewa Api. Seluruh hambanya mempersiapkan wewangian terbaik, bunga-bunga yang indah, termasuk beragam hadiah perhiasan beserta lusinan gaun sutera yang ditujukan kepada calon permaisuri.

"Sehun"

Dewa Api menegur dengan dahi mengerut, turut berhenti dan mengikuti apa yang sedang berada dalam pengamatan adiknya.

"Oh. Hyung."

Dewa Sehun kembali melangkah pelan. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Apalagi tadi saat netranya menangkap segerombol para hamba yang sibuk merangkai bunga.

"Kau tertarik pada salah satu hambaku?" 

Celetukan sang dewa api mengejutkan Dewa Sehun tiba-tiba. Tetapi tidak sanggup untuk mengubah raut datar miliknya. Sebagai reaksi justru sebuah senyum tipis yang ditunjukan oleh Dewa Angin.

Dewa Sehun mengikuti saja ketika sang kakak menunjukkannya sebuah benda yang dilapisi kain sutera keemasan. Begitu Dewa Api menyingkapnya, alat petik yang dimaksud ialah berupa harpa.

"Indah sekali."

Dewa Chanyeol menepis pelan lengan dewa yang tinggi tubuhnya hampir setara dengannya itu ketika baru saja ia mengulurkan tangan hendak menyentuh senar harpanya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku tadi."

Seringai itu kemudian terlihat. Dewa Api dibuat menahan nafas karenanya.
Berhadapan dengan adiknya ini selalu membuat Dewa Chanyeol cemas akan jalan berpikirnya.
Dewa Sehun yang misterius seolah menyimpan banyak hal untuknya sendiri.
Dan selalu memiliki kejutan.

Lihat sekarang cara dewa berelemen angin mempermainkan pertanyaannya.

"Bagaimana jika aku katakan bahwa Hyung sendiri yang menyukai salah satu hamba itu? "

Menimbulkan kerut tanya dalam menghias dahi lebar kebanggaan Sang Dewa Api.

"Apa yang kau maksud?"
-
-
-
-
-
-

HAI2 ! GIMANA??? Heheh kenapa karakter Dewa Sehun disini jadi begini?

EXO-SC IS COMING ! WOOHOOO
Vote & comment ya reader ter-love😘
14Des19

 𝑬𝒎𝒑𝒓𝒆𝒔𝒔 𝑩𝒂𝒆 • 𝐶ℎ𝑎𝑛𝑅𝑒𝑛𝑒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang