Krist pulang kerumah dengan keadaan mata sembab dan tubuh lemah. Ibunya kaget melihat keadaan putra sulungnya yang tampak menyedihkan. Nam langsung menyediakan diri untuk Krist, membiarkan Krist bercerita tentang apa yang dialaminya.
Mungkin Krist bisa dikatakan anak yang beruntung. Walau kondisi ekonomi keluarganya sangat menyedihkan, Krist masih memiliki orangtua yang perduli padanya. Nam yang selalu mau mendengar ceritanya dan Son yang akan memberinya nasihat lama.
"Aku merasa bersalah bu. Seharusnya aku tak mengantarnya pulang. Pasti dia masih hidup sekarang." Krist menjadikan paha ibunya sebagai bantalan. Ia menangis lagi. Menyesali segalanya yang terjadi. Nam memainkan rambut hitam tebal Krist, menyentuh wajah Krist dengan jemari rampingnya yang kasar.
"Semua bukan salahmu. Mungkin memang ini yang Tuhan gariskan Krist. Kita tidak pernah bisa menebak apa yang akan terjadi." Nam menegarkan hati putranya. Hal biasa yang selalu Nam lakukan ketika Krist bercerita bagaimana ia melewati harinya yang melelahkan. Ia ingin menumbuhkan sikap tegar dalam diri anaknya.
"Maprang sekarang pasti sedang bahagia kan bu?" Nam tersenyum tipis. Mengangguk.
"Ya, Maprang pasti sedang duduk disamping Tuhan dan menceritakan semuanya. Dia pasti sedang tersenyum. Maka dari itu Krist harus bangkit. Jika Krist lemah siapa yang akan menopang teman sekelas, hm?" Krist terdiam. Ia kemudian mengerti, dirinya tidak boleh lemah. Ia boleh menangis hari ini, tapi tidak untuk seterusnya. Maprang pasti sekarang sedang bahagia. Ia harus menguatkan teman-temannya. Maprang akan kecewa jika semua orang menangisi kepergiannya berlarut-larut, membuat Maprang akan kesulitan melepaskan apa yang seharusnya dilepaskan.
Krist menyembunyikan wajahnya dibalik tangannya. Terisak dengan suara tersenggal. Untuk kali ini saja, biarkan dia menangis sepuasnya.
.
.
Meja tempat duduk Maprang hampir dipenuhi bunga lili. Foto Maprang yang terlihat cantik terpanjang manis diatas mejanya. Teman sekelasnya masih muram. Mereka sesekali melirik tempat duduk Maprang. Berharap pagi-pagi Maprang akan memulai khotbahnya.Pink teringat ketika Maprang memercikkan air suci padanya, pasalnya ia memakai rok terlalu pendek.
Krist datang ke sekolah. Berusaha menegarkan dirinya sesuai janjinya pada ibunya. Ia berhenti didepan loker Maprang, mengambil kunci loker Maprang yang gadis itu titipkan padanya. Krist membuka loker Maprang dan menemukan beberapa buku didalamnya. Juga foto-foto bersama teman sekelas yang ditempelkan didalamnya. Krist menarik satu buku catatan tebal berwarna merah. Apakah dia lancang jika membuka buku tersebut? Krist tidak tahu.
Krist menutup loker Maprang. Membawa buku merah itu bersamanya memasuki kelas. Ia menghela napas kecil. Tidak ada canda tawa atau sapaan konyol. Krist melihat tempat duduk Singto masih kosong, Krist tidak mau ambil pusing.
Ia membuka buku milik Maprang. Isinya hanya kata-kata penyemangat. Senyum Krist timbul ketika melihat fotonya dengan Singto ada didalam sana.
Sesuatu yang aneh antara mereka berdua :)
Huh, bahkan Maprang ikut curiga? Krist membalik halaman selanjutnya dan selanjutnya.
Ia berhenti di halaman terakhir.
Semua yang diciptakan Tuhan akan kembali padaNya. Aku tidak tahu. Tapi aku merasa waktuku sudah tidak banyak. Aku akan berterima kasih pada Tuhan telah memberikan kehidupan ini padaku. Hidupku tidak sesempurna oranglain, tapi aku memiliki teman-teman yang saling mendukung dan menguatkan.
Tuhan, jika waktuku sudah habis. Aku berharap teman-temanku tidak terlalu terpukul. Mereka menangis tidak apa-apa. Tapi aku ingin mereka bangkit kembali. Karena aku akan selalu berada disisi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter Sweet [SingtoxKrist]
FanfictionMasa remaja adalah masa paling indah. Dimana kita sedang mencoba mencari jati diri. Dipenuhi semangat masa muda. Mencoba hal-hal baru. Saat beranjak dewasa, kau akan menyadari manis pahitnya hidup. Mencari makna tersirat dalam semua yang terjadi dan...