Aku

116 14 0
                                    

Watanabe jarang sekali bermain-main dengan ucapannya. Demi menuntaskan rasa penasaranku terhadap isi buku Yedam, Watanabe bahkan memberiku id Line seorang Bang Yedam untuk sekedar meminta izin sendiri.

"Terus, aku harus bilang apa ke Yedam?"

"Halo, saya temannya Haruto Watanabe yang hobinya nulis. Saya mau minta izin baca buku dia yang isinya tentang kamu, boleh nggak? Dia minta saya izin sendiri ke kamu. Maaf kalau kamu keberatan. Gitu?" tanyaku pada Haruto yang sedang membaca ulang buku berjudul "B.Yedam" miliknya.

"Boleh,"

"Beneran? Kamu gak mikir Yedam bakal nganggep aku aneh?"

"Yedam bukan orang yang bisa ditebak, coba kamu kirim aja," ucap Watanabe. Sekilas ia menatapku yang kini berada di depan pintu kamarnya.

"Nanti aku coba, awas ya kalau ceritanya ga semenarik buku Watanabe!"

"Liat aja nanti," katanya. Setelah itu aku masih berdiam diri di depan pintu kamarnya. Memainkan gagang pintu ketika Watanabe sudah kembali fokus dengan bukunya.

"Aku boleh disini dulu?" tanyaku memecah keheningan.

"Nggak, tutup pintunya. Sana tidur," aku menutup pintu kamar Watanabe dan melangkah ke kamarku. Namun kembali menuju pintu kamar Watanabe ketika melupakan satu hal.

"Selamat tidur, Haruto." ucapku sembari membuka pintu kamarnya. Watanabe mengangguk, wajahnya merekah setiap kali mendengar kalimat tersebut. Kalimat yang hanya akan diucapkan Ibunya ketika di Jepang, kini menjadi tugasku mengucapkannya sejak tiga tahun belakangan.

"Selamat tidur, Hanna."


Aku tidak langsung tidur setelahnya. Masih menimang-nimang akan mengirimkan atau tidak chat kepada Yedam. Aku sendiri merasa aneh, kenal pun tidak, hanya karena buku. Apa aku akan nekat?
Aku selalu membaca seluruh catatan Watanabe, apabila aku melewatkan yang satu ini, akan menyebalkan rasanya.

Watanabe sudah sejak lama menulis kisah orang lain dalam catatannya. Watanabe adalah pendengar yang baik, pengingat yang hebat, kemudian ia tuangkan kisah yang ia dengar dalam tulisan yang tak kalah menarik dari sebuah novel best seller.

Aku juga pernah bertanya, "Watanabe, kenapa gak jadi penulis novel aja?" yang dijawabnya, ini cuma hobi, membuatku menyerah untuk bertanya lebih jauh dan bersyukur bisa menjadi penikmat bukunya.

Buku yang kumaksud berupa buku diary. Watanabe rela menyisihkan uang sakunya untuk selalu membeli beberapa buku setiap bulannya. Kedua orangtua Watanabe akan mengirimkan uang lebih jika aku berbaik hati memotret tumpukan buku yang berhasil Watanabe tulis dan mengirimkannya kepada orangtua Watanabe. Kedua orangtuanya sangat mendukungnya menulis. Mereka bahkan menangis haru saat membaca buku "Watanabe" karya anaknya.

Selagi aku mengenang, aku menunggu balasan dari Yedam. Aku sudah mengirim chat padanya sepuluh menit yang lalu.

Selamat malam, saya temannya Haruto Watanabe yang hobinya nulis. Saya mau minta izin baca buku dia yang isinya tentang kamu, boleh nggak? Saya selalu baca buku dia, sayang kalau saya lewatin satu bukunya. Dia minta saya izin sendiri ke kamu. Maaf kalau kamu keberatan.

line!




Yedam
Menurutmu?

Catatan WatanabeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang