-7-

16K 1.3K 186
                                    

Pandu sedang menikmati camilan singkong rebus yang masih hangat. Makanan yang berasal dari tanaman umbi-umbian itu kemudian di goreng dengan topping parutan keju yang disajikan ibunya, sedangkan matanya tak lepas dari aktivitas anaknya dan Tari yang tengah bermain air di dalam kolam renang. Meski ia sendiri dan ibunya duduk dikursi malas yang ada di teras belakang.

Suara kikikan, kemudian berganti menjadi tawa ceria yang saling bersahutan membuat Pandu ikut tersenyum. Walau hanya liburan sederhana seperti ini, nyatanya sang putri tampak begitu bahagia. Tak salah jika ia mengajak keluarganya ke Puncak.

Melihat raut wajah kebahagiaan dari kedua perempuan beda usia itu, tak urung membuat hati Pandu menghangat. Ia sama sekali tak menduga jika jalan hidupnya akan terisi oleh Tari dan juga Kailani.

Andai dulu ia menolak keras keinginan untuk segera menikah, mungkin dirinya takkan berada di sini. Memiliki istri yang sempurna juga seorang putri.

Jika dulu ia tak mengiyakan keinginan itu, mungkin sampai saat ini dirinya masih betah menyendiri.

Menikah bukanlah prioritasnya dulu, ia masih menikmati kesendiriannya juga menggapai mimpi-mipinya. Dan lagi hatinya masih terpaut pada sosok cinta pertamanya.

Mana bisa ia membangun sebuah pernikahan dan rumah tangga, jika tak ada cinta di dalamnya.

Bahkan hingga sekarang pun, perasaan itu tak jua menyapa hatinya. Apa kurangnya Tari? Tak ada, tapi getaran cinta itu tak pernah menghampirinya.

Ia hanya menyayangi Tari juga putrinya. Meski malaikat kecilnya hadir tanpa cinta di antara kedua orangtuanya, sebisa mungkin ia memberikan kasih sayang seutuhnya.

"Kowe bahagia, Le?" Pandu yang sedang asyik memperhatikan Kailani tengah berenang dengan Tari langsung menoleh cepat ke asal suara.

"Kok ibuk takone ngoten?" Pandu balik bertanya seraya memperbaiki posisi duduknya menjadi tegak menghadap sang ibunda.

"Ibuk ... berharap kowe bener-bener bahagia karo rumah tanggamu, Ndu."

"Buk-"

"Ibuk karo bapakmu sempat ngeroso bersalah, mergane mekso kowe cepet-cepet nikah. Padahal ibuk ngerti, lek atimu sek onok jenenge Saras."

"Buk! Kulo mpun ngadha Tari karo Kailani. Ndak usah bahas Saras maneh."

"Kowe sek ono roso karo, Saras, Ndu?" Pandu hanya bisa bergeming. Jujur saja ia tak tahu, ada tidaknya perasaan yang dulu ia gadang-gadang sebagai cinta sejatinya.

"Kenopo toh ibuk moro-moro takon ngenean? Ibuk kan ngerti lek mbiyen prioritasku duduk nikah. Opo maneh nikahin Tari. Ndak onok blas, Buk." Menatap cangkir tehnya, Pandu tak bisa berlama-lama menatap manik ibunya terlalu lama. Ia lemah jika dihadapkan oleh wanita yang melahirkannya dulu.

"Onok Kailani, Ndu. Masio kowe ndak cinta karo Ibuke ... paling ndak, dadekno anakmu alasan kui."

"Buk-"

"Kowe ndak isok ngapusi, Ibuk, Ndu. Opo maneh motomu kui, ndak isok ngapusi."

"Kulo sayang Tari, Buk." Lirih Pandu menatap ke atah kolam renang.

"Sayang karo cinta bedo, Ndu. Selain roso percoyo lan kesetiaan. Kudu onok cinta. Ibuk kadang ngeraso kowe sek njogo jarak karo bojomu."

Ibunya benar. Sayangnya cinta itu masih tak kunjung menyergap dirinya. Meski sudah delapan tahun ia dan Tari mengarungi biduk rumah tangga, getaran itu tak pernah ia rasakan. Bahkan kehadiran seorang anak di tengah-tengah mereka pun sepertinya tak kunjung memuncul benih-benih cinta tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Terjebak PERNIKAHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang