2. Prilly Adzana Latuconsina

5.2K 324 3
                                    

Dengan setengah terburu-buru aku memasang kerudung asal-asalan. Merutuki diri sendiri karena susai shalat subuh tadi mataku tidak bias diajak kompromi. Angin subuh dan selimut tebal itu memang tidak bertanggung jawab, selalu nyaman dengan keadaan. Memolesi wajah dengan make up yang sangat tipis, tidak terlalu tebal, karena aku memang sangat tidak suka untuk terlalu berlebih-lebihan dalam berpenampilan. Kemeja putih dan rok hitam yang mengibar menutupi sampai mata kakiku. Pagi ini aku tengah bersiap-siap untuk berangkat kerja.

Hanya sebagai karyawan kantor biasa dan tidak masalah untuk profesi yang saat ini ku jalani yang penting uang hasil jerih payah sendiri itu halal, dan juga tidak lupa untuk selalu bersyukur pada sang pencipta. Terkadang manusia lupa caranya bersyukur, dapat pekerjaan yang gajinya kurang terkadang mengeluh tidak pernah merasa ingin tahu jika pekerjaan itu halal maka akan bermanfaat bagi orang lain, diri kita sendiri dan juga akan menjadikan lading amal kita untuk menuju ke akhirat nanti.

Prilly Adzana Latuconsina, jika meminta pendapat orang lain maka mereka akan menjawab perempuan keturunan darah ambon, anak pertama dari Rizal Latuconsina dan Ully Djulita. Aku sangat bersyukur dan keberuntungan serta rezeki dari Allah aku bisa diterima kerja ditempat itu. Hanya orang-orang pilihan yang bisa masuk kekantor tersebut, tidak sembarang orang bisa memasukinya. Usia ku kini menginjak hampir 24 tahun, membantu perekonomian keluarga, tidak sedang mengurusi urusan jodoh karena nantinya jodok itu akan datang sendiri jika sudah Allah berkehendak. Bersikap mandiri dan tidak mau merepotkan kedua orang tua. Sudah cukup perjuangan mereka yang membesarkanku dan saatnya aku membalas kebaikan mreka meskipun tidak seberapa.

Papa yang berprofesi sebagai guru, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarg. Sifatnya yang ramah, lemah lembut dan penurut membuatnya banyak yang menyukainya.

"Ma, Prilly berangkat kerja dulu ya, mau bawa bekal aja, soalnya Prilly udah mau telat nih, belum lagi aku harus nunggu angkot dulu." Prilly tergopoh memasukkan kotak nasi sebagai bekal kedalam tas kerjanya.

"Maafin Papa ya Nak, Papa masih belum cukup uang buat beliin kamu motor." Ucap Rizal pada Prilly yang tengah memasang sepatu kerjanya. Prilly beranjak dari kursi makan dan menghampiri Rizal dengan raut wajah sedih dan bersalahnya.

"Ya Allah Papa bilang apasih? Prilly gak ada maksud bilang begitu Pa, lagian Prilly udah terbiasa naik angkot kok. Udah ya, Papa jangan merasa sedih gitu, Prilly gak minta motor sama papa kok." Balas Prilly sambil tersenyum pada Rizal.

"Masya Allah kamu memang anak yang baik Nak, semoga Allah selalu bersamamu kapanpun dan dimanapun. Semoga kamu selalu bahagia ya Nak."

"Aamiin ya Allah." Prilly mengangkat kedua tanganya layaknya orang berdoa dan membuat Rizal mengelus kepalanya yang  tertutupi kain hitam.

Disamping itu Ully terharu melihat pemandangan pagi yang disuguhi suami sama anak pertamanya tersebut. Rizal dan Ully sangat beruntung memiliki anak perempuan seperti Prilly yang tidak banyak meminta dan menuntut seperti perempuan remaja lainnya.

"Ayo Pa, kita berangkat." Setelah sampai didepan pintu rumah, seperti biasa yang aku lakukan setiap keluar  rumah yaitu mengambil tangan Mama dan mecium punggung tangannya.

"Hati-hati ya Sayang, Semangat kerjanya." Kemudian Ully mencium kedua pipi anaknya itu. Setelah itu Ully mencium punggung tangan Rizal yang sudah menjadi kebiasaannya sejak menikah.

***

"Papa hati-hati dijalan yah." Sesampainya dihalte, aku turun dari motor Papa dan mencium punggung tangan.

"Iya, kamu juga semangat kerjanya, Sayang." Balas Rizal.

"Iya Papaku, Sayang." Jawabku sambil tersenyum. Papa mulai menjalankan motornya hingga punggugnya hilang dari hadapanku.

My Husband Is Rich Man (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang