Angin bertiup amat pelan. Terpaannya yang lemah hanya bisa menggoyangkan dedaunan di pucuk-pucuk pohon kersen, yang tumbuh tak beraturan di pinggir Talaga Remis. Jauh diatas sana, bias sinar bulan terlihat begitu indah menghiasi kisi-kisi langit yang bermandikan cahaya purnama. Bayangannya jelas terlihat di permukaan telaga yang tengah penuh, hingga menggambarkan keindahan bulan yang begitu jelas.
Di pinggir telaga, di gazebo yang banyak memadati lembah berumput itu, temaram malam menyiratkan raut romantis yang mendamaikan hati bagi mereka yang sedang menjalankannya. Sementara di sana, tepatnya di sebelah barat, tampak ramai orang yang sedang berjualan dengan menyajikan berbagai macam makanan seperti wedang jahe, kacang rebus, jagung rebus dan jagung bakar, dan masih banyak lagi.
Sementara Aqila dan ketiga sahabatnya hanya duduk sembari menyantap makanan yang mereka beli tadi. Sesekali mereka mentertawakan pasangan yang sedang berada di dekat telaga sambil menatap geli mereka karena laki-laki tersebut mencoba menggombali pacarnya namun hasilnya tidak sesuai dengan yang di harapkan dan perempuan itu merasa kesal dan malu karena tau Aqila dan ketiga sahabatnya sedang memperhatikan perilaku pacarnya yang tidak jelas itu.
"Haha.. ngenes deh jadi cowoknya." kata Aisyah sambil memakan jagung bakar yang dibelinya tadi.
"Lebih ngenes mana Syah sama kita?" timpal Zahra, kemudian di susul tawaan ketiga sahabatnya.
Mereka bertiga adalah sahabat Aqila sejak SD. Namun Aqila lebih percaya ke pada Laila ketibang dengan kedua sahabatnya yaitu Aisyah dan Zahra. Bukan maksud Aqila untuk membanding-bandingkan sahabatnya sendiri. Namun Aqila merasa bahwa Laila-lah yang paling mengerti Aqila. Sementara Aisyah dengan Zahra selalu tidak bisa mengontrol jika ada suatu rahasia yang harus di tutupi. Maka dimana ada masalah disitu ada Laila yang selalu memberi masukan dan pengarahan kepada Aqila. Sahabat-sahabat Aqila adalah anak yang baik, mereka solehah, dan berbakti kepada orang tua. Mereka semua mengenakan hijab namun tidak dengan Aqila. Terkadang ia suka merasa tidak percaya diri jika berjalan bersama ketiga sahabatnya. Karena hanya dia seorang diri yang tidak mengenakan hijab. Seringkali Laila, Aisyah, dan Zahra menanyakan kepada Aqila mengenai kapan ia siap mengenakan hijab. Tetapi selalu kalimat "Iya, insyaAllah secepatnya" yang selalu Aqila lontarkan kepada sahabatnya.
"Pulang yuk sudah jam 20:35." ajak Zahra
"Hah.. selama itu kita disini?." Kata Laila tidak percaya, lalu ia segera mengemasi buku-buku yang dibawanya. Sementara Aqila mematikan laptop dan Aisyah memasukan sampah bekas makananya kedalam plastik agar tidak berserakan.
*Aqila pov
Kami berjalan dengan tergesa-gesa karena hari sudah semakin malam dan tidak baik anak perempuan keluar malam-malam meskipun kami sudah meminta izin kepada orang tua masing-masing.
Hening untuk sesaat dan tiba-tiba Aisyah membuka pembicaraan.
"Eh kalian udah tau belum kalau desa kita akan kedatangan tamu KKN dari jakarta."
"Loh kamu tau dari mana Syah?" Tanya ku
"Tadi siang, aku nggak sengaja dengar pembicaraan bapak dengan Pak Camat."
Yah, jadi bapaknya Aisyah itu adalah seorang Ketua Rw di desa kami. Jadi tidak heran kalau Aisyah tau informasi terkini yang berhubungan dengan desa.
"Wah alhamdulillah kalau begitu, kalau boleh tau dari universitas mana Syah?" Tanya Zahra.
"Mmmm.. kalau nggak salah dari universitas Trisakti Jakarta Timur."
Tidak terasa kami sudah sampai di persimpangan yang mengharuskan kami untuk berpisah. Kebetulan rumahku searah dengan rumah Laila jadi kami berdua memisahkan diri berjalan ke arah kanan, sedangkan Zahra dengan Aisyah berjalan ke arah kiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasawuf Cinta
Spiritual"Karena sesungguhnya manusia hanya ingin di hargai tanpa tau caranya menghargai. Bahkan manusia hanya bisa menghakimi tanpa tau rasanya di hakimi. Dan parahnya lagi, berani berkata memaki tanpa tau apa yang terjadi." ~Alfa Aqila adalah sosok w...