Part 3

32 1 0
                                    

"Antarkan ini Uyaina." Pinta Aminah seraya memasukkan kue kecil pada kotak yang bertuliskan Aina's Cake.

Iya, Aminah memiliki usaha kue dan catering. Semenjak sang suami meninggal 10 tahun lalu, ia membuka usaha kecil-kecilan untuk memenuhi kebutuhan hidup dia dan kedua anaknya, Uyaina dan Arfa'. Dan hasil dari usaha cake serta catering, sudah lebih dari cukup untuk sehari-harinya.

"Iya, Bunda. Antar kemana?" Tanya Uyaina seraya membantu Aminah mengemasi kuenya.

"Antarkan pada, Tante Yosi, Mbak Nani, dan tetangga baru kita yang rumahnya ada di ujung jalan tuh." jelas Aminah dengan ramah.

"Tetangga baru? Siapa, Bun."

"Ummi Amidah, baru pindah dari Surabaya. Sekalian nanti kenalan." Tutur Aminah dengan memberikan 3 kotak kue yang ukurannya berbeda, tepatnya dua sedang yang biasa di jual, yang satu lagi lebih besar.

"Bun, kenapa ukurannya berbeda?" Tanya Uyaina untuk mendapatkan jawaban dari keganjalannya.

Aminah tersenyum, lantas berkata,"Uyaina, yang dua ini milik tante Yosi dan Mbak Nani, mereka memesannya. Lah, yang satu ini milik Ummi Amidah, Bunda memberikannya sebagai tanda ucapan sebagai tetangga baru. Nanti titip salam untuknya ya."

Uyaina tersenyum setelah mendengar penjelasan dari Aminah.

"Iya, nanti Uyaina sampaikan Bun. Ya sudah, Uyaina berangkat. Assallammualaikum." Pamitnya seraya mencium punggung tangan Bundanya dengan lembut.

"Waalaikumsalam. Hati-hati." Jawab Aminah yang diberi anggukan Uyaina.

***

Pov Uyaina

Setelah mengantarkan pesanan tante Yosi dan Mbak Nani, kini tinggal mengantarkan kue pemberian Bunda untuk Ummi Amidah. Cuaca memang terlihat sangat mendukung, tidak terlalu panas. Tentu ini pun masih terbilang pagi.

Hampir 5 menit diriku berjalan, menyusuri jalan, melewati 5 rumah, 2 toko material, 1 pertigaan, dan 1 panti asuhan. Tapi, diriku tidak juga tiba di rumah yang telah Bunda berikan alamatnya padaku.
"Rumahnya yang mana, ya. Kata Bunda rumahnya ada diujung jalan nomor 13C." Ujarku seraya memandangi rumah satu per satu.
Apa mungkin itu, Batinku ketika diriku melihat seorang wanita yang tengah memanjakan bunga-bunga. "Lebih baik kutanyakan."

"Assallammualaikum, Mbak." Sapaku padanya.

Wanita itu yang mendengar akan sapaanku, tersenyum. Ditinggalkannya aktifitasnya, lantas menuju ke arahku.

"Waalaikumsalam, ada apa ya Mbak." Balasnya lembut, bahkan sangat lembut.

Wajahnya cantik dan meneduhkan. Tuturnya lembut, mencerminkan hatinya. Jilbab yang dikenakannya pun menggambarkan bahwa dia seorang wanita yang sholehah.

"Mbak," panggilnya yang membuatku tersadar kembali. Auranya bahkan membuat diriku lupa akan tujuanku ke sini.

"Astaghfirullah, iya Mbak. Emm, maafkan saya ya. Begini, apa benar rumah Mbak ini nomor 13C." Tanyaku.

"Wah, iya betul Mbak. Ayo Mbak, masuk." Jawabnya dengan masih tersenyum.

Wanita ini memang benar-benar ramah.

"Silahkan duduk, Mbak." Titahnya yang hanya kubalas dengan senyuman dan anggukan.

Wanita itu ikut duduk didepanku dengan meja bundar yang menjadi pemisah. Dan entah kapan datangnya, didepanku sudah tersaji secangkir teh manis.

"Kenalin, saya Uyaina, Mbak. Yang tinggal di dekat pertigaan ujung sana." Ujarku memperkenalkan diri.

"Oh ya, saya Aqila."
"Anak dari Ummi Amidah, kah." Tebakku.

"Iya betul, kamu tahu?"

"Bunda yang telah memberitahuku, dan ini ada sedikit kue dari Bunda untuk kalian sebagai tanda untuk menyambung silaturrahmi sebagai tetangga baru disini. Dan Bunda juga titip salam untuk Ummi Amidah." jelasku seraya menyodorkan kue padanya.

"Alhamdulillah, terima kasih Uyaina ini pasti lezat, buatan Bunda Aminah, kan." Tuturnya.

"Iya, tapi...dimana Ummi?"

"Ummi tidak ada di rumah. Kebetulan Ummi sedang ikut pengajian bersama suamiku." Jawabnya.

Ternyata Aqila sudah memiliki suami. Betapa beruntungnya lelaki itu, mendapatkan istri sebaik Aqila.

"Wah, sudah punya suami ternyata." Godaku.

Dia tertawa kecil sambil menunduk. Mungkin dia sedikit malu.

"Alhamdulillah, kamu?"

Diriku tersenyum kikuk.
"Belum Mbak. Mungkin jodohku masih dalam perjalanan."

Dia terkekeh setelah mendengar jawabanku.
"Bersabar saja, dia pasti datang. Dan penantianmu itu akan segera terbayar. Wanita secantik dan sebaik kamu, tidak akan ada yang menyia-nyiakan. Percaya lah. Berdoa saja." Ujarnya lembut.

Apa yang dikatakannya memanglah benar. Bersabar dan berdoa itu lah kuncinya. Dan perihal lelaki yang telah berhasil mencuri perhatianku itu, entah lah kemana. Biar Allah yang memberi jalan. Entah bertemu ataukah tidak.

Semoga saja, Mbak. Batinku.

***

"Cinta Itu tumbuh dengan sendirinya, dan cinta datang tanpa di undang"
.
.
.
"Cinta itu jelmaan. Jelmaan? Yah, cinta itu jelmaan."
.
.
.
"Pantaskan dirimu untuk menyambut jodoh mu dengan baik, perbaiki dirimu untuk memantaskannya"
.
.
.
Thank's
😍

Dua HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang