Bangkok, 2008
Lalisa merupakan salah satu ace dancer di klub menarinya. Walaupun masih duduk di bangku sekolah dasar, namun kemampuan menari gadis cilik itu tak perlu diragukan lagi.
Berkatnya, klub menari yang menaunginya semenjak kecil terus memenangkan perlombaan di cabang dance wanita.
Namun tak ayal, banyak dari teman-temannya di klub yang iri dengan semua pencapaian dirinya. Bahkan teman-teman perempuannya perlahan menjauhinya dan berbalik mem-bully Lisa.
Mereka tidak melempari Lisa dengan susu, telur, atau sejenisnya, namun tatapan sinis dan juga sindiran halus harus ia telan di usia muda. Dan ia menerima perlakuan itu hampir setiap latihan di klub ataupun saat perlombaan berlangsung.
Hanya Bambam yang masih ingin berteman dengannya, yang memberikan rasa nyaman bagi Lisa dan membuatnya tetap bertahan di klub. Bambam yang saat itu memiliki postur tubuh lebih kecil jugalah yang selalu membela Lisa ketika ia mulai dibully yang lain.
Namun hari itu, ketika perlombaan menari modern skala nasional berlangsung, tak ada Bambam yang menemaninya. Temannya itu kebetulan sedang berlibur bersama keluarganya ke Singapura.
"Juara 1 cabang modern dance wanita jatuh kepada Lalisa. Selamat!"
Namanya diumumkan sebagai pemenang. Dengan senyum simpul, Lisa menaiki podium dan menerima piala, piagam, serta memberikan speech di depan umum. Sudah hal biasa bagi Lisa, ia sudah terlalu sering melakukannya.
Namun senyuman yang ia umbar di depan publik hanya bertahan sebentar saja. Ketika ia turun ke backstage, ia kembali menghadapi teman-temannya yang tidak menang dalam perlombaan itu. Semua memandangnya dengan sinis.
Bahkan ada yang menangis karena kalah dari Lisa diantara kerumunan teman-temannya. Entah itu tangisan betulan atau hanya setingan belaka.
"Kamu selalu deh ngambil kesempatan orang lain! Jahat banget kamu!" Teriak salah satu temannya.
Setelah itu, sebuah cairan tersiram tepat ke wajahnya. Perlakuan yang ia terima kali ini lebih parah daripada sebuah sinisan dan sindiran.
"Kamu pikir selamanya Bambam bakal ada buat kamu? Jangan mimpi deh!"
Teman-temannya pun tertawa puas, kemudian meninggalkan Lisa di lorong yang sudah sepi itu.
Tidak ada yang menolongnya kali ini. Keluarganya tidak ada karena sudah biasa membiarkan dirinya pergi sendirian dan Lisa sendiri tidak ingin ditemani. Bambam juga tidak ada. Hanya dirinya sendiri yang berada di sana, jatuh dan duduk di lantai dingin itu.
Air mata itu tak dapat ditahannya lagi. Ia menangis terisak, kebingungan dengan situasi yang ia hadapi.
'Aku menang hari ini, tapi kenapa semua menjauhiku? Apa salahku?'
Lisa terus menangis tanpa menyadari sepasang kaki berdiri dihadapannya. Pemilik kaki tersebut berjongkok pelan dan mengusap kepala Lisa dengan sapu tangan miliknya.
"Kamu kenapa? Kok nangis?" Tanya orang dihadapannya yang ternyata seorang laki-laki.
Lisa mengangkat kepalanya pelan untuk menatap lelaki itu dengan air mata yang masih mengalir membasahi pipinya.
"Eh, kamu Lisa kan? Yang menang juara satu tadi? Kan kamu harusnya senang, kok malah nangis? Ini juga, siapa yang nyiram kamu pake teh? Mana lengket lagi rambut kamu,"
Tangisan Lisa semakin histeris membuat lelaki dihadapannya terkejut. Merasa bersalah, lelaki itu memeluk Lisa spontan. Ia berusaha menenangkan Lisa yang masih saja menangis. Bahkan ia membiarkan bajunya lengket akibat bekas teh Thailand yang menempel pada ujung rambut dan tubuh atas Lisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
[4] us | tenlisa ✔
FanfictionEverything that happened between us should be resolved by ourself. #1 on tenlisa | 2021.03.17