🦋 5 🦋

138 18 15
                                    

JEMARI Nada terus bergerak lincah di atas papan ketik, matanya yang sipit terlihat semakin kecil karena sepertinya kantuk sudah menguasainya. Ia melirik jam digital di layar laptop kesayangannya. Sudah pukul sebelas malam.

"Akhirnya selesai," ucap Nada sambil menguap dan merenggangkan tubuhnya. "Awas aja kalau ditolak lagi sama kepala sekolah."

Nada kembali fokus pada layar laptop dan berselancar pelan, kemudian tiba-tiba ia berkata, "Tamat. Udah gue kirim ke Ardo, udah gue masukin flashdisk. Tinggal Ardo kasih ke kepala sekolah besok. Kelar deh tugas gue."

Dengan secepat kilat, ia merapikan laptop dan segera berlari ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok giginya, ritual yang harus selalu ia lakukan sebelum tidur.

Setelah selesai, ia menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur dan mengambil ponsel yang sejak tadi ia taruh di dekat bantal. Ritual lain sebelum tidurnya adalah memeriksa semua sosial media dan pesan yang masuk untuknya.

Ketika membuka obrolan di grup kelas, senyum Nada luntur seketika. Di sana terpampang jelas nilai hasil kuis fisika kemarin, dan hasilnya sangat mengecewakan bagi Nada. Ia hanya mendapat nilai 87 di saat Nino mendapat nilai 95.

Ia menggigit bibirnya, berpikir. Badannya yang sudah siap tidur kembali terbangun, ia mengetuk dagu dengan jarinya. Posisi Nino saat ini benar-benar bagus, ia bisa mengalahkan Nada dengan mudah. Apalagi di pelajaran fisika dan kimia.

Harus Nada akui bahwa Nino memang menang di dua mata pelajaran yang menjadi kelemahannya. Ia tidak menyangka jika Nino benar-benar sepintar itu. Meskipun mereka tidak pernah sekelas sebelumnya, Nada memang sering mendengar gosip tentang Nino, cowok pujaan sekolah.

"Kalau gini caranya gue bisa kalah dari Nino," bisik Nada pelan, ia menggumam. "Gue harus benar-benar bikin strategi buat ngancurin Nino."

Kepalanya terasa pusing, ia menjatuhkan diri di tempat tidur lagi. Ia harus mengalahkan Nino, tapi tidak dengan cara yang buruk. Tidak ada kemenangan yang benar jika didapat dengan cara buruk. Namun, dengan cara apa?

"Haaaa, bisa gila gue kayak gini," katanya sambil menutup wajah dengan bantal. "Nino ngeselin! Gue bakal hancurin lo, gimana pun itu!"

★ ★ ★

Nino tidak habis pikir kenapa Nada bisa begitu membencinya. Seingat dia, sejak dulu, Nada selalu menghindarinya terus menerus. Wajah manisnya akan mendadak begitu pahit ketika bertemu dengan Nino. Kalimat santunnya akan hilang begitu bicara dengan Nino. Padahal, ia tidak pernah berbuat kesalahan pada cewek itu.

Memang, dulu ia sangat sering mengerjai Nada. Ia sering menyembunyikan sepatu, tas, jepitan, atau kotak bekal makan siang Nada. Bukan sekali dua kali juga ia menarik rambut ikal Nada hingga cewek itu menangis. Hanya saja ia melakukan itu karena gemas dan ingin bermain dengan Nada yang selalu jutek.

Sekarang, tanpa ia ketahui alasannya lagi, Nada mengajaknya untuk bicara empat mata di taman belakang istirahat nanti. Dahi Nino berkerut sangat saat mendengar ajakan Nada yang sangat aneh.

Sepanjang pelajaran pertama dan ke dua, Nino tidak bisa berkonsentrasi karena bingung dengan sikap Nada yang sangat kalem dan tenang padanya. Bahkan tidak ada tatapan sinis atau ocehan kasar dari bibir tipis cewek itu.

"Serius lo kesambet apa?" tanya Nino saat bertemu dengan Nada di taman sesuai permintaan cewek itu.

Nada tidak langsung menjawab pertanyaan Nino, ia berjalan duduk di sebuah kursi, memberi isyarat pada Nino untuk duduk di sebelahnya. Nino menuruti Nada dengan cepat, ia benar-benar penasaran dengan apa yang diinginkan Nada sebenarnya.

"Jadi, lo kenapa?" tanya Nino lagi setelah duduk di sebelah Nada.

Nada memejamkan mata, menghela napasnya, seolah akan mengatakan sesuatu yang sangat sulit dikatakan. "Gue," Nada menghela napas lagi, "gue mau ngajak lo—"

"Pacaran?" potong Nino.

Nada membuka matanya dan memelototi Nino kesal. "Lo bisa nggak sih, normal dikit? Mana mungkin gue ngajakin lo pacaran!"

Mendengar perkataan Nada, Nino tertawa keras. Ia mengacak rambut Nada. "Nah, gini baru Nada yang gue kenal. Tadi lo kesambet, ya?"

Dihempasnya tangan Nino dari kepala Nada. "Bisa nggak sih jangan ngacakin rambut atau mainin rambut gue?"

"Nggak bisa," jawab Nino dengan cengiran di bibirnya. "Lo lucu banget kalau diisengin, gue nggak bisa tahan buat nggak ngisengin lo."

Dengan kesal Nada bangun dan menghentak kakinya. Ia memukuli Nino pelan, meluapkan kekesalan dan emosi yang dirasakannya. "Ngeselin banget sih, lo! Lo itu manusia apa bukan sebenernya? Kenapa cuma bikin gue kesel?"

Nino tertawa keras melihat tingkah Nada, ia menghindari pukulan Nada dan berlari menjauh. Tentu saja Nada mengejar cowok itu dengan kesal, apa yang Nada rencanakan tadi buyar sudah. Sekarang ia hanya ingin mengejar Nino dan menghajar cowok itu.

"Udah udah, ampun," kata Nino sambil memegangi perutnya. "Gue capek udah, capek ketawa. Tampang lo kocak banget, Nad."

Nada menghentikan langkahnya. "Lagian lo sih, gue udah serius juga malah lo becandain terus. Bisa nggak sih lo sekali aja serius sama gue? Gue pengin ngomong beneran sama lo kenapa susah banget?"

Setelah mengatakan itu, Nada menjatuhkan dirinya di kursi dan menengadahkan wajah ke atas sambil memejamkan mata.

"Makanya jangan aneh, Nad. Gue nggak biasa ngeliat lo kayak tadi," jawab Nino dengan suara tawa tertahan. Ia duduk di sebelah Nada. "Ya udah serius, nih. Jadi kenapa?"

Nada membuka mata dan memutar tubuhnya menghadap Nino. Ia menyipitkan mata, kesal. "Janji jangan ngeselin lagi?"

Sesaat, tidak ada jawaban dari Nino. Lalu tiba-tiba terdengar tawa keras. "Sumpah lo sok imut banget, gue berasa lagi nonton drama korea terus ceweknya ngasih aegyo ke cowoknya sambil minta sesuatu."

Bibir Nada mengerucut. "Udahlah, nggak guna memang ngomong sama manusia kayak lo. Buang-buang waktu gue aja."

Nada berdiri dan hendak meninggalkan Nino, dalam hatinya merutuk dan mengutuk diri sendiri karena tidak berhasil mengatakan apa yang sudah ia rencanakan sejak semalam.

"Eh, masa beneran ngambek? Lo dari dulu ngambek mulu sama gue, Nad," kata Nino sambil menahan tangan Nada. "Udah duduk dulu sini. Serius mau ngomong apaan?"

"Nggak jadi, males gue. Percuma ngomong sama lo, dari dulj juga lo selalu ngeledek gue."

"Nggak nggak, udah sini. Lo mau ngomong apa?" Nino berdiri dan menarik pelan tubuh Nada, lalu mendudukkan cewek itu di kursi yang tadi didudukinya. "Jadi gimana? Lo mau ngajak gue apa?"

Sebuah tarikan napas panjang dilakukan Nada. Ia memejamkan mata lagi, dalam hatinya menyemangati, sekarang atau tidak sama sekali.

Pelan, Nada membuka mata, dan menatap lurus ke arah Nino. "Gue pengin ngajak lo belajar bareng."

★ ★ ★

Sumpaaaah bab ini ditulis susah payah karena aku kebetulan lagi sakit udah dua hari ini :(

Semoga masih bisa dinikmati sama kalian yaaa.

Anyway, ayo ngobrol. Sejauh ini menurut kalian, gimana Nada dan Nino?

Penasaran sama kelanjutannya? Tunggu minggu depan, yaaaa. Makasihh muahh

xoxox
Tamara

Memoir of Nada [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang