Sebening Embun

15 10 0
                                    

☆☆☆

Embun. Aku memanggilnya embun. Titik - titik air yg jatuh dari langit di malam hari dan berada di atas dedaunan hijau yang membuatku damai berada di taman ini, seperti damai nya hatiku saat berada disamping wanita yang sangat aku kagumi, embun.

"Ngapain diam di situ, ayo sini Rei." teriakan Embun yang memecahkan lamunanku. Aku lalu menghampirinya, dan tersenyum manis dihadapan nya.

"Gimana kabarmu Embun?"

"Seperti yang kamu lihat, tak ada kemajuan. Obat hanyalah media yang bertujuan memperparah keadaanku. Dan lihat saja saat ini, Aku masih terbaring lemah dirumah sakit kan?" Keluhnya.

"Obat bukan memperparah keadaanmu, tapi mencegah rasa sakitnya. Embun, Kamu harus optimis ya."

"Hei, Aku selalu optimis. Kamu nya aja yang cengeng. Kalo jenguk aku pasti kamu mau nangis, iya kan? Udahlah, aku udah terima semua yang di takdirkan Tuhan, dan saatnya aku untuk menjalaninya, kamu jangan khawatir, aku baik-baik aja kok."

Benar kata Embun, Aku selalu ingin menangis ketika melihat keadaannya. Lelaki setegar apapun, pasti akan sedih melihat keadaannya, termasuk Aku.

Sudah 2 minggu tak kutemui senyum Embun di sekolah. Sangat sepi yang aku rasakan. Orang yang aku cintai sedang bertaruh nyawa melawan kanker otak yang telah merusak sebagian hidupnya. Apa? Cinta? Apakah benar aku mencintainya? Entahlah, aku hanya merasakan sakit di saat melihat dia seperti ini. Ya Tuhan, izinkan aku menggantikan posisinya. Aku tak ingin melihat wanita yang aku sayangi terbaring lemah di sana. Tolong izinkan aku.

Seperti biasa, aku menyempatkan diri setelah pulang sekolah untuk pergi menjenguk embun di rumah sakit.

"Hai Embun, bagaimana kabarmu?"

"Sudah merasa lebih baik di bandingkan hari kemarin. Gimana keadaan sekolah kita?"

"Baik juga. Hanya ada sedikit keganjalan."

"Keganjalan apa Rei?"

"Karena di sana tak kutemukan senyummu embun."

"Bisa saja kamu Rei, hahaha. Ah, kata dokter, besok aku udah di izinin pulang. Aku senang banget. Kamu bisa kan jemput aku di sini."

"Apa? Serius?" Tanyaku kaget dan senang juga.

"Sejak kapan aku bisa bohong sama kamu? Aku serius Reivan Algibran. Hehehe."

"Gak perlu sebut nama lengkapku Embun Azzula. Aku percaya kok." Senang sekali bisa melihat senyum dan tawamu Embun, batinku.

~~~

Waktu terasa cepat berlalu, karena sekarang aku sudah berada tepat di depan pintu kamar Embun. Aku pun mengetuknya dan masuk ke kamarnya. "Pagi, Embun."

"Pagi juga Reivan. Gimana, kamu udah siapkan antar aku kemanapun aku mau?"

"Siap tuan putri, aku selalu siap mengantarmu kemanapun engkau mau. Hehehe."

"Ok. Sekarang aku pengen ke taman. Tempat kita pertama kali bertemu Rei. Kamu bisa antar aku ke sana kan?"

"Tentu."

.

Taman ini menjadi tempat favorit kami. Sedih, suka, marah akan kami lontarkan di tempat ini. Tempat yang penuh dengan bunga-bunga yang kami tanam dari nol. Ya, taman ini karya kami. Taman yg terletak tepat di belakang gedung sekolah.

Short Story - Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang