🦋 6 🦋

100 19 12
                                    

"GUE pengin ngajak lo belajar bareng."

Nino tidak dapat menahan keterkejutan dirinya sendiri saat mendengar perkataan Nada. Untuk beberapa saat, ia kehilangan kendali atas dirinya dan seperti orang bodoh yang hanya diam.

Melihat hal itu, Nada mengibaskan tangannya di depan wajah Nino dan bertolak pinggang. "Udah balik ke bumi belum lo?"

Nino mengedipkan matanya beberapa kali, lalu seulas senyum tercipta di bibirnya yang tipis. Ia memandang iris cokelat muda Nada tajam. "Belajar bareng? Buat apa?"

"Namanya belajar bareng ya berarti buat belajar, kan? Ngapain masih lo tanya?" sahut Nada kesal. "Gue heran deh, orang kayak lo kok bisa-bisanya saingan sama gue?"

Suara tawa Nino pecah. "Berarti sekarang gue yang heran karena lo mau aja ngajak orang yang lo anggap nggak pantas saingan sama lo buat belajar bareng."

"Nino!"

"Ya?"

"Jangan putar balik omongan gue!" bentak Nada kesal, berurusan dengan Nino memang hanya akan membuatnya naik darah. Ia menyesali keputusannya untuk bicara pada Nino.

"Jadi, apa alasan lo ngajak gue belajar bareng?" tanya Nino dengan nada serius ketika tawanya sudah selesai. Ia sebenarnya masih sangat ingin meledek Nada, melihat pipi cewek itu memerah karena kesal sebenarnya sangat menyenangkan.

Nada mengangkat bahunya. "Gue tahu lo lemah di matematika, dan gue yakin lo pasti tahu kalau gue lemah di fisika."

"Oh ya? Gue baru tahu kalau lo lemah di fisika. Kok nggak bilang-bilang?" tanya Nino balik, ia menahan tawa dengan susah payah.

Sekuat tenaga Nada menahan omelan lagi dari bibirnya, ia mengibaskan rambutnya ke belakang dan merapikan poni samping kirinya kemudian berkata, "Yaa, gue memang lemah fisika. Nggak bodoh banget, sih, cuma ya nggak sejago lo. Gue jauh lebih suka biologi."

"Yang reproduksi?"

Kali ini Nada tidak bisa menahan amarahnya, ia pun memukuli Nino pelan. "Dasar otak mesum, pikirannya nggak pernah beres! Ngeselin!"

Tawa Nino kembali pecah, ia memang merindukan berbincang dengan Nada dan membuat cewek di hadapannya ini marah. "Iya, iya, becanda gue. Lo apa-apa dibawa serius banget elah."

"Itu bukan becandaan, Nino! Gue beneran pengin jitak lo sampai lo terbang ke Monas! Udahlah, capek ngomong sama lo," putus Nada kesal, ia memukul pundak Nino sekali kemudian memutar badannya dan berjalan meninggalkan Nino sambil mendumal.

"Oke, mulai kapan?" teriak Nino karena posisi Nada sudah cukup jauh darinya.

Nada berbalik dan mengepalkan tanda berhasil di balik tubuhnya. "Besok?"

"Ya udah, besok jam istirahat ke dua di perpus!"

Nada tersenyum, kali ini tulus. "Oke, sampai ketemu besok."

Sesaat Nino terdiam melihat senyum Nada, ia pun berjalan ke arah Nada dan mengacak rambut cewek itu cepat. "Nggak usah besok, nanti juga kita ketemu di kelas."

"Lo tuh memang nggak bisa dimanisin dikit, ya!" omel Nada sambil menyusul Nino dan mengoceh.

Dari kejauhan tampak seseorang tersenyum geli melihat tingkah mereka berdua. Orang itu tertawa dan menggelengkan kepalanya. Bagi dia, Nino dan Nada sangat mirip dalam beberapa hal, itulah yang menyebabkan keduanya tidak bisa akur dan selalu bertengkar.

Sebenarnya ia tidak sengaja melihat dua anak manusia berbeda pemikiran itu tadi saat ia sedang membawa peralatan dari ruang musik ke aula. Namun, pemandangan aneh itu terasa sangat sayang jika dilewatkan dan akhirnya ia pun berhenti untuk mengintip juga mencuri dengar pembicaraan mereka.

Entah hanya firasat atau apa, ia merasa ajakan Nada itu sangat tiba-tiba dan membingungkan. Jarinya pun mengetik pesan di ponsel pintarnya dengan cepat.

Nad, ke ruang osis. Asap.

★ ★ ★

Tring!

Suara ponsel Nada mengagetkan Nada yang baru saja menyuap sepotong besar roti isi cokelat kesukaannya. Dengan kesal, ia membuka ponsel dan menemukan pesan dari Ardo yang memintanya untuk ke ruang OSIS secepatnya.

Nada pun segera menggigit besar rotinya dan berjalan ke arah ruang OSIS. Dia sudah tahu sikap Ardo, jika ketuanya itu mengatakan secepatnya, maka ia harus datang secepatnya. Sesampainya di ruang OSIS, Nada langsung duduk di hadapan Ardo yang sibuk dengan ponselnya lalu melipat tangan di depan dada.

"Astaga Ardo, bisa nggak sih sehari aja lo nggak ganggu ketenangan gue?" tanya Nada sambil memajukan bibirnya.

Ardo tertawa. "Gue cuma mau ngabarin hal penting, Nad."

"Apa?"

"Proposal di-acc, jadi kita bisa cepet atur acaranya sesuai rundown aja sih."

"Udah? Kalau itu doang kan lo bisa chat gue aja, Do. Gue lagi makan, loh, sampai nyangkut nih di tenggorokan roti gue," jawab Nada sambil memegang lehernya, mengisyaratkan bahwa ia tersedak.

"Ada lagi. Tadi gue ngeliat ada dua tersangka terciduk di taman belakang," kata Ardo cepat, menunjukkan ponselnya ke arah Nada.

Pipi Nada langsung bersemu merah melihat foto yang ditunjukkan Ardo padanya. Di sana terlihat jelas sosoknya dan Nino yang sedang duduk bersebelahan.

"Ardo! Lo dapet dari mana?"

"Dari mana, ya?" tanya Ardo sedikit meledek. "Intinya lo udah gencatan senjata sama dia?"

Nada menggeleng. "Nggak ada tuh namanya gue gencatan senjata sama si manusia tengil."

"Terus itu apa?"

"Kata lo kan gue harus cerdas, fokus sama tujuan gue buat ngancurin Nino sampai jadi serpihan," jawab Nada. "Dan itu rencana gue."

Perkataan Nada hanya dijawab anggukan oleh Ardo. "Nad, kalau cewek sukanya jaket atau sweater?" tanya Ardo tiba-tiba.

"Tergantung."

"Kalau lo?"

"Gue suka sweater, sih. Lebih nyaman dipake, kenapa?"

Ardo menjentikkan jarinya, lalu memberikan Nada ponsel miliknya yang sudah terpampang beberapa model sweater. "Bagus mana? Pink atau biru langit?"

"Biru langit!"

"Oke, thanks, Nad."

Nada memperhatikan Ardo yang menjauh darinya dan kembali sibuk dengan ponsel di tangannya. "Lo mau beliin cewek?"

Ardo mengangguk.

"Siapa?"

"Rahasia."

"Kenalin dong sama gebetan lo," ledek Nada tiba-tiba. Ia tidak pernah melihat Ardo sebegitu perhatiannya tentang hal yang disukai cewek sampai menanyakan itu pada Nada.

Ardo menggeleng. "Urusin dulu tuh si Nino, baru kepoin gue."

Mendengar jawaban Ardo, Nada mengerucutkan bibirnya. "Dasar pelit. Lihat aja nanti gue bikin gosip di sekolah," kata Nada sambil berjalan ke luar ruang OSIS.

"Pengumuman pengumuman, ketua OSIS kita yang jomlo lagi ngebet mau punya pacar," teriak Nada kencang sambil berlari begitu Ardo hendak menghampirinya.

"Ketua OSIS kita nggak bakal jomlo lagi, akhirnyaa. Setelah jomlo menahun," ledek Nada sambil terus berlari.

"Nad, dasar mulut bawel ya!" jawab Ardo yang terus mengejar Nada yang tertawa.

★ ★ ★

Memoir of Nada [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang