Pada nanya WoC udah up?
Gila, kirain nanyain gue udah makan-,-
Yaudahlah. Nih angpaonya.-WOC-
Setelah menerima benda kiriman Juna dari Yogi, Iva dan Tiara terus menyosor Nadila.
Opini-opini yang keluar dari mulut kedua remaja itu semakin membuat Nadila mengerutkan dahi.Belum lagi pertanyaan-pertanyaan konyol yang mereka keluarkan makin membuat Nadila muak. Contohnya seperti; apa hubungan yang terjadi antara dirinya dan Juna, hubungannya dengan Yogi, hingga hoodie yang Iva curigai adalah cara modus Yogi, agarNadila bisa mengunjungi rumah Yogi untuk mengembalikan hoodie tersebut.
"Tuh kan, pasti dong dia modus ke lo, Nad!" Ujar Iva penuh keseriusan
"Juna, Va. Bukan Yogi, yakali orang seperti Yogi pakai modus-modusan segala. Dia kan ramah. Kalo mau tembak, ya langsung tembak aja 'kan?" Tiara berujar tak kalah serius dari orabg di sebelahnya, Iva.
"Ya lo tahu kan, Ti. Cowok jaman sekarang udah berubah jadi tipe-tipe cowo novel. Yang kalo nembak harus ambek-ambekan lah, musuhan dulu baru jadian lah, taruhan dulu lah. Yang pasti, mereka itu ada maksud" Iva berpendapat sebelum akhirnya ia kembali meregangkan tubuhnya.
"Ya, gue tahu sih. Tapi kalo Yogi 'tuh beda, Va. Orangnya udah kaya ibu-ibu yang lagi silaturahmi minta angpao. Senyumnya ramah banget" setelah mendengar kata Tiara, Iva mendelik.
"Lo belum ngerti ya, Ti! Cowok sekarang banyak modusnya tahu. Sekarang dia bilang aja kalau itu Juna yang kasi, kan bisa aja tuh kalau sebenarnya emang dia ngasi tapi minjem nama. Ya 'kan?!" Iva bersuara dengan nada yang tidak biasa.
Begitulah mereka berdebat, sampai-sampai tak menyadari kalau orang yang mereka perdebatkan kini telah memasang wajah penuh kesal.
"Kenapa malah debatin gue sih? Mau Yogi kah, Juna kah. Itu kan urusan gue! Lo ngapain debatin topik kayak ginian sih? Kalo salah satu dari mereka ada maksud sama gue, biarin aja mereka nembak gue. Lagian gue masih belun mau pacaran"
Nadila berujar seperti tak peduli. Inilah yang menyebabkan Iva dan Tiara semakin mendelik tak percaya."Gila lo ya. Sakit-sakitan gini punya pacar kek. Kalo lo pingsan biar dibawa ke UKS. Kan romantis" Mendengarnya, sontak Tiara menjerit sambil menutup mulut Iva.
"Ngomong difilter,woi!" Peringat Tiara menepuk paha Iva keras, hingga membuat gadis itu memekik.
Sengketa pun terjadi lagi.Sebelumnya, mereka memang belum menyadari kalau tangan Nadila mulai memerah.
Meski pusingnya sudah agak mendingan, tapi tubuhnya kini sudah memerah. Bahkan, yang lebih menyebalkan adalah rasa gatal yang mulai menyerang tubuhnya.
Seperti biasa, Nadila sudah menduga ini akan terjadi. Tubuhnya pasti akan bengkak dimana-mana. Dan benar sekali.
"Nad, lo kenapa? sakit kulit?" Ujar Iva, setelah pupilnya bisa meneruskan bayangan tonjolan-tonjolan yang melekat di kulit Nadila. Sontak, Nadila menyrmbunyikan sedua tangannya itu di bawah selimut yang ia pakai.
"Kenapa, Nad?" Tanya Tiara.
"Ng, kalian bisa keluar dulu nggak?" Ucapan Nadila yang ini, membuat Iva dan Tiara membeku bingung.
"Lo kenapa, sih? Dari waktu itu gini banget? Lo nyembunyiin apa dari kita, Nad? Lo takut bareng kita?" Tiara bertanya tanpa jeda. Ekspresi yang ditunjukkan berbeda dengan Iva.
"Ti, kayaknya emang butuh sendiri deh. Kita keluar,yuk" Iva begini bukan tanpa alasan, melainkan itu semua karena dirinya telah menyakiti sahabatnya itu, belum genap seminggu lalu.
Lantas, tanpa menunggu jawaban, Iva menarik tangan sahabatnya dan keluar dari ruangan itu.
Gadis yang masih duduk di atas kasur, langsung meraih ponselnya yang tak jauh dari lengannya.
Ddrrrt.
Ia sudah menduga, sekarang pasti ia akan terkena masalah.
Ddrrrt
Tubuhnya kaku begitu saja. Dirinya tak kuasa menahan air mata yang akan keluar. Bukan karena merasa takut, tapi ia bersiap ini akan menjadi penyesalan keduanya setelah SMP.
"Hal--"
"KAMU SUDAH DI BROMO?! KAMU BENERAN BERRCANDA YA?!"
"Pa, Nadila bisa je--"
"MASIH MAU NGELAWAN PAPA KAMU?! NADILA! KAMU MENYUSAHKAN SAJA! KENAPA KAMU HARUS IKUT KESANA KARENA TEMAN-TEMANMU SAJA! PAPA KAN SUDAH BILANG! BATALKAN, JANGAN IKUT. JANGAN YA JANGAN. MASIH SAJA KAMU BODOH YA! DASAR ANAK KURANG AJAR!" Pekik orang di seberang sana, yang tak lain adalah papanya.
Air mata Nadila langsung turun begitu saja, saat mendengar begitu banyak umpatan yang diberikan seorang Ayah untuknya.
Bukan menyalahkan, karena ini adalah keputusan Nadila sendiri. Sekarang memang benar, ia bodoh sekali untuk mengikuti ucapan-ucapan temannya. Ia bodoh untuk mempercayai dirinya sendiri akan kuat menghadapi semua ekspetasinya.Tangan kiri yang tak menggenggam handpone, Nadila gunakan untuk menutupi air matanya, kemudian berbisik.
"Pa, Nadila minta maaf, papa jangan marah, ya--" Nadila berujar sambil tersengguk.
"MAKSUD KAMU BAGAIMANA?! SUDAH MACAM- MACAM BEGINI MAU DIMAAFKAN JUGA?! LIHAT SAJA NANTI, SAMPAI KAMU DIRUMAH SAKIT, AYAH TAK AKAN MENAGGUNG BIAYA PENGOBATANMU" Rasanya seperti ditusuk sebuah pedang, Nadila dibeginikan. Kenapa ia harus merasakan kepingan-kepingan yang sejenis dengan rasa sakit yang dulu pernah ia kubur?
Belum menjawab, sambungan telepon sudah terputus oleh laki-laki itu.
Senggukan Nadila tambah kejam. Air matanya belum bisa selesai ia keluarkan. Tumpahan rasa yang belum pernah ia bayangkan rasanya lebih parah dari kejadian masa-masa Nadila waktu SMP.Sabtu,19 mei 2018
"Lo kenapa nggak ikut sih, Nad. Gila banget sih lo batal-batalin rencana gini. Papa gue udah siapin uang buat elo, tahu" Gadis itu berujar dengan raut wajah yang tak enak.
"Mangkanya gue batalin, Cha. Lagian ngapain harus papa lo yang bayar. Papa gue juga bisa,kok. Lagian tamasya seberapa amat dah. Cuman,ya alasannya aja yang penting" Nadila berusaha menerangkan dengan penuh rasa kesal
"Lo penting, Nad. Lo satu-satunya temen gue disini! Kalo nggak sama lo, gue nggak mau sendirian duduk di kursi bus. Gue takut cowo-cowo gangguin. Gue pengen ada yang gue ajak ngomong! Plis, Nad. Ikut. Gue mohon dengan sangat. Lo satu-satunya temen, karena gue pindahan."
"Richa, gue juga minta maaf. Gue nggak dikasi papa gue. Gue nggak boleh ikut hiking" ucap Nadila dengan raut tak enak
"Dari gue kenal elo, papa mulu lo pake alasan. Gila, lo mau jauhin gue ya?! Lo jahat bener, Nad"
"Lo tinggal nggak ikut hiking ajak kenapa sih?! Ribet amat pake maksa gue dulu"
"Tuh, Nad. Gue mau ikut karena papa gue lagi ngasi. Biasanya, setiap tamasya, papa pasti ngelarang gue ikut"
"Tetep aja, itu lo yang nafsu. Lagian kalo lo yang ikut sama aja dengan lo maksa gue ikut, tau nggak?!"
"Nad--" gasid itu ingin meraih tangan Nadila, tapi justru orang yang ia harapkan berdiri dan segera menepis tangannya.
"Cari temen lain aja, sana!" Pukul 12:15, adalah waktu kehancuran pertama Nadila dimulai
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
With(out) Cold
Science FictionA perfect cover by: @suputri21 "Ketika mereka bertemu dengan dingin" Mari kita mulai, Dingin itu adalah hal yang menentukan hidup atau mati Nadila Askara dan Arjuna Devandra. Sebuah takdir mempertemukan keduanya. Tapi, bagaimana jika air yang ingin...