Bab 4 kecupan pertama

305 8 7
                                    

Disinilah dia di rumah baru yang begitu menyenangkan meski ini sering disebut orang adalah pesantren dimana semua orang terlihat alim dan baik baik. Fiqa masuk pesantren hanya untuk menghindari kedua orangtuanya saja, sepanjang hari fiqa selalu saja pulang larut malam dan ujung ujungnya diceramahi oleh orangtuanya.

Tapi kini itu tidak akan terjadi sekarang dia sudah ada dirumah asing yang namanya pesantren, dia bebas bisa melakukan apa saja yang ia mau tanpa diketahui oleh orangtuanya. Tapi sayangnya itu hanya pikiran fiqa, dan saat ini lah dimulai masa kehidupannya dipesantren.

"Lagi ngapain nih ngumpul ngumpul kaya gini." ucap fiqa kepada segerombolan santriwati yang sedang menunggu giliran masuk ke kamar mandi.

"Udah tau lagi ngantri masuk kamar mandi pake tanya lagi." ucap tuti ngengas kepada fiqa.

"Biasa dong lo ngomongnya, lo ada masalah apa sama gue hah." tanya fiqa kesal, dia tanya baik baik eh malah disambut dengan perkataan yang tidak baik.

"Lah emang ada yang salah dari perkataan aku barusan." jawab tuti santai, beberapa detik kemudian pintu kamar mandi terbuka tanpa menunggu waktu lama fiqa langsung masuk, tampak semua orang marah dan menggedor gedor pintu kamar mandi, tapi nyatanya yang dimarahi malah santai didalam kamar mandi berlama lama.

Setelah setengah jam didalam kamar mandi fiqa keluar dan disana sudah tidak ada siapa siapa lagi, entah pada kemana mereka semua.

Kini fiqa sudah memakai baju yang begitu longgar dengan celana yang sobek sobek dan rambut yang terurai sedikit basah.

Fiqa berjalan dengan santainya tanpa memerhatikan sekitarnya. Ia berjalan jalan disekitar pesantren dengan gagahnya sambil menenteng jaket kulinya.

Tanpa disadari kedua mata fiqa melihat sosok pria yang ia temui kemarin, tanpa ragu sedikit pun ia berjalan mendekati pria itu. Fiqa langsung memutar balikan badan pria itu dan tanpa diduga fiqa langsung mengecup bibir merah pria itu tak lain adalah afal.

Afal langsung mematung tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dalam pikirannya kini sudah campur aduk antara ia harus marah atau ini anugrah.

Padahal disisi lain kedua bola mata ajwa tidak sengaja melihat mereka berdua berciuman, ajwa yang sedang membawa makanan untuk afal pun langsung terjatuh begitu saja.

Afal yang melihat itu langsung melirik kearah ajwa dan mencoba ingin mengejarnya namun wanita ini malah menghalanginya.

"Mau kemana sih lo, udah disini aja." ucap fiqa tersenyum sambil memegang sebelah tangan afal.

"Kamu tau wanita yang nangis barusan itu siapa hah." ucap afal marah, afal kesal dengan wanita ini dengan entengnya dia mengecup bibir afal yang masih perjaka dan kini bibirnya sudah jadi duda.

"Ya gue gak taulah, emang dia siapa palingan babu lo kan." ucap fiqa tidak perduli, yang ia perdulikan hanyalah keinginannya saja.

"Yang barusan kamu sebut sebagai babu itu calon istri saya." ucap afal dengan nada ngengas.

"Oh calon istri lo." ucap fiqa dengan entengnya "makanya kalau cari istri itu yang cantik, kaya gue." ucap fiqa dengan percaya diri.

"Gara gara kamu, bibir saya sudah tidak perjaka lagi dan kamu harus tanggung jawab." ucap afal kesal.

"Abisnya bibir lo menggoda sih dari kemarin, tapi sayangnya gue baru sekarang ngerasainnya." ucap fiqa tanpa merasa bersalah sedikit pun.

"Dasar wanita gak tau malu, jauhin saya dan jangan dekat dekat lagi dengan saya." ucap afal tegas.

"Yaelah tenang aja kali, gue juga baru kali ini cium orang, lagian cuma bibir lo kok yang pernah ada dibibir gue." ucap fiqa menaikkan satu alisnya keatas sambil meninggalkan afal, sedangkan afal sedang mengumpat dalam hatinya.

'Dasar wanita murahan, maen cium cium bibir orang seenaknya setidaknya kalau dia mau cium bibir saya bilang bilang dulu kek biar bisa mempersiapkan diri.' batin afal.

Dengan secepat kilat afal pergi untuk menemui ajwa, dia takut kalau ajwa akan membatalkan pernikahan kami.

Setelah sampai di rumah kakek aziz, afal melihat ajwa sedang menangis sesegukan sambil memeluk kakeknya.

"Assalamu'alaikum." ucap afal sambil masuk kedalam rumah.

"Wa'alaikumsalam." ucap kakek aziz melirik kearah belakang dan nampak disana afal dengan raut wajah bersalah.

"Mm.. kek apa boleh saya berbicara empat mata sama ajwa." ucap afal langsung to the point ingin menyelesaikan masalah mereka berdua dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

"Yasudah kalau begitu kakek masuk dulu." ucap kakek aziz, langsung berdiri pergi meninggalkan afal dan ajwa berdua diruangan yang terbuka agar tidak menimbulkan fitnah.

"Mau ngapain kamu kesini." ucap ajwa dengan nada yang masih sesegukan.

"Saya mau jelasin kesalah pahaman barusan." ucap afal serius sambil menatap ajwa yang masih menunduk.

"Gak usah dijelasin, toh semuanya sudah jelaskan." ucap ajwa menatap afal dengan penuh kemarahan.

"Sebaiknya kita batalkan saja pernikahan ini." ucap ajwa gugup, dia sudah tidak tau harus berbicara apa lagi kepada afal rasanya hati ajwa sudah benar benar sakit.

"Dengerin saya dulu ajwa, yang kamu lihat tadi itu." jeda afal beberapa detik "itu tidak seperti yang kamu fikirkan." ucap afal menelan saliva dengan susah payah "saya mohon jangan batalkan pernikahan ini, lalu bagaimana dengan perasaan kakek dan kedua orangtua saya kalau sampai mendengar kamu membatalkan pernikahan ini." ucap afal dengan nada memohon, untuk pertama kalinya afal memohon kepada seorang wanita seperti ini.

"Jadi kamu memohon seperti itu karena perasaan keluarga kamu lalu bagaimana dengan perasaan ku saat melihat calon suaminya sendiri berciuman didepannya secara langsung apa itu pantas?." jawab ajwa dengan air mata yang sudah mengalir dipipinya.

"Saya ngerti perasaan kamu bagaimana ajwa, tapi saya mohon untuk kali ini jangan batalkan pernikahan ini, kamu boleh marah, benci atau mau hukum saya itu terserah kamu, asalkan kamu jangan batalkan pernikahan kita." ucap afal dengan nada memohon.

Ajwa hanya diam tidak bergeming sama sekali. Hatinya bimbang antara harus bertahan atau tinggalkan. Sedangkan luka dihatinya sangat sulit untuk disembuhkan.

"Saya mohon kasih saya waktu untuk memikirkan semua ini, lebih baik anda keluar dari rumah ini." ucap ajwa tegas, kali ini ajwa ingin memikirkan dengan matang matang keputusan nya agar tidak terulang kembali kejadian seperti ini.

"Saya mohon kasih saya kesempatan satu kali lagi, saya janji saya tidak akan mengulangi hal itu lagi." ucap afal menatap ajwa dengan serius, kali ini afal benar benar berbicara dari hatinya.

"Apa ucapan saya kurang jelas, saya bilang saya butuh waktu untuk memikirkan semua ini, jadi tolong saya mohon sama kamu keluar dari rumah ini sekarang juga." ucap ajwa masih dengan nada ramah.

"Baiklah kalau memang itu keputusan kamu, saya tunggu secepatnya jawaban kamu." jeda afal beberapa detik "kalau begitu aaya permisi dulu, assalamu'alaikum." ucap afal melirik kearah ajwa sebentar dan langsung pergi meninggalkan rumah kakek Aziz.

"Wa'alaikumsalam." ucap ajwa menatap punggung afal dengan tatapan sendu.

Untuk pertama kalinya ia jatuh cinta dan untuk pertama kalinya juga ia tersakiti. Cinta memang banyak konsekuensinya.

****

Alhamdulillah bisa update lagi cerita ini..😂

Jangan lupa vote sama komen ya..
😊

Cinta Seorang SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang