Tok!
Kepala Chan dipukul buku oleh Naya, pemuda itu sejak tadi memberikan tatapan membunuhnya pada Junot yang kini sedang di BEM Teknik bersama beberapa mahasiswa baru lain yang mewakili jurusan mereka untuk rapat.
Ospek Fakultas Teknik memang bukan hanya di dalam kampus saja namun juga di luar kampus yang tanggung jawabnya diserahkan pada Lembaga kemahasiswaan BEM dan tiap Himpunan.
"Kok gue digetok Nay?"
Naya meletakkan tangan dipingganya dan menatap Chan galak.
"Bang Chan ngapain liatin Junot kayak gitu? Naksir? Gak boleh! Nanti saingan Naya tambah banyak!" Omelnya dengan nada menggemaskan.
Chan menghela nafas kasar.
Ya kali naksir dia Nay?
"Sini deh Nay," Chan menepuk tempat duduk di sebelahnya.
"Apaan?" Bingung Naya.
"Lo kenal tuh cowok?"
Naya mengangguk antusias.
"Junot, kelas 1-A Mesin. Orang dengan nilai ujian masuk tertinggi di fakultas kita sekaligus Universitas kita, dia sekarang jadi ketua tingkat, pinter, ganteng, tinggi 180cm, asal daerah—" Chan meletakkan telunjuknnya ke bibirnya sendiri sebagai signal agar Naya berhenti mengoceh.
"Why? Kok nanyain Junot?"
"Dia kayaknya ngincar pacar gue Karin, gue bahkan dapetin pesannya di hp Karin. Dia saingan gue, gue gak akan biarin tuh cowok deket-deketin Karin pas pengkaderan nanti!"
Chan berapi-api, Naya mengedip-ngedip tidak percaya dengan apa yang iya dengar.
"HAHAHAHAHA!"
"Kok ketawa lo Nay?"
"Hahaha, bentar, bentar. Hhhhh ya ampun."
Naya mengatur nafasnya yang tidak teratur karena tertawa tadi, gadis jurusan Arsitektur itu kemudian menepuk punda Chan dan bergeleng-geleng.
"Gak mungkin dia naksir cewek lo Bang Chan,"
"Kok gak mungkin itu mant—"
"Dia Sukanya sama cowok, bukan sama cewek. Paham?" Ujar Naya.
Kini bergantian Chan yang berkedip-kedip bingung dengan apa yang baru didengarnya.
"Ma...maksud lo?"
"Tuh yang sebelahnya, Nareshta, diakui Junot sebagai gebetannya. Itu yang membuat gue patah hati sampai sekarang." Naya memasang ekspresi seolah-olah sedih, sementara Chan masih menganga ditempatnya.
"Se.. serius Nay?"
Naya merangkul Chan.
"Tolong selidiki lagi, dia naksir Karin apa naksir," Naya mendekatkan bibirnya ke kuping Chan dan berbisik.
"Elo Bang Chan."
"HEH? YAKALI WOY!"
"Bisa aja sih." Jawab Naya.
Keduanya menengok menatap Junot yang kini melambaikan tangannya sambil menyengir ke arah Naya dan Chan.
Naya tersenyum dan membalasnya riang sedangkan Chan rasanya mau lari.
"Tuh didadain elo sama Junot."
"TIDAKKKKKKK!!!!"
🌸🌼🌸
Junot mencatat apa saja yang harus dibawa saat pengkaderan nanti di papan tulis agar bisa disalin teman-temannya.Cekatan, anak pertama pak Wibowo itu bahkan menjelaskan detail tentang pengkaderan nanti.
"Makrab fakultas tempat tinggalnya dibagi perjurusan, malam terakhir nanti baru dikumpulin dengan seluruh jurusan lain di Teknik. Katanya beberapa rumah di daerah Lembanna Malino sudah di sewa dan dipinjamkan. Jurusan mesin dibagi jatah dua rumah dengan panitia."
Junot kemudian melirik Karin.
"Tidak seperti Arsitektur dan Sipil yang punya banyak Maba perempuan jadi rumahnya dipisah. Kita cuma punya satu Maba perempuan jadi digabung, kalaupun Karin risih katanya bisa tidur sama kak Naya arsitektur, kebetulan akomodasi kita sebelahan nanti."
Seluruh penjuru kelas menatap Karin yang bukannya terlihat takut, malu atau tegang. Ia malah terlihat santai. Sudah Karin duga jika ia akan jadi satu-satunya perempuan di jurusannya dan itu sama sekali bukan masalah.
"Enggak, gue bareng kalian aja." Responnya.
"Hahaha Karin mah bukan cewek Not, dia pasti gak risih. Lagian kita juga gak berani macam-macam sama dia, pertama Karin galak, kedua cowoknya galak. Lo hadepin aja tuh Bang Chan anak Tambang, gue sih ngeri."
Shafik teman satu jurusan Karin dan Junot yang lain ikut tertawa dan mengiayakan. Sedangkan respon Karin datar, Junotpun hanya bisa menggaruk tengkuknya dan kembali kursinya.
Junot berhenti di dekat bangku Karin dan melirik perempuan itu sekilas.
"Apa?" Tanya Karin.
"Ck, elo cewek. Pokoknya elo nginep di tempat anak Arsitektur kalau malam. Gue ketua angkatannya, keputusan gue tidak bisa diganggu gugat."
Junot tahu Karin biasa bergaul dengan pria, bahkan seluruh temannya saat SMA adalah Pria tapi bagaimanapun Karin adalah perempuan.
Junotpun yakin Karin hanya pura-pura tidak risih.
"Hm, ya udah." Balas Karin singkat sembari menatap punggung lebar Junot yang perlahan menjauh dari tempat duduknya dan berkata dalam hati...
Terimakasih Junot.
"Baik banget sih ketua angkatan kita sama elo," Colekan dipundak Karin membuat gadis itu berbalik.
"Kalian kenal sebelumnya? Atau satu SMA?"
Deg..deg...!
Karin menggigit bibir dalamnya. Jantungnya berpacu hebat, mungkinkah teman sekelasnya ini pernah melihat love tapenya dengan Junot?
"E...enggak. Gue gak kenal, gue gak satu SMA atau apapun itu, kita baru ketemu pas ospek." Jawaban gugup dan cepat Karin malah membuat teman di belakangnya mengusap-usap dagu ragu.
"Tapi kayaknya gue pernah liat lo berdua. Cuma gue lupa di mana. Di videokah?"
-To be continued -
(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPER UMBRELLA
General FictionKepada Karina... Bagaimana aku bertahan dari rindu yang deras jika payung ku hanya payung yang terbuat dari kertas? Setetes dua tetes rindu akan membuatnya robek lalu kemudian hancur. Aku kuyup di bawa hujan rindu. -Junot-