32.

3.2K 102 0
                                    

"Han?" Panggil seseorang lelaki sambil menepuk pundak reyhan.

Reyhan yang masih mengamati lia dari jendela dengan selang infus langsung menengok kebelakang.

Ternyata yang memanggilnya adalah Alam!

"Ya."

"Kata citra, ada seseorang yang may donorin darah buat lia. Siapa?" Pertanyaan yang dilontarkan alam membuat ia ingat akan pembicaraanny dengan aresha.

"Ada." Jawab reyhan singkat. Ia tak mungkin mengingkari janjinya dengan aresha.

Alam tak membalas lagi, karena ia tahu. Reyhan masih marah kepadanya, namun alam sadar ia pantas mendapatkan yang setimpal.

Tiba tiba mata alam memicing melihat jam tangan yang terpasang ditangan reyhan.

Seperti tertuliskan nama Aresha!

"Han, ini jam si-..." Belum selesai ucapannya, Reyhan sudah lebih dulu menyembunyikan tangannya.

"Oh engga, gue keluar dulu sebentar." Izin reyhan, Lalu meninggalkan alam sendirian.

"Aneh." Batin alam.

Di kantin rumah sakit, Reyhan merutuki kebodohannya. Kenapa ia harus memakaikan jam tangan pemberian aresha didepan alam.

Bisa curiga dia.

"Abang." Teriakan seseorang membuat reyhan kaget dan terperanjat. Bagaimana tidak aresha memanggilnya dan saat reyhan menengok, aresha sudah memeluknya erat.

"Temenin ke dokter resha yu bang. Resha mau nitip sesuatu buat dia." Ucap aresha membuat reyhan terpaksa menurutinya. Daripada rewel seperti bayi yang belum diberi asi.

Diruang dokter ari, Aresha sudah masuk duluan. Sebenarnya aresha mengajak reyhan untuk masuk namun reyhan sendiri lebih memilih menunggu diluar ruang.

Reyhan melihat jam tangan pemberian aresha lalu tak berlangsung lama ia pun segera mencopotnya.

Kecyduk alam lagi, bingung.

Didalam ruangan, Dokter ari memijat pelipisnya, Apa aresha tak tahu. Jika ia kehilangan banyak darah nyawanya yang menjadi taruhan.

"Ayolah dok, hanya ini yang bisa resha kasih buat lia dan alam. Resha sayang mereka, tugas dokter cuma jangan lupa datang dirumah terakhir resha." Bujuk resha kepada dokter kesayangaannya ini.

Dokter ari hanya menghela napas kasar. "Aresha, apa kamu tahu, Dokter udah anggap kamu sebagai anak sendiri. Kamu jangan ngomong seperti itu. Dokter janji akan mencari cara lain untuk menyembuhkan teman kamu selain kamu harus donorin darah buat dia."

"Udah ga ada waktu dok, Aresha sayang banget sama dokter. Please izinin resha buat donorin darah buat lia. Resha udah minta izin sama mama papa, Tapi dia acuh. Jadi cuma dokter aja yang bisa dengerin apa yang resha mau." Ucap aresha lalu menitikkan airmata. Dokter ari yang tak kuasa melihat pasiennya itu langsung memeluknya erat. Seraya menyalurkan kesedihan yang mendalam diantara dokter dan pasien.

"Dokter akan izinin kamu. Dokter akan selalu doain kamu semoga operasinya lancar, kamu harus kuat. Setelah operasi dokter janji akan menyembuhkan total penyakit kamu." Dokter ari masih memeluk aresha. Mengingat sejak kecil aresha sudah menjadi pasiennya.

"Itu berlebihan dok." Ujar aresha lalu melepaskan pelukannya. "Yaudah resha mau temuin abang resha dulu ya. Assalamualaikum dokternya resha."

"Abang?" Tanya dokter ari heran. Setahunya aresha adalah anak tunggal yang tak mempunyai saudara kandung.

"Angkat hehe."

Dokter ari hanya mengeleng gelengkan kepala. Dihati yang paling dalam, Ia tak ikhlas jika aresha harus mendonorkan darahnya untuk lia temannya. Tapi disatu sisi dokter ari percaya bahwa semua pilihan resha adalah yang terbaik untuk dirinya.

NADLIA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang