Part 05. Harta Sang Ksatria

15 2 0
                                    

[Museum Panglima Besar
Jenderal Sudirman, Purwokerto]
10:21

Felix memandu kedua rekannya menyelinap masuk melalui pintu gerbang dan menyusuri setapak menuju gedung museum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Felix memandu kedua rekannya menyelinap masuk melalui pintu gerbang dan menyusuri setapak menuju gedung museum. Debur rendah nan lirih teredam dari selekuk aliran Sungai Logawa di sebelah timur bersahutan dengan suara hiruk-pikuk kendaraan yang berlalu-lalang keluar masuk kota Purwokerto.

"Jenderal Sudirman," ulasnya, "dikenal sebagai perwira tinggi dengan gelar Bintang Sakti. Beliau berperang dengan taktik sembunyi-sembunyi yang disebut taktik gerilya, lalu beliau wafat karena penyakit TBC."

"Paru-paru," cetus Ivan, menemukan hubungan antara penyakit tuberkolosis itu dengan istilah 'paru-paru' dalam petunjuk.

"Sepertinya amnesia tidak memengaruhi kepandaian Anda," celoteh Steven.

Mereka bertiga mendaki undakan di pintu depan dan melangkah masuk ke lantai dasar museum.

Mereka berhenti tepat di depan patung dada Sudirman yang berdiri di depan pilar utama, lalu melihat sekeliling.

Lantai bawah museum menyingkapkan ringkas sejarah perjuangan Panglima Besar Jenderal Sudirman saat merebut Yogyakarta kembali, sebagai Ibukota Indonesia pada saat itu, dari Kolonial Belanda.

"Apa yang kita cari?" tanya Steven.

Felix menekankan, "Kita akan tahu ketika menemukannya. Ayo berpencar." Lalu ia bergegas pergi, mulai mencari.

Ivan memutuskan berjalan bersama dengan Steven. Mereka menelusuri sepanjang dinding melingkar museum itu yang berupa serangkaian diorama dengan keterangan historikal di bawahnya. Berbagai miniatur tokoh balik menatap Ivan dari balik kaca.

Ivan akhirnya menemukan waktu yang tepat untuk menemukan jawaban atas kebingungannya. Ia menyusul Steven.

"Steven," panggilnya.

Steven menyamakan langkah. "Ivan, bolehkah aku tanya sesuatu?"

Ivan yang hendak bertanya terpaksa menekan keterkejutannya dan mengurungkan pertanyaannya sendiri. "Silakan."

"Apakah kamu melihat sejenis sekelebatan atau kilasan penglihatan?" tanya Steven.

"Aku baru saja mau melaporkan gangguan itu, Dokter," lontar Ivan makin tercengang.

Steven tergelak. "Tak apa," jawabnya, "itu wajar untuk korban trauma otak. Sebagian besar adalah halusinasi yang dominan kacau, abstrak, dan muncul tanpa sebab. Namun ada beberapa porsi yang merupakan pecahan ingatan yang tercecer."

Ivan merasakan harapannya tumbuh. "Maksudmu, ingatanku mulai kembali?"

"Bisa jadi. Apa yang kau lihat?"

Ivan mengenang kilasan yang dilihatnya. Yang pertama kali dilihatnya: upacara ritual aneh di hutan itu, bersama kehadiran entitas menyerupai wanita menyeramkan itu. Lalu Steven yang disandera dalam kondisi berlumuran darah, yang darahnya ia tenggak bersama Felix. Dan eksperimen di laboratorium sebuah departemen bernama ganjil. Ia tak tahu mana yang hanya sebatas mimpi dan irisan memori. Ia tak bisa membeberkan semua ketakutannya pada Steven.

Three Sides of a CoinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang