Bohong

4.5K 1.3K 269
                                    

Junot membuang badan ke atas tempat tidurnya, jangankan berganti pakaian atau mandi, menyalakan lampu saja tidak sanggup ia lakukan.

"Iya gue cowoknya. Mau apa lo?" Kalimat itu terniang di kepalanya sepanjang perjalanan.

Junot terlambat, itu yang dia tahu. Karinnya sudah jadi milik orang lain.

Rasanya sakit, sesak, tapi pada akhirnya Junot hanya bisa terdiam, ia ingin menangis tapi egonya melarang hal itu.

Lagu someboy else milik The 1975 makin mengaduk-aduk perasaannya.

So I heard you found somebody else
And at first I thought it was a lie

"Masa sih Rin?"

I took all my things that make sounds
The rest I can do without

Junot menatap langit-langit kamarnya dan bermonolog sembari mengingat masa-masa indahnya dengan Karin dulu, kisah cinta yang hanya diketahui keduanya, rahasia yang dulu Junot simpan rapat namun kini ingin meneriakkannya pada dunia.

"KENAPA RIN? ARGH!!!"

Junot berteriak keras sebelum membalik badan dan meninju bantalnya.

I don't want your body
But I hate to think about you with somebody else

Junot tidak pernah tahu melupakan bagi Karina adalah pekerjaan yang mudah, gadis yang masih mengisi hatinya itu sungguh sudah punya penggantinya.

Junot memang patut digantikan dengan sikapnya dulu, siapa perempuan yang mau berpacaran dengan laki-laki pengecut? Tidak ada.

Tapi melupakan itu pekerjaan berat bagi Junot, rasa cinta, rasa bersalah, semuanya sulit ia lupakan.

"Karin. Semuanya semuanya salah ku, ayo kita perbaiki." Tutup Junot dengan mata sembab yang perlahan menutup memasuki alam mimpi.

Selamat tidur Karin, yang dulu pernah jadi milik ku. Apakah sekarang kau bahagia?

🌸💮🌸

Chan menghentikan mobilnya di depan kediaman Karin, pemuda itu menatap Karin yang sejak tadi terdiam sepanjang perjalanan.

Biasanya gadis itu tidak berhenti berbicara hingga telinga Chan panas mendengarnya namun kali ini Karin hanya diam dan menatap jalan, ia bahkan belum sadar kalau ia sudah sampai.

"Rin?"

Karin tersadar dari lamunanya.

"Udah sampai."

"Ah," Karin membuka seatbealtnya dan mengeciup pipi Chan singkat seperti kebiasaanya saat diantarkan pulang.

"Aku masuk ya, makasih."

Tangan Karin ditahan, hingga gadis itu kembali terduduk di kursinya.

"Kenapa Chan? Ada yang kelupaan?" Heran Karin.

"Kamu kenapa? Beda banget dari tadi sejak ketemu teman SMA Kamu itu."

Lidah Karin Kelu, ia bingung harus menjawab apa.

Benar, kehadiran tiba-tiba Junot mengagetkannya. Karin bahkan masih tidak percaya dengan kejadian tadi.

"Chan, kamu udah tahu semua soal aku, termasuk kenapa aku pindah ke sini pas SMA dulu. Gak pernah ada yang mau aku tutup-tutupi Chan, aku senang kamu nerima aku apa adanya aku sebagai Karina tapi-"

Karin menatap pemuda yang dipacarinya setahunan ini, mata pemuda itu sayu menatap Karin.

"Dia cowok yang di video itu? Love tape itu?" Pertanyaan Chan dijawab anggukan pelan Karin.

"Dia Junot, mantan ku. Alasan ku lari."

Chan menarik Karin kepelukannya, pemuda itu mendekap Karin lama seolah takut gadis itu akan lepas darinya.

Mendapatkan Karin tidak mudah, begitupula melepasnya hanya karena sebuah masa lalu.

"Lari pada ku Karin, sembunyi pada ku, jangan kembali."

Chan tidak ingin melakukannya, tapi pemuda itu amat tahu sampai sekarangpun Karin masih dihantui masa lalunya, percuma Chan berusaha menariknya jika masa lalu itu terus berlari menggapai Karin.

Karin membalas pelukan Chan.

"Enggak, aku gak akan kembali. Aku sudah nyaman disini, di samping kamu." Ucapan Karin tidak membuat Chan puas, meski kalimat itu keluar dari bibir Karin tapi terdengar kalimat itu bukan dari hatinya.

"Aku cinta kamu Chan."

Kamu bohong Rin

🌸💮🌸

Kepala Junot berat, matanya sayu, ia tidak bertenaga pagi ini. Ciri-ciri akan terserang flu, belum lagi tidak makan malam dan tidak sempat sarapan seolah menambah sebab tidak fitnya pagi ini.

"Loh, lo sakit? Pucet banget lo woy!" Naresh langsung memeriksa suhu badan Junot kala pemuda itu duduk di dekatnya.

"Ehm, gue lagi ga enak badan."

"Pulang aja lo. Bentar lagi kita disuruh jalan jongkok masuk aula, elo tumbang gimana?"

Junot tersenyum, telunjuknya pencolek-colek Nareshta jahil.

"Ciye khawatir sama gue,"

Naresh bergidik, ia selalu merinding kalau Junot sudah memasuki mode menyukai sesama jenisnya.

"Tapi serius elo panas banget anjir, patah hati sama Karin sih boleh tapi jangan nangis sampe tengah malam juga, Tuh mata lo bengkak kayak mangkok bakso." Tunjuk Naresh.

"Gue gak nangis! Enak aja lo!"

Kepala Narehs jadi sasaran pukulan telapak tangan Junot yang kini sebal.

"Hahaha, Pengecut kau Supripto!" Bukannya berhenti, Naresh malah malah makin menjadi dengan ledekannya.

"Masa Karin baru punya cowok elo udah lenje gini? Malu sama tinggi badan lo yang 180 cm sama benda pusaka elo yang 10,4 cm!"

Plak!

"Itu gak usah di sebut ukurannya bangsat! Lagian lo tahu dari mana ukuran gue?"

"Prediksi aja sih." Nareshta tertawa puas, ia kemudian menepuk pundak Junot dan menunjuk Karin yang berjalan di dekat mereka.

"Gue gak suka sih sama orang yang tikung-tikungan, tapi tikung aja Not." Bisik Naresh.

Junot menatap Karin yang tersenyum pada pemuda yang berjalan di sampingnya, senyum yang dulunya hanya untuknya itu kini dibagi pada orang lain.

"Tunggu, tapi cowok si Karin senior kitakan? Anak Teknik juga?" Nareshta heboh melihat pacar Karin memakai almamater dan id card panitia.

"Gak jadi deh Not, jangan nikung senior Not apalagi senior Teknik bisa mati muda kita Not."

Tidak ada respon dari Junot.

"Not? Junot?"

Naresh berbalik.

"JUNOT! NGAPA LO PINGSAN BANGSAT?"

"JUNOT! NGAPA LO PINGSAN BANGSAT?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-To be continued -

(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

PAPER UMBRELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang