Epilog

930 127 18
                                    

Mr. Heo menyambut tisu yang diberikan oleh rekan sejawatnya. Mengelap keringat yang tak bisa berhenti keluar dari keningnya. Ia sudah berusaha keras. Namun, Tuhan berkehendak lain.

Ia mengangguk pelan, pada salah seorang perawat. Mundur selangkah, bersamaan dengan ditutupnya seluruh tubuh Dokyeom dengan selebar kain. Napasnya memendek. Terdengar nyaring. Menangisi anaknya dalam hati.

"Aku akan menghubungi temannya. Tolong urus semua keperluannya. Bawa dia ke rumahku."

Satu orang yang pertama kali Mr. Heo ingat adalah laki-laki Hong.

Kenapa harus Joshua? Kenapa tidak Wonwoo? Karena memang, ia tidak pernah bertemu dengan Wonwoo. Satu-satunya alasan kenapa Mr. Heo tahu bahwa Dokyeom juga memiliki teman yang bernama Wonwoo adalah; putranya begitu sering bercerita banyak tentang kedua sahabatnya.

Sebenarnya, beberapa saat sebelum kondisi Dokyeom kembali kritis, Mr. Heo sempat menghubungi Joshua. Namun tidak berselang lama, namanya dipanggil. Seorang suster yang tengah memeriksa kondisi Dokyeom memberi kabar buruk. Membuat Mr. Heo lagi-lagi harus menghubungi Joshua. Namun kali ini, membawa kabar yang berbeda.

"Joshua? Aku akan mengirimimu alamat rumah kami. Tolong kau datang. Bisa, kan? Dokyeom memiliki hadiah spesial untukmu. Juga untuk Wonwoo. Tolong ajak dia juga. Kalian harus bertemu dengannya, sebelum dimakamkan. Kalian harus melihat secara langsung bagaimana cerahnya wajah Dokyeom. Itu tandanya, dia begitu bangga memiliki sahabat seperti kalian."

Tangan Joshua mendadak kebas. Telinganya seakan tuli dari nyaringnya alunan musik yang diputar. Meski sudah menjauh dari kebisingan. Meski sudah berada di luar, hendak segera mendatangi Dokyeom, tetap saja terdengar jelas hingga ke sana. Sampai Mr. Heo menghilang dari sambungan teleponnya, Joshua mematung beberapa saat.

Laki-laki paruh baya itu memang tidak menjelaskan secara spesifik apa yang telah terjadi pada salah seorang sahabatnya. Oleh karena itu, Joshua terus menggeleng untuk menolak argumen yang masuk ke dalam otaknya.

Sosok laki-laki yang ia cara seharian ini. Sosok pemuda yang terakhir kali ia lihat masih bersepeda dengan riang meninggalkan kampusnya. Kini hilang meninggalkan jejak.

"Josh?" Tegur Wonwoo.

Joshua sempat berjanji pada Wonwoo. Hendak menceritakan apa yang sebenarnya ia dan Dokyeom sembunyikan, selama perjalanan menuju Rumah Sakit. Rumah kedua Dokyeom. Tapi, mereka baru sampai di tempat parkir. Mr. Heo malah sudah memperbaharui berita.

Joshua sungguh bingung bagaimana cara menceritakannya. Terlalu banyak yang ia rahasiakan, membuat rasa bersalah terus menyeruak.

Laki-laki mancung berperawakan tinggi itu memberikan Joshua dan Wonwoo mantel hangat. Berwarna cokelat tua dan cokelat muda. Barang yang sama, hanya berbeda warna. Di dalam kotak masih-masing, mereka mendapat surat yang dipenuhi dengan ucapan terima kasih.

Dikhususkan pada Wonwoo, Dokyeom juga mengucapkan banyak kata maaf. Maaf terkesan merebut sahabat lamanya, dan menyimpan rahasia tanpa dirinya.

Memang tidak ada yang menyangka kalau Dokyeom akan pergi secepat ini. Sikap cerianya membutakan semua orang. Nampak sangat kuat, meski di dalam menyimpan banyak kesakitan begitu lama.

"Joshua-ya, Wonwoo-ya, terima kasih sudah mau menjadi temanku."

3 Sides
02.02.2019
tirameashu

3 Sides (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang