Tidak menggunakan bus atau kendaraan lain, Mahasiswa Teknik lebih memilih menyewa truk TNI. Biasanya jurusan Geologi, Arsitektur dan Sipil naik bus kampus karena jurusan mereka punya bus sendiri tapi hal itu tidak berlaku pada Tambang, Mesin dan Elektro.
"Rin, elo duduk depan aja sama supirnya, tentara tuh ganteng." Ledek Bangkit teman sekelasnya yang membuat Karin berdecih.
Karin sebenarnya tidak mau dibeda-bedakan dengan mahasiswa mesin yang lain.
Karin juga tidak keberatan di belakang truk dengan mahasiswa lain, lagi pula Karin risih duduk di depan dengan Junot.
"Kenapa ketua Angkatan juga duduk depan?"
"Ya karena di depan muat dua orang, tiga sama yang pak tentara yang bawa mobil dan," Bangkit mendekat dan berbisik...
"Anak-anak pada takut sama Junot, rumor kalau dia gay kenceng Rin."
Karin memutar bola mata malas.
Yang benar saja? Ayolah baik Junot maupun Nareshta itu normal! Straight!
Karin bisa jadi saksi Junot tapi tidak ia lakukan, ia sudah sepakat hidup dengan jalan masing-masing dengan Junot dan tidak menganggu satu sama lain.
Atau bisa dibilang hanya Karin sih yang ingin seperti itu, Junot tidak pernah menyetujuinya meskipun Junot sekarang tahu diri dengan posisinya.
"Eh, Junot sama Naresh tuh gak gay! Naresh punya gebetan cewek yang gue kenal." Bantah Karin.
"Kalau Junot?" Karin tersentak dan memilih mundur karena pemuda yang bertanya itu pemuda yang sama dengan yang bilang padanya.
"Kayaknya gue pernah liat lo berdua. Cuma gue lupa di mana. Di videokah?"
"Mana gue tahu! Udah ah, sana naik ke mobil ntar senior dateng ke sini lagi marah-marah!"
Karin kembali lari, entah temannya itu tahu masa lalunya dengan Junot atau tidak. Yang pasti, Karin suka hidupnya yang sekarang dan tidak pernah ingin kembali ke masa lalu.
"Lo mau di tengah apa dekat jendela?" Tanya Karin saat Junot bersamaan dengannya ingin masuk ke dalam mobil.
"Tengah,"
"Ya udah naik!"
Junot naik ke atas truk yang cukup tinggi itu lalu mengulurkan tangannya untuk Karin.
"Sini gue tarik, truknya tinggi loh Rin."
Karin mengabaikan uluran tangan Junot dan malah memanjatnya, meski kesulitan Karin berhasil duduk di tempatnya.
Karin melirik Junot yang sangat ramah berbincang dengan anggota TNI yang akan membawa kendaraan itu.
Junot tetaplah Junot, ramah dan baik pada setiap orang, pintar, mudah bergaul, dan—
"Rin, elo udah minum obat anti mabuk? Nih gue punya," Karin tersentak begitu Junot berbalik saat ia asik memandangi pemuda itu.
"Enggak. Gue gak mabuk darat kok."
Tampan. Junot selalu tampan di matanya.
🌸🌼🌸
Jarak dari kota Makassar menuju wilayah Malino membutuhkan jarak waktu tiga sampai empat jam, sementara yang di belakang sibuk bercanda dan beryel-yel ria.
Junot dan Karin di depan duduk bersampingan dengan suasana canggung.
"Cowok lo mana Rin?"
"Di jurusannya lah, dia anak pertambangan bukan mesin." Jawab Karin seadanya, Karin merogoh sakunya mengambil permen dan menawarkannya ke Junot.
"Mau ga?" Junot menyambar permen itu dan mengunyahnya.
"Not, Teknik itu keras loh," Ujar Karin tiba-tiba.
Junot menengok.
"Lo khawatir sama gue?"
Bukan rahasia lagi pengkaderan fakultas Teknik itu keras.
Ya tergantung kampus juga.
Banyak kampus lebih mengembangkan mental emotion para mahasiswa barunya, adapula yang masih solid menggunakan cara militer, ada pula yang mengkader berbasis laboratorium.
"Teknik mesin di universitas ini terkenal solid, kompak dan rapi. Makanya banyak yang segan. Tentu karakter yang kayak gitu gak didapatkan dengan mengembleng mental mahasiswanya dengan cara materi semata. Elo pahamkan maksud gue?"
Junot mengangguk.
"Teknik itu keras tapi bukan kekerasan. Gak usah khawatir, ibu gue anak Teknik Karin, beliau sudah bilang jangan takut saat pengkaderan karena karakteristik anak Teknik di bentuk oleh metode kader yang yang baik."
Kini Junot yang meledek Karin.
"Jangan-jangan elo yang takut Rin? Lagian gue denger cowok lo bilang ke yang lain. "Jagain temennya yang cewek yah."" Junot tersenyum Jahil.
"Bang Chan bilang gitu?"
Junot mengangguk.
"Kenapa dia gak nitip elo ke gue? Pasti gue jagain." Gumamnya.
Karin berdecih.
"Cowok gue takut sama lo."
"Gue?" Junot menunjuk dirinya sendiri.
"Takut ditaksir. Rumor lo kenceng banget lagian. Gak kasian lo sama Naresh yang kena imbasnya?"
Junot menggeleng.
"Naresh menikmati kok perannya. Dia juga gak suka di deketin senior genit."
Karin menghela nafasnya.
Semua yang dilakukan Junot sebenarnya bukannya karena candaan semata, ini lebih ke metode mencari aman. Aman dari senior genit yang dimaksudkan, aman dari senior galak karena takut ditaksir, dan aman mendekati Karin tanpa rumor.
Karin tersentak begitu menyadarinya.
"Jangan jadi pengecut Not,"
Junot melirik Karin bingung.
"Elo pakai topeng lagi. Gue gak suka."
-To be continued -
(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPER UMBRELLA
General FictionKepada Karina... Bagaimana aku bertahan dari rindu yang deras jika payung ku hanya payung yang terbuat dari kertas? Setetes dua tetes rindu akan membuatnya robek lalu kemudian hancur. Aku kuyup di bawa hujan rindu. -Junot-