Cahaya itu begitu terang. Hawa membekukan nafasnya menjadi uap kabut, dan tubuhnya sedingin es. Ivan menyeret langkahnya di sepanjang setapak itu. Di sisi tubuhnya terbentang jurang yang tak berujung.Mendadak di belakangnya muncul gelap yang tak terbendung. Ivan menoleh dan melihatnya. Lalu dirasakannya kedua kakinya mulai terbenam dalam genangan yang berasap. Dan kehangatan mulai merasuki tubuhnya. Begitu pula rasa sakit yang tak tertahankan. Ia menjerit tanpa suara. Lalu kesadarannya kembali.
---
IVAN mengerjapkan matanya yang terasa begitu berat. Rasa sakit menusuk menyerang sisi pelipis kirinya, nyaris membutakan sebelah matanya. Tubuhnya perih tak terkira. Ia berusaha menjalin kesadarannya dan merengkuh tenaganya yang berlarian minggat, menjauh dari raganya. Ia mengikat nalarnya, dan memaksa tubuhnya bergerak.
Ivan tak tahu di mana dirinya berada. Ini hutan seperti yang biasa ia jumpai. Tapi hutan ini sekaligus berbeda. Ada gelenyar rasa yang menggantung di udaranya yang sarat, seakan gemerisik dahan berbisik satu sama lain, dan ranting saling menjalin kanopi dedaunan yang menutupi angkasa fajar.
Bunyi gemuruh awan terdengar dan membuat telinganya sakit sekali. Ivan berusaha keras memburu ingatan bagaimana ia bisa ada di tempat ini: di tengah hutan belantara di antah berantah. Tapi dengan menyesal didapatinya ingatan itu hampa. Bahkan ia tak tahu siapa dirinya. Kecuali namanya, Ivan. Apa yang terjadi?
Yang dirasakannya adalah rasa sakit. Dan di balik rasa sakit itu, ada secercah api yang membakar dirinya, menghanguskan akalnya. Ia tahu api itu: ketakutan. Laksana percikan yang menyebar dan merusak, ada kegelapan yang menyeruak dan mengejar Ivan, ia tahu itu.
Ivan mengangkat badannya dengan sebelah tangan dan membalik tubuhnya hingga tengkurap. Rerumputan rimbun melahap badannya, dan kabut pagi mulai tersingkap menampakkan sosok-sosok itu. Ivan merangkak sepanjang tanah, berusaha meraih sosok-sosok itu, menjatuhkan jangkar harapan pada mereka. Sosok itu menjelma menjadi barang yang terserak ke mana-mana.
Benda-benda itu miliknya, dan harus tetap berada di tangannya. Tidak ada seseorang pun yang boleh menguasainya. Ivan tak bisa membiarkan hal itu terjadi.
Sekarang ia tahu, alasannya berakhir di sini, dengan luka di sekujur tubuh. Ia melindungi benda itu dengan seluruh nyawanya. Ia melindungi rahasia itu. Rahasia yang mengarah ke sebuah bahaya mematikan.
Rasa sakit menyerang tanpa ampun, darah mengucur dari luka di kepalanya. Pandangannya kabur, dan air matanya menyatu dengan keringat yang mengalir deras. Noda darah bercampur dengan tanah basah. Ivan merayap di tanah, menggerakkan tubuhnya dengan sekuat yang ia mampu, tangannya kini kesakitan tergores bebatuan, dan kakinya teriris duri sesemakan.
Ivan menjulurkan tangan hendak meraih benda-benda itu. Namun ia tahu kesadarannya tak bisa bertahan lebih lana. Ia tahu kesakitannya melebihi kapasitas yang mampu ditanggungnya. Ia memejamkan mata, tepat ketika langkah-langkah kaki terdengar mendekatinya.
---
[Hutan Limpakuwus, Baturaden]
04:48
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Sides of a Coin
Bí ẩn / Giật gân"Tahukah Anda, di mana sisi ketiga dari sekeping koin?" Dunia pengetahuan gempar atas kecelakaan maut yang menimpa seorang peneliti muda, ahli patogen, Profesor Dimitri Ivanosky. Ada yang janggal dalam kematiannya, disusul dengan ilmuwan-ilmuwan mud...