Part 08. Pahlawan Tak Terduga

12 1 0
                                    

[Kantor Setya, Museum Bank Rakyat Indonesia, Purwokerto]
12:40


STEVEN memegangi badan Ivan yang lemas supaya tidak terantuk meja. Setya bersiap menyingkirkan buku-buku di meja. Ivan pun berusaha mengendalikan dirinya sendiri.

"Kau tak apa?"

Ivan, masih memegangi kepalanya yang pening hebat, memandang pada Setya.

"Katakan," tegur Ivan, "bagaimana kabar rekan-rekan penelitianku?"

Setya memasang wajah bingung.

"Rekan apa? Anda selalu melakukan penelitian sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rekan apa? Anda selalu melakukan penelitian sendiri."

Ivan tidak menyangka akan mendapat jawaban demikian.

"Tidak, tidak mungkin. Mereka semua ada di sana."

"Siapa yang Anda maksud?" pancing Setya.

Ivan berusaha merunut ingatannya. "Ada empat ilmuwan lain. Lalu ada asisten saya, Dionysus."

Setya akhirnya menunjukkan tanda pengenalan, tapi tetap memuaskan Ivan. "Dionysus, sang ilmuwan botani?"

"Maaf?" tegas Ivan.

Steven ikut menimpali, "Saya kenal Dionysus. Dia ahli bidang agrikultural, kehutanan, dan tentu tahu benar tentang Ayahuasca sendiri."

Ivan merasa harapannya melambung. "Di mana dia?"

"Dia baru meninggal," timpal Steven prihatin.

"Kemarin," lengkap Setya, bersemangat, "waktunya hampir bersamaan dengan Anda."

Ivan tahu bahwa ingatannya tidak keliru. Ia melihat laboratorium penelitian mereka disergap, dan rekan - rekannya tewas dibunuh.

"Mereka membunuhnya," gumam Ivan.

Steven mengernyit."Siapa?"

Ivan tahu betul jawaban atas pertanyaan itu. Orang-orang yang ada bersama Felix, para pengkhianat. "Pemerintah."

Tiba-tiba, seakan Ivan mengucapkan mantra pemanggil, pintu menjeblak terbuka dan pria-pria itu masuk. Scorpion Menace datang untuk meringkus Ivan.

Ivan dan Steven cepat menyingkir, menjauh dari jangkauan mereka, merapat ke dinding.

Dovan dan Natan mengangkat pistol. Di bawah todongan Dovan, Setya beringsut ketakutan, mengangkat tangan.

Arman mengecek jam tangannya. Sang Kapten, Mahesa masuk paling belakangan, setelah mengelap tangannya yang berlumuran darah.

 Sang Kapten, Mahesa masuk paling belakangan, setelah mengelap tangannya yang berlumuran darah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Three Sides of a CoinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang