Simpul

84 12 1
                                    

Haruto Watanabe benar, Bang Yedam bukanlah orang yang dapat dengan mudah di tebak. Ketika terbangun pada pagi hari, kutemukan chat balasan darinya,

Yedam
Menurutmu?

Dan bukan itu. Bukan kata itu yang membenarkan ucapan Watanabe. Karena tepat setelah aku membaca pesannya, balasan lain pun muncul.

Yedam
Hanna, aku punya permintaan.

Hanna
Menurutku, tentu saja gak boleh
Permintaan???

Yedam
Boleh.
Turuti ya?

Hanna
Ya, jika aku mampu. Apa itu?

Yedam
Buku Haruto tentangku, tolong kamu simpulkan.


Disinilah aku berakhir. Bersama Haruto Watanabe, di toko buku terdekat rumah kami. Aku mengikuti jejaknya membeli sebuah diary, untuk kutulis sebuah kesimpulan atas permintaan Yedam. Toh, bukan hal yang buruk juga, pikirku. Aku berniat menyimpulkan kisahnya perhalaman karena Watanabe menyarankannya.

"Watanabe, pilih ini atau yang ini?" tanyaku pada Watanabe sembari menggerakkan dua buku di kedua tanganku.

"Wah, kisah Yedam cocok dengan sampul buku ini," ucap Watanabe, jarinya menunjuk buku ditangan kananku. Diary itu bersampul depan biru langit dengan rembulan besar ditengahnya, pohon besar dan rumah yang diselimuti salju, serta seorang anak kecil berdiri didalamnya.

Lagi, Haruto Watanabe benar. Yedam sangat cocok dengan diary barunya—yang berisi kesimpulan.


Yedam, saat dimana aku berhasil membaca halaman pertama, tanpa sadar aku ikut berdoa kepada Tuhan. Mengaminkan doamu yang bahkan sudah berlalu.

Catatan WatanabeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang