Bab 1 | Pentingnya Sebuah Komunikasi

1.6K 70 45
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

"Komunikasi adalah hal utama yang harus ada dalam sebuah hubungan rumah tangga."

▪▪▪

Dipertemukan, dipersatukan, dan disandingkan dengan seseorang yang mencintai dan dicintai dalam sebuah hubungan pernikahan adalah hal yang sangat membahagiakan. Tapi tidak semua orang mendapatkan apa yang diinginkan. Ada kalanya kenyataan hidup menentang dan saling bertolak belakang. Tak ada satu orang pun manusia yang mampu melawan kehendak Sang Khalik, Tuhan Semesta Alam. Dia memberikan apa yang menjadi kebutuhan hamba-Nya bukan apa yang diinginkan hamba-Nya. Maka bersyukur adalah kunci utamanya.

"Apakah ada yang bisa saya bantu?" tanyanya pada sang suami yang kini tengah duduk di sofa dengan sebuah laptop berada di atas pangkuan.

Laki-laki itu menoleh sekilas ke arah sang istri yang kini masih betah dengan posisi berdiri. "Enggak, mending loe duduk aja sini temenin gue."

Perempuan dengan balutan gamis khas rumahan itu mengangguk dengan ragu dan segera duduk di sofa kosong samping suaminya.

"Bagaimana jika saya membuatkan kopi?" tawar Shandra yang duduk dengan hati resah dan gelisah. Rasa canggung masih sangat jelas perempuan itu rasakan.

Jari-jemari Farhan yang menari di atas keyboard laptop seketika terhenti. "Terserah loe aja," ucapnya dan kembali fokus menatap sejumlah pekerjaan yang sedang dia selesaikan.

Begitulah hubungan rumah tangga sepasang kekasih halal itu. Walau masih terbilang pengantin baru tapi di antara keduanya seperti ada sekat tinggi dan besar yang menghalangi. Hanya sebatas obrolan singkat saja keduanya terlibat perbincangan.

"Silakan diminum," kata Shandra setelah segelas kopi dia suguhkan kepada suaminya.

"Thanks," sahut Farhan.

"Saya harus ke kafe besok pagi. Saya harap kamu mengizinkan," tutur Shandra dengan kepala tertunduk. Dia takut sang suami tidak memberikan izin.

Selama statusnya berubah menjadi seorang istri dia tidak lagi berkecimpung di dunia bisnis. Namun, tadi staf-nya memberitahu bahwa ada sedikit kendala yang harus dia tangani sendiri.

"Ok," singkatnya tanpa mau repot-repot melihat ke arah sang istri.

"Terima kasih," ujar Shandra.

Tanpa sepasang suami istri itu ketahui ada empat pasang mata yang tengah memonitor gerak-gerik keduanya.

"Hubungan mereka masih datar-datar aja. Padahal pernikahan mereka udah satu bulan," adu wanita paruh baya dengan sendu bernama Sekar, ibunda Shandra.

"Bersabarlah. Mereka masih dalam tahap pengenalan satu sama lain," sahut sang suami yang berada di sampingnya. Rahman, begitulah nama laki-laki yang masih terlihat gagah di usianya yang sudah mulai menua.

"Ya, tapi mau sampai kapan?"

"Sudahlah, biarkan saja mereka menyelesaikan persoalan rumah tangganya sendiri," ujar Rahman.

Sekar mendengus kasar. "Kalau kaya gini terus kapan kita bisa dapet cucu!" katanya dan berlalu begitu saja.

Rahman tersenyum simpul mendengar gerutuan dan keluhan istrinya. Dia pun menginginkan hal yang sama seperti sang istri namun apa boleh buat jika pada kenyataannya harapan itu belum bisa terealisasikan.

"Sudah malam, sebaiknya kalian segera istirahat," tutur Rahman menghampiri putri dan menantunya.

"Baik, Pah," sahut Shandra begitu sigap dan patuh dengan titah yang diberikan oleh ayahnya.

Bismillah, Aku Memilihmu || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang