pamit 2

80 5 0
                                    


Ia duduk di tempat favorit nya , di atap rumah dikala hatinya sedang sesak, ia menjerit didalam hati, ingin rasanya jatuh saat ini juga, sekarang saja ia sudah jatuh bagai mana lagi ia jatuh lagi?

"Radit"panggilan suara perempuan yang beberapa jam lalu ia tinggalkan

"Dila"ucapku

"Lo kenapa??"cemasnya

"Seharusnya gwe nanya ke lo"

"Kok gwe??" Mimik muka adila berubah

"Ya lo kenapa kesini?"

"Oh, lo gk suka gwe kesini, Ok gwe pulang"
Ia segera melangkah membalikkan badannya

"Bukan maksud gwe gitu Dil,, gwe sekarang depresi gk tau harus ngomong sama orang kaya mana, gwe selama ini bersikap konyol, penuh humoris itu buat nutupin masalah yang ada di kehidupan gwe" ku tundukan kepala ku tangis ku mulai jatuh, tak seharusnya aku lemah seperti ini dihadapan seseorang wanita

Sebuah pelukan hangat yang ngehangatkan,memang itu yang aku butuhkan sekarang ini

"Gwe baca di wattpad klo ada seseorang yang sedang banyak masalah, dia butuh sebuah pelukan,, gwe lakuin ini seenggaknya bikin lo tenang bukan semakin nyaman"dia melepas pelukannya dari tubuhku

"Yah kok dilepas"

"Nnti malah lo kesenangan klo gwe peluk,, peluang lebih besar kan"

"Hehehe, makasih ya pelukannya walupun gwe belum puas"

"Mesum"

"Lo kesini sama siapa? Lo tau alamat rumah gwe dari siapa? "

"Kepo"

"Tetep aja ngeselin walupun gwe lagi sedih"sambil memonyongkan bibirnya

"Ah alay"

"Islah"

"Muka lo konyol , kaya Mak beti dicampur Dodit , hahahahh"

Sekarang aku yang memeluk Adila,, entah mengapa saat ini hanya Adila yang tau semua tentang rasa yang aku alami, sudah seperti belahan jiwa"terima kasih" ku ucapkan disamping telinganya

Ku lepaskan pelukan dan dia membeku di tempat"ayo!!"

"Kemana,, ngajak ke tempat yang seru?? Liat sunset? Kaya waktu kemaren?"

"Gwe mau ngomong sesuatu sama lo"

"Ya tinggal ngomong aja"

"Ya harus tempat yang spesial lah"

"Ah alay , kaya anak abg yang mau nembak aja"

"Yeee geer, udh gk usah banyak nanya"

Mereka sudah sampai di sebuah tempat, tempat tersebut begitu sunyi dari keramaian,hanya saja banyak pepohonan rindang dan suara serangga yang setia berbunyi

"Kita kok kesini??" Sadar Adila

"Iya nanti juga tau?"

Raditya sudah memikirkan mobilnya

"Kita kesana " sambil menunjuk makam seperti baru saja di gali, masih merah bata

Mereka sudah berada tepat di atas makan ayah Raditya, dan tulisan batu nisannya masih kayu tertulis Andy Anggaraya

"Ayah aku meninggal 2 hari yang lalu"tatapanku kosong

Adila memegang pundak Raditya agar lebih tabah
"Yang sabar dit, mungkin ini yang terbaik buat ayah kamu"

"Iya"

"Mmmm dit,tadi lo mau bilang hal yang penting apa?"

"maaf sebelumnya dil mungkin kamu pikir aku ingkar janji, setelah ayah meninggal aku disuruh ke amerika buat nemenin Mama kerja, dan aku gk tau kapan pulang ke Indonesia, ini adalah hari terakhir aku di Indonesia"

"Andai aja lo gk buat janji segala dit" ia menundukkan kepalanya, sebuah cairan bening mengalir

"Lo tau kalo gue gak suka sama orang buat janji tapi dia gk bisa nepatin janjinya,, kalo kedepannya gk bisa nepatin ya gk usah buat janji" sebuah kalimat akhir Adila yang membuatku semakin sesak

" Gue mau pulang, terima kasih dan selamat berjumpa kembali , hati dijalan jalan"

"Aku anterin kamu pulang"

"Gk usah, lo siap siap aja buat keberangkatan lo"

"Aku janji bakal balik"

"Gak usah banyak janji, dan ternyata lo masih ingkar"mata nya kini mulai memerah

" Maaf"

ia tarik senyuman kecil menandakan ia sedang berusaha untuk baik baik saja

Ia pergi meninggalkanku,

Apakah ini sebuah perpisahan?
Aku tak mau ini terjadi
Tapi Tuhan sedang mempermainkan aku

Heppy reading

Sunset SunriseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang