Bab 1

5.5K 178 3
                                    

Tinggi semampai, anggun bak angsa berlenggak-lenggok, seorang wanita muda menapaki anak tangga menurun. Tubuhnya terlilit sutra sepanjang mata kaki, dengan belahan mencapai setengah paha kirinya. Ramping, putih, dan mulus. Ia menampilkan segaris senyum tipis di bibir yang terhiasi perona merah mawar, selaras dengan warna gaunnya.

Sambil melangkah, ia melemparkan pandang ke arah pria-pria yang tengah menanti hadirnya. Semua menatap dengan sorot mata berbinar, tampak penuh kekaguman. Ada yang menganga, tak berkedip, hingga berdecak. Berbagai reaksi terpancar dari raut wajah serta gelagat 99 peserta yang telah lolos seleksi tahap tiga, pada sayembara 'Angela Delfico Mencari Pendamping Hidup Milik Orang'

Berhenti di anak tangga kelima dari bawah, Angela membentangkan kedua tangannya. Jemari lentiknya berayun lembut. Ia menyambut para tamu yang diundang ke istana megahnya.

"Selamat datang di istana saya, para calon pendamping hidup," sapa Angela.

"Hai ... Angela ...."

Serempak pria-pria mengenakan setelan resmi, jas dengan berbagai warna dan ornamennya, disertai nomor urut menempel pada dada, bersemangat menyambut ucapan wanita muda yang rupawan itu.

"Terima kasih sudah bersedia datang ke pulau terpencil ini, hanya untuk mengikuti sayembara yang saya selenggarakan."

Kembali melangkah, Angela menyambut tamunya satu per satu. Memberikan sentuhan lembut ke beberapa bagian pada tubuh mereka. Seakan masih terbius oleh pesonanya, para undangan hanya mengikuti langkah wanita cantik itu. Tak berkedip, tidak pula berucap.

"Wajahmu ... tampan." Angela membelai pipi salah seorang pria.

"Ketampanan ini milikmu," ucap pemilik wajah tampan sambil mengecup tangan Angela.

Melintasi kerumunan, wanita muda itu sama sekali tak terlihat canggung. Percaya diri begitu melekat pada tiap gelagatnya.

"Bibirmu ... seksi." Angela menyentuh bibir pria lain dengan telunjuknya.

"Nikmatilah semaumu ...." Pria itu menggigit jemari Angela seraya menggoda.

Terus melangkah, Angela mengitari ruangan, mengamati kandidat yang telah lolos seleksi hingga tahap ini.

Berhenti di depan seorang pria bertubuh besar, Angela berkata, "Wow ... kamu gagah."

"Aku siap menjadi pelindung sesisa hidupmu, Nona." Pria kekar itu membusungkan dada, seolah menunjukkan kepercayaan diri.

***

Kini ia berada di tengah pria-pria tampan dengan wangi aroma tubuh beraneka ragam. Semuanya berusaha menunjukkan keunggulan diri. Ada yang mengaku sebagai tentara, dokter, pengusaha, guru, musisi dan berbagai profesi lainnya. Mereka terkesan berebut menonjolkan diri di hadapan wanita yang hendak dicuri hatinya, agar memperoleh hadiah rumah senilai sepuluh milyar.

Saat sedang menyimak tiap ucapan para kandidat, pandangan Angela teralihkan. Tertuju pada sesosok pria yang sedang bersandar di dinding, seakan tak tertarik mendekat seperti lainnya.

"Tolong beri jalan."

Meminta pria-pria yang ada di hadapannya untuk menyingkir. Angela menghampiri sumber penarik perhatiannya. Pria dengan postur yang tidak gagah, bahkan cenderung kurus. Ia menunduk, seolah tak menyadari kehadiran wanita yang semula sedang menjadi pusat perhatian.

"Ehem ...." Angela berdeham.

Seketika pemuda itu menoleh, menatapnya, kemudian kembali menunduk.

Sepasang netra Angela menyelidik. Jas yang dikenakan terlihat lusuh, dengan warna pekat telah sedikit memudar. Ketampanan memang bukan miliknya. Rambut kusam berantakan serta kulit sawo matang tak terawat membuat lelaki itu semakin terlihat tidak sedap dipandang. Bila dibandingkan dengan pria lain yang sempat disapanya, mungkin akan tampak bagai langit dan bumi.

Terlihat nomor urut '100' di dadanya, Angela hendak menyentuh.

"Jangan sentuh saya!" bentak pria itu sambil berusaha menghindar.

Wanita muda yang semula begitu percaya diri saat gelagat genitnya disambut, saat ini tampak begitu terkejut. Tak hanya dirinya, semua yang berada di ruangan dan menyaksikan pun menunjukkan ekspresi heran.

"Kenapa?!"

"Sa-saya sebenernya ga mau ikut acara ini. Tolong keluarkan saya dari pulau ini."

Menunjukkan air muka memelas, pria bernomor urut '100' merapatkan kedua telapak tangannya di depan dada. Ia memohon.

"Apa maksudmu?" Angela tampak bingung.

"Saya harus pulang, istri saya sedang sakit. Saya harus mendampinginya," keluh pria itu.

"Wooo ...."

"Belum apa-apa udah kangen istri ... payah!"

"Pulang aja sana ... pulang ... saingan berkurang ...."

Suara sorak sorai menampilkan sikap menghina pada pria itu, mencuat dari para kandidat selaku pesaingnya dalam acara sayembara ini.

Angela mengangkat tangan kirinya, seolah memberi tanda agar mereka berhenti bersuara. Bak ratu yang mampu memerintah siapapun, dalam sekejap suasana pun kembali hening.

"Kenapa kamu ikut acara ini?" tanya Angela pelan.

"Bukan saya yang mendaftar. Ibu mertua dan keluarganya. Saya bahkan ga tau sudah ada di pulau ini. Tiba-tiba saja terbangun sudah berada di sini. Memakai jas serta nomor urut. Saya benar-benar ga mau ikut acara ini, Non."

Ekspresinya menunjukkan rasa bingung serta kekhawatiran sekaligus.

"Hmm ... kamu ga tertarik dengan hadiahnya?"

Pemuda itu menggelengkan kepala. "Enggak! Ehhh ... iya sih mau, tapi ... enggak."

"Iya, tapi enggak gimana?!"

"Saya memang perlu hadiahnya, buat biaya berobat istri saya. Tapi ... setelah dipikir-pikir lagi. Saya ga mau. Saya ga mau mengkhianati orang yang sangat saya cintai."

"Hmm ... kamu tidak tertarik pesona saya?"

Meletakkan jemari lentiknya di pinggang, Angela memamerkan lekuk tubuh indahnya pada pria itu.

"Maaf, satu-satunya wanita yang dapat mengalihkan pikiran saya dari keindahan lain di dunia ini, hanya istri saya."

"Wooo ...."

"Pulang sana ... pulang ...."

"Nona Angela, penghinaan ini ...."

Kembali riuh suara para kandidat di belakang Angela menghina pria itu. Ada yang melemparkan jempol terbalik hingga mengacungkan jari tengah ke arahnya.

"Diam semua ...!" perintah Angela.

Suasana kembali tenang. Tak ada lagi yang dapat ditangkap oleh indera pendengar. Wanita bermata bulat dengan kornea berwarna biru gelap itu menatap tajam pria di hadapannya.

"Hei ... kamu ... siapa pun yang sudah mendapat nomor urut. Wajib mengikuti kompetisi hingga akhir!" seru Angela tegas.

"A-apa? Tapi ... tapi istri saya sedang sakit. Dia butuh saya. Tolong keluarkan saya sekarang juga dari pulau ini. Saya mohon. Saya harus kembali mendampinginya."

Tak menghiraukan ucapan pria yang masih terus saja memohon, Angela berjalan cepat menuju anak tangga. Menaikinya satu per satu. Hingga tak tampak lagi sosoknya.

"Nona Angelaaa ... tolong keluarkan saya dari sini. Tolooong ...."

Bersambung ....

***

Aku memiliki segalanya. Akan kudapatkan apa pun yang kuinginkan. Termasuk harga diri dan cinta kalian.

***

Note: Di wattpad sudah sampai bab 5, ya. Cus ke @momoshiny kalo mau baca duluan ... 😉

Lady AngelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang