Chapter 5

26 17 14
                                    

Nadila menyeka air mata yang tak hentinya mengalir di arena bawah matanya. Gejolak yang begitu menyakitkan tumbuh kembali. Waduk kesedihan yang hampir penuh selama ini telah ia tumpahkan pada Juna.

Hidung Nadila telah memerah padam. Tapi dari tadi, tidak ada sesenggukan tangis keluar dari bibirnya.
Juna terdiam. Tak tahu harus melalukan apa setelah Nadila selesai menceritakan semuanya.

"Nad," Ucap Juna samar-samar melambangkan kebingungannya.

Nadila akhirnya memberanikan menatap wajah Juna. Hidung dan matanya masih merah tapi sudah tak ada air mata lagi di wajah milik perempuan itu.

"Haah, gue jadi curhat panjang sama lo," ucap Nadila kembali menunduk sambil tersenyum setengah.

Juna diam. Orang cuek memang tak cocok diajak curhat.
"Nad, lebih baik lo ikut aja hiking, tapi sebelumnya bilang sama dokter keluhan lo" Juna pun bicara setelah bisa memutar otaknya.

"Gak bisa" Nadila mematahkan ucapan Juna tanpa bertatapan.
Juna langsung mengenyit. Sepertinya Nadila sudah pernah mencobanya.

"Gue nggak tahu harus bilang apa, Nad. Masalah ini agak rumit."
"Dan, Nad. Lebih baik lo jujur" Lalu laki-laki itu mendadak membuat suasana mencekam.

Sebuah sesenggukan keluar dari bibir Nadila.
"Kenapa gue harus alergi dingin sih?!" Ucapnya pasrah.

"Kenapa hidup ini ribet banget? Kenapa? Gue dibully waktu jujur. Dan gue akan bohong. Tapi ribetnya minta ampun! Gue capek!" Nadila menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Tangan Juna langsung terulur menyentuh bahu Nadila.
"Gue bantu lo, deh"

-WOC-

Tanggal 25 Desember adalah waku rapor dibagikan. Para orang tua sudah jelas datang, hanya saja orang tua tiga anak ini tak bisa hadir jadi mereka mengambil rapor sendiri-sendiri.
Aruna seperti tidak ada hentinya mengomel di depan kedua temannya; Nadila dan Tiara yang sedang duduk di bangku kantin

"Nad, gue kesel banget"

"Kesel napa dah?" Tanya Tiara

"Gue nggak ngerti kemana arah orang berfikir tentang kata 'pacaran' itu" Aruna melipat tangannya.

Nadila memutar tubuhnya 90 derajat
"Lo belum punya pacar, Ru?"

"Gue nggak pengen pacaran!"
"Gara-gara pacaran, semua hal bakal diabaikan orang tersebut. Saat lo pacaran, lo pasti akan mendahulukan pacaran dibandingkan hal lain, pasti! Dan karena pacaran--"ucapan Aruna terhenti,lalu ia menghembuskan nafas

"Teman-teman basket gue pada menjauh. Gue ngerasain itu sejak mereka pacaran. Dasar manusia kurang kasih sayang lo semua, emang emak babe lo nggak cukup ngasih kasih sayang itu?!" Aruna meracau. Walaupun mama papanya tidak pernah pulang, tapi cukup kasih sayang yang Aruna rasakan lewat videocall

"Kenapa sih, kok topik lo yang enggak-enggak. Hidup lo aja urusin, lo masih punya kita kan? Kita sabahat lo, Ru" Tiara menegaskan walaupun agak kesal

"Iya nih, lo kerasukan apa?" Nadila ikut-ikutan.

"Lo berdua nggak ngerti sih!" Lalu Aruna pergi begitu saja

"Ratu pantai selatan lagi marah nih" Tiara mengacak pinggang

"Udah, Ra. Gue aja naik tensi duduk sama Aruna. Anak TK salah umur sih" lalu mereka berdua tertawa

"Jun!" Terdengar suara Aruna mengguncang kantin. Kedua perempuan itu juga ikut menoleh
N
"Jun!, jangan lari dong!" Nadila yang melihat wajah Juna setelah kemarin langsung, wajahnya memerah. Entah malu karena dapat curhat dengan orang tampan, atau malu karena sempat menangis di depan teman sebayanya. Tapi menurutnya lebih ke yang pertama.

With(out) ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang