Hutan masih tampak rimbun menyesaki pandangan Ivan, yang berjalan cepat sementara matahari terus merambat melampaui atap rindang pepohonan. Siang kian menyengat meskipun mereka cukup terlindung.
Felix terus bersikeras bahwa belum waktunya bagi mereka untuk keluar ke area umum yang terlalu terbuka.
"Jika kita sudah berhasil keluar ke jalan," cetus Felix saat mereka beristirahat sejenak, "kita harus segera menemui Pak Setya."
"Siapa itu Pak Setya," tanya Ivan.
Felix tidak langsung menjawab. Ia mengedar pandang ke sekitar mereka, memeriksa status mereka.
"Setya," jawabnya kemudian, "adalah rekan baik kita, ya meskipun sifatnya memang keras dan sedikit tinggi hati. Dia bekerja di Museum Bank Rakyat Indonesia, sebagai ahli mata uang."
"Dia bisa membantu kita dengan uang itu?"
Felix mengeluarkan mata koin itu dan mengulurkannya pada Ivan.
Ivan baru saja mengamati permukaan koin yang menua, ketika Felix mendadak melonjak berdiri dengan sigap.
"Ada apa?" Ivan menyusul bangkit.
"Simpan koin itu," perintah Felix. "Ada seseorang yang mendekat."
Ivan berusaha menajamkan inderanya. Akhirnya ia juga mendengarnya: suara gemerisik langkah kaki yang menyisir lantai hutan.
"Andai saja kita masih memegang pistol sekarang," kecam Felix. "Berjagalah."
Ivan bersiap untuk serangan apapun, namun tidak ada letusan senapan atau peluru yang mendesing menembus dadanya. Gerumbul tanaman di seberang mereka bergerak gelisah. Ivan memasang ancang-ancang untuk kabur secepatnya, saat Felix berteriak.
"Berhenti di sana," ancam Felix. "Jika kau ingin selamat."
Sosok itu tak menaati ancaman Felix, dan menyelinap menerobos sesemakan. Felix mengambil gerakan menyerbu.
Sosok itu berseru nyaring, "Ini aku!"
Felix berhenti di tengah langkah. Ivan memekik lega melihat rekan mereka yang datang.
"Syukurlah kau selamat, Steven."
Steven melangkah mendekati mereka berdua.
Tiba-tiba, secara mengejutkan, Steven mengangkat pistol di genggamannya.
"Hei hei hei," tegur Felix, "dari mana kau dapatkan pistol itu?"
Refleks, Ivan memundurkan langkahnya. "Apa yang kamu lakukan, Steven?"
"Yang mengejar kita adalah pasukan khusus," klaim Felix, "Steven pasti sudah menghabisi orang itu untuk merebut senjatanya."
Ivan berusaha menemukan suaranya yang lenyap. "Katakan itu tidak benar," pintanya lirih dan letih.
Steven memandang pistol di tangannya. Pandangan yang teguh dan tanpa ragu. Ivan kian siaga.
"Aku harus melakukannya. Aku hanya melukainya. Tapi soal membunuh yang sesungguhnya," dengan nada begitu serius dan terluka, Steven mengarahkan pucuk pistol ke arah Felix, "aku harus melakukannya."
Ivan tak tahu harus berbuat apa.
"Steven, sadarlah!""Kau yang terlalu buta, Ivan," salak Steven murka, "silakan tanya, siapa orang itu!"
Pucuk pistol itu tak berpindah dari muka Felix yang merah padam.
"Apa maksudmu?" Ivan tak habis pikir.
"Kita tak bisa mempercayai orang tak waras seperti dia," desak Felix, "Ivan mundur!"
"TANYA SIAPA DIA!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Three Sides of a Coin
Misterio / Suspenso"Tahukah Anda, di mana sisi ketiga dari sekeping koin?" Dunia pengetahuan gempar atas kecelakaan maut yang menimpa seorang peneliti muda, ahli patogen, Profesor Dimitri Ivanosky. Ada yang janggal dalam kematiannya, disusul dengan ilmuwan-ilmuwan mud...