[ Jahran ]
Sepertinya aku harus menerima kenyataan bahwa Farah sudah mempunyai hobi baru. Bukan menyentuh rambutku, tapi menemuiku setiap hari Jumat. Aku ingat sekali bahwa ia tidak memiliki jadwal pada hari itu, begitupun aku sebenarnya. Hingga akhirnya meminta agar setiap hari Jumat kami meet up di tempat yang aku mau. Memang pilihanku, karena dia tidak begitu tahu tempat yang bagus di kota ini.
Entah bagaimana cara terbaik untuk menolak permintaannya. Ada rasa tidak tega ketika aku ingin menolak atau membuat alasan agar kami tidak bertemu. Terkadang kalimat-kalimat balasannya membuatku tidak enak hati menolak.Dari: Farah
Saya tidak sibuk. Kamu mau kan?Saya
Gimana, ya. Aku lagi banyak tugas akhir-akhir ini.Dari: Farah
Saya ke sekolah atau ke rumahmu. Mungkin bisa membantu, sekaligus mengobrol banyak. Kita tidak perlu pergi.Saya
Besok, deh. Aku tunggu di stasiun. Jam 4.Dari: Farah
Tugas kamu?Saya
Gampang. Aku tidur, ya.Dari: Farah
Okayyy. Have a sweet dream. I still love u!!!Aku menutup room chat kami. Cukup jijik melihat balasannya. Setiap hari memang seperti itu. Terkadang juga menambahkan emoticon love dan cium. Aku ingin muntah kalau mengingatnya. Entah kapan ini berakhir.
Farah belum juga datang. Mungkin dia terjebak macet. Lain kali ada baiknya aku menjemput di rumahnya. Asal jangan sampai ia yang datang ke sekolah atau rumahku. Setidaknya sebagai bentuk terima kasihku atas perhatiannya selama ini. Begitu cintanya kah dia sampai begitu terhadapku? Aku kadang tidak tega membiarkannya menunggu hingga larut malam demi mendapat balasan pesan dariku. Cinta memang tidak sederhana, aku baru tahu.
Hari semakin sore. Kalau begini, bisa-bisa aku akan pulang terlambat. Mama, terutama Papa pasti akan marah kepadaku. Andai saja ada dia, mungkin aku bisa selamat dan Papa tidak akan marah lagi. Melihat mata papa yang melotot dan rahangnya mengeras cukup memuakkan jika terlihat setiap hari.
“Jahran!!!”
Aku menoleh ke arah timur. Seorang gadis dengan celana ketat panjangnya berlari kecil ke arahku. Topi jaketnya melambai-lambai di belakang. Tumben ia memakai jaket. Ia melambaikan tangan sembari tersenyum. Di kakinya terpasang wedges berrwarna putih, menambah kesan manis kepada jaket baby pink yang ia kenakan.
Tapi cara menyapanya tadi memalukan. Orang-orang tidak melepaskan pandangan mereka dari Farah hingga gadis itu sampai di hadapanku. Aku pun menjadi bahan tatapan orang sekitar juga. Gadis ini begitu semangat, senyumnya juga tidak ada habisnya.
“Maaf membuatmu menunggu,” katanya sembari menunduk.
“Santai. Gue juga baru sampe.”
“Gue?” tanyanya bingung.
Kebiasaan, bodohnya aku. Farah mana tahu kata ganti orang di sini.“Gue itu kata lain dari aku.”
Kepalanya mengangguk mengerti. Padahal aku yakin di sekolahnya banyak yang pakai “lo-gue” kalau berbicara. Ia tampak manis hari ini, meski kenyataannya ia memang manis setiap hari. Tapi aku tidak bohong, ia agak berbeda. Apa ia menggunakan make up?
Mataku meneliti wajahnya. Sedikit lebih merah di bagian pipi. Ah, benar. Ia memakai make up. Sebenarnya ia tidak perlu memakai blush on, cukup pakai bedak baby saja ia sudah menarik mata para lelaki.
“Tumben pake jaket. Kan nggak dingin,” kataku.
Sekarang aku lebih berani untuk memulai percakapan ketika bertemu langsung. Setidaknya apa yang telah kupersiapkan tidak mengacaukan. Apalagi sampai merusak semua yang sudah terjadi. Jangan sampai. Meski semua ini agak aneh dan sedikit menyakitkan.
Ia berhenti. “Karena saya mau mengikuti kamu. Kamu suka sekali pakai jaket, saya pikir sangat cool kalau kita sama-sama memakai jaket,” jelasnya.
Aku tersenyum mendengar penjelasannya. Kali ini aku pun memakai jaket abu-abu yang kupadukan dengan celana jeans hitam yang tidak terlalu ketat. Serta sepasang sepatu hitam putih untuk bermain skateboard menutupi kakiku.

KAMU SEDANG MEMBACA
HARI JUMAT [PROSES TERBIT]
Dla nastolatków"Aku tidak akan pernah menyukainya." Janeeta begitu membenci laki-laki bernama Arden. Cowok yang selalu berusaha mendeketinya kapan dan di manapun itu. Arden bahkan pernah menembaknya di sekolah, tapi Janeeta menolaknya. "Gue suka dia." Berbanding t...