Pandu merasa keheranan akan sikap istrinya yang lebih pendiam, tidak biasanya. Sepulang dari mengantarkan Kai ke sekolah, Tari tidak acuh dan memilih mengerjakan pekerjaan rumah tangga di dapur.
Apa PMS, ya? Pikir pandu. Tapi kan semalam mereka baru saja melewati malam panas setelah dirinya berpuasa selama empat hari.
"Ri, liat hape, Mas, nggak?" Pandu celingukan mencari benda pipih keluara negeri Gingseng tersebut. Ia ingat mengeletakkannya di atas meja ruang tamu, tapi benda itu tak ada lagi di sana.
"Ri, kamu liat nggak, sih?" Pandu menggulang pertanyaannya, seraya menghampiri Tari di dapur.
"Ada di kamar. Tadi ada Saras yang telepon nyuruh kamu ke sana." Tari hampir saja membanting sodet yang ia pegang. Ia sedang dalam keadaan dongkol setengah mati.
"Saras?" Tanpa ijin pun, Pandu langsung melesat ke kamarnya. Tak lama kemudian pria itu sudah berganti pakaian yang cukup rapi, kemeja dengan celana kain.
"Kamu mau ke mana, Mas?" tanya Tari yang melihat Pandu seperti tergesa-gesa menuruni tangga seraya mengancingkan manset kemeja kotak-kotaknya.
"Ke rumah sakit."
"Ngapain?"
"Saras masuk rumah sakit, kandungannya mengalami kontraksi."
Tari jelas speechless. Pandu bahkan secara terang-terangan mengatakan alasan kepergiannya yang terkesan terburu-buru.
Wah, hebat sekali.
Memandangi punggung Pandu yang menjauh, Tari hanya bisa terduduk di lantai. Hatinya benar-benar sesak. Mana ada istri yang rela suami mempunyai wanita lain di luaran sana, apalagi tengah berbadan dua. Sungguh ingin rasanya Tari menghampiri mereka berdua dan melabraknya, Bila perlu memviralkan kelakuan pelakor yang lebih horor dari kuburan.
Ia jelas tak terima jika wanita lain memanggil suaminya dengan nada manja seperti tadi, ia yang notabene istrinya saja masih saja sungkan jika harus bermanja-manja. Jarak usia mereka terbentang lima tahun, membuat Tari berusaha mengimbangi sikap dewasa Pandu.
Tari hanya mengenal Pandu sebatas sahabat kakaknya, menyapa seperlunya saja. Ia pun jarang berinteraksi dengan Pandu. Perbedaan usia mereka membuat Tari canggung harus bersikap seperti apa. Lalu sekarang status suami-istri melabeli mereka, semakin membuat Tari kikuk.
Akan tetapi sikap lemah lembut yang Pandu berikan, juga perhatian-perhatian selayaknya suami dan lelaki membuat benteng kecanggungan itu meluruh. Hingga tiga bulan kemudian, barulah mereka mencecap indahnya malam pertama.
Sejak malam pertama mereka, cinta mulau bersemi di hati Tari. Pernikahan mereka mengalir begitu saja, dan setahun pernikahan mereka Kai hadir di keluarga kecilnya. .
Bohong kalau ia tak menyimpulkan jika suaminya itu tengah berselingkuh, bukti pengkianatannya begitu nyata ada di depan mata. Lalu apa yang harus ia lakukan sekarang?
🍀🍀🍀
Sepi dan lampu sudah dimatikan, ketika Pandu pulang ke rumah. Jelas saja ini sudah pukul sebelas malam, dan ia baru saja kembali dari rumah sakit.
Saras benar-benar melahirkan hari ini, apalagi dengan keadaan bayinya terlilit tali pusar mengharuskan wanita itu melahirkan dengan jalan operasi caesar.
Sebagai satu-satunya orang terdekatnya, mau tak mau ia harus menemani Saras menjalani operasi.
Meletakkan dompet dan ponselnya, Pandu yang berniat ke kamar mandi justru berpapasan dengan Tari yang baru saja menggunakannya.
"Ri ...."
"Oh, udah pulang, Mas?" Pertanyaan bodoh. Hanya saja Tari sedang dongkol dengan pria di depannya ini.
Pandu mencekal lengan Tari yang hendak melangkah, membuat Tari menoleh dengan tatapan bertanya. "Ada apa, Mas?"
"Kamu kenapa?"
Astaga! Harusnya pria ini bertanya padanya tadi pagi, bukan semalam ini.
"Enggak!" Elak Tari dengan nada ketus.
"Kamu kenapa, sih, Ri?" Pandu mengurungkan niatnya untuk ke kamar mandi, dan mengekori Tari yang menutup tirai kamarnya.
Menghembuskan napas lelahnya, Tari memutar tubuhnya dan memandang lurus ke arah Pandu.
"Kamu ngelupain sesuatu, Mas?" Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Pandu berpikir keras, kira-kira apa yang sudah ia lupakan.
Tak kunjung mendapat jawaban, Tari memilih melengos dan bersiap-siap tidur.
"Aku ngelupain apa, Ri?" Pandu bertanya balik, seraya melepaskan baju dan celananya. Hanya menyisakan celana boxer, kemudian turut mengikuti Tari yang sudah tenggelam di balik selimut.
"Serius, Mas. Kamu nanyain itu ke aku? Padahal kamu sendiri yang bikin janji." Tari luar biasa sebal.
Karena wanita bernama Saras suaminya ini bahkan melupakan janji yang sudah ia buat seminggu lalu.
"Kamu janji apa sama Kailani, Mas?" Pandu kembali berpikir, kemudian meloncat dari duduknya. Menyambar kembali kaos putih yang ia campakan tadi dan langsung keluar kamarnya.
Wah, hebat sekali ya pengaruh seorang Saras-Saras ini. Sampai melupakan janji yang dia buat sendiri.
Tari sendiri mana bisa ia memejamkan matanya untuk tidur, suaminya belum pulang dan putrinya sedang dalam mode ngambek karena ayahnya ingkar janji.
Sepanjang sore tadi ia harus berusaha membujuk Kai untuk tidak mengamuk, karena ayahnya membatalkan janji yang telah mereka buat.
Kai hanya ingin ayahnya datang di acara pentas seni, yang di adakan hari ini disekolahnya.
Betapa kecewanya Kai, begitu mengetahui jika sang ayah tidak bisa datang padahal gadis ciliknya itu sudah berlatih tekun selama seminggu ini. Hanya untuk membuat bangga Pandu karena dia pintar menari tarian adat.
Tari juga tak bisa menyembunyikan kekecewaannya, ia lebih memilih mengubur tubuhnya dengan selimut.
Sering kali Pandu mangkir dari janji yang sudah dia buat sendiri, sering kali juga pria itu membuat kecewa Kai yang berujung dengan janji-janji lainnya.
Menghapus jejak basah di pipinya, begitu Tari merasakan kasur disebelahnya bergerak-gerak. Rengkuhan erat mendarat di pinggangnya, dan merasakan jika Pandu tengah menenggelamkan kepalanya di potongan leher belakangnya.
"Maaf! Maafin aku, Ri. Aku beneran lupa sama janji itu." Lirih Pandu semakin mendekap tubuh Tari
"Sepenting apa Saras itu, Mas? Sampe kamu lupain janjimu sendiri sama Kai."
"Aku-"
"Seminggu ini dia berlatih keras. Dia pengen nunjukin ke kamu kalo dia bisa nari tarian daerah. Alih-alih kasih kabar, kamu bahkan lupa kalo hari ini hari penting milik Kai."
"Ri-"
"Kamu boleh kecewain aku, tapi nggak putriku, Mas. Dia berharap banyak kamu bakalan datang dan liat dia menari di atas panggung." Tari membalikan tubuhnya dan memandang Pandu dengan tatapan sendu. "Siapa Saras, Mas? Kenapa kamu seolah lebih memprioritaskan dirinya daripada anakmu."
"Ri-"
Tari melepaskan pelukan Pandu, "kami ngeliat kamu di cafe siang itu, Mas."
"Ri-"
"Siapa Saras, Mas? Wanita itu ... apa dia selingkuhanmu?"
🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Sidoarjo, 20 Oktober 2019
-Dean Akhmad-
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak PERNIKAHAN
General FictionCinta karena terbiasa? Rasanya Tari ingin tertawa mencemooh diri sendiri. Karena Lima tahun pernikahan, harus menelan pil pahit begitu mengetahui jika selama ini pernikahan yang ia jalani penuh kepalsuan. Harusnya ia ikhlas melepaskan Pandu, karena...