"NINO awas kamu, ya!" pekik seorang anak kecil berusia tujuh tahun dengan plester di dahi kiri dan rambut panjang yang diikat dua. Ia berlari mengejar temannya yang berada tidak jauh darinya.
Temannya itu menertawainya, lalu berlari menjauh. "Nada kayak orang jahat, ngomel terus, sini kejar Nino kalau bisa!"
Anak kecil yang dipanggil Nada itu merengut kesal, air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya dan bibirnya mulai mengerucut. Hanya dalam hitungan ti—
"Mama, Nino nakal! Nino tarik-tarik rambut Nada sampai rusak nggak rapi lagi," rengek Nada sambil menangis kencang dan mengusap matanya berulang kali.
Nino terdiam, menghampiri Nada, lalu mengulurkan tangannya. "Sini Nino bantu Nada hapusin air mata Nada. Jangan nangis, ya, Nada. Nanti Nada jadi jelek."
Anak kecil dengan topi terbalik di kepalanya itu mengusap air mata Nada dengan perlahan. Lesung di pipi kirinya terlihat ketika ia tersenyum. "Udah, ya. Jangan nangis lagi, oke? Nanti Nino nggak bisa gangguin Nada lagi."
Nada yang masih terisak hanya diam sambil terus merengut, ia menghapus air matanya sendiri lalu berkata, "Nino nakal, Nada nggak suka. Nada nggak mau temenan sama Nino."
Sebuah ekspresi sedih ditunjukkan oleh Nino. Ia berlutut dan mengulurkan tangannya pada Nada. "Kalau Nada nggak mau temenan sama Nino nggak apa-apa. Kita musuhan aja. Nino juga nggak mau temenan sama Nada, kok. Nino cuma mau gangguin Nada."
Setelah mengatakan itu, Nino tertawa keras sambil berlari. Tentu saja anak laki-laki itu juga mencubit pelan pipi Nada yang hanya bisa kembali menangis karena sikap Nino.
Sejak itu Nada menganggap bahwa Nino adalah musuh terbesarnya. Orang yang tidak akan pernah ia perhitungkan sebagai bagian masa depannya yang harus indah.
🦋🦋🦋
KAMU SEDANG MEMBACA
Memoir of Nada [ON HOLD]
Teen FictionBagi Nada, hanya ada dua hal yang menjadi tujuan hidupnya dan selalu dipegangnya erat. Pergi ke Praha bersama adik-adiknya, dan menjadi mahasiswa salah satu universitas negeri di Bandung dengan jurusan rekayasa pertanian. Sayangnya, mimpi itu teranc...