Four Brothers (B4) - Chapter I.1

646 26 14
                                    

Hi... ini tulisan pertama saya di Wattpad. Akan di-update 3 kali dalam seminggu.

Semoga kalian suka, selamat membaca (^o^)9  

Oh iya... Cerita ini memang original hasil karya saya sendiri, tapi pic ilustrasinya semua saya comot dari berbagai sumber di google (teehee). Kalau ada yang keberatan, silahkan infokan di kolom komen, akan saya hapus jika memang melanggar hak cipta.

Terimakasih ^_~)/

_______________________________ 

Catatan Harry - Part 1.1

"Loh? Hei..."

Kak Yuan berjongkok di hadapanku dengan kening yang berkerut bingung.

"Harus rapi dong, Harry. Masa' rambutnya sampai nutup mata begini? Nanti dimarahi guru loh," katanya sambil menyingkirkan rambut yang sengaja kusisir menutupi mata kananku.

"Tapi kalau ada yang lihat mataku, nanti aku dikatain aneh lagi," keluhku setengah memelas.

Kak Yuan tersenyum sambil mengusap rambutku dengan lembut. "Nggak apa-apa. Pokoknya yang paling penting senyum yang lebar, sapa dengan ceria. Kalau kamu nggak menyukai dirimu sendiri, orang lain juga nggak akan menyukaimu. Katakan pada mereka, nggak ada yang salah dengan dirimu, nggak ada yang aneh dengan matamu. Nanti pasti banyak yang mau jadi temanmu, OK?"

Aku terbangun sekitar jam 6 pagi hari ini, dan suara kendaraan dari luar sana menjadi suara pertama yang masuk ke ruang dengarku. Mimpi masa kecil itu muncul lagi. Saat baru meninggalkan Jakarta dan pindah ke kota ini, aku memang bertekad akan menemukan teman sebanyak-banyaknya. Makanya hari itu, kupikir aku harus menyembunyikan keanehan warna mataku. Soalnya, entah bagaimana mata kiriku berwarna cokelat dan mata kananku berwarna biru. Perbedaan warnanya terlalu mencolok. Aku takut dianggap aneh.

"Ah... sudahlah, bikin bad-mood saja."

Aku beranjak dan melangkah malas ke luar kamar. Tempat tidur di sebelahku sudah kosong, sepertinya Yogi sudah bangun lebih dulu. Yogi mempunyai saudara kembar yang tak pernah merasa nyaman berada di dekatnya, kak Yoga. Dia lebih memilih untuk berbagi kamar dengan kak Yuan – anak sulung di rumah ini. Kamar mereka berada tepat di seberang kamarku dan Yogi.

"Harry, sudah bangun? Yogi lupa lagi menyetrika pakaiannya, tolong bantu dia," kata kak Yuan setelah melihatku muncul di mulut pintu kamar. Seperti biasa, pagi ini pun ia masih tergesa-gesa memasak sarapan.

Aku melangkah malas ke arah seragam sekolah Yogi di atas meja setrika.

"Si Yogi itu memang keterlaluan. Dia yang mau sekolah kenapa aku yang repot? Sebenarnya siapa yang anak bungsu sih?"

"Yoga, setelah selesai dengan itu, cepat bantu Yogi di bawah. Kita hampir telat." Kali ini kak Yuan memberi perintah pada kak Yoga yang baru saja selesai mencuci piring. Ia segera mengelap tangannya dan masih menyempatkan diri berbisik padaku.

"Setrika saja sembarangan. Nanti Yogi jadi kebiasaan kalau pekerjaannya terus dibantu," gumamnya saat melewatiku menuju arah tangga.

Aku tidak menjawabnya, tapi dalam hati aku meng-iya-kan. Bahkan aku berniat untuk menumpahkan saos tomat ke seragam putih itu, supaya lain kali Yogi tidak akan membiarkan siapapun lagi menyetrika pakaiannya.

Inilah rumahku. B4 (baca: Bi-four) – nama cafe keluarga di lantai satu rumah ini. Memang hanya cafe kecil yang menyediakan aneka minuman. Tapi akhir-akhir ini sepertinya usaha kami lumayan maju. Atas permintaan pelanggan, kak Yuan memutuskan untuk menambah menu dengan beberapa jenis makanan cepat saji. Makanya setiap pagi kami jadi lebih sibuk dari biasanya, karena harus menyiapkan bahan-bahan dasar untuk menu makanan dan beres-beres rumah. Ditambah lagi, si Yogi yang tak pernah sadar dan bertanggung jawab dengan tugasnya sendiri. Padahal, karena kami tinggal tanpa orang tua, di rumah ini sudah ada pembagian tugas masing-masing.

Imperfection [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang