Entah sudah berapa hari dilalui dengan Kim Seokjin, anak bos yang merupakan incaranku itu melalang buana di kantor.
Rasanya tidak perlu dihitung berapa lamanya dia berada di sini, karena dia selayaknya oase di padang pasir yang tandus. Kehadirannya merupakan kesegaran tersendiri di kantor ini.
Tampan yang nyaris sempurna. Rasanya manusia kurang cocok untuk menggambarkan dirinya yang begitu didamba.
Hari ini seperti biasa aku berjalan di belakangnya, memandangi pundaknya yang tegap dan lebar. Pundak dambaan setiap wanita yang tak pernah berhenti berdo'a agar dapat bersandar di sana meski sebentar.
Aku sengaja berjalan di belakangnya, agar tanganku tidak bertindak seenaknya seperti hari lalu. Ya, walaupun Seokjin bilang bahwa dia tidak nyaman setiap aku berada di belakangnya.
"Aku seperti sedang dibuntuti seseorang," begitu katanya dan akan selalu berkata seperti itu ketika dia merasa tak nyaman dengan kehadiranku di belakangnya.
Kalau sudah seperti itu, jawabanku pun kembali sama yaitu, "Nikmati saja. Bukankah memang tugasku sudah sepatutnya mengawasimu?"
Jikalau aku sudah berkata seperti itu, maka kejadian selanjutnya sudah dapat dipastikan dia akan menghentikan langkah kakinya lalu mendelik ke arahku tajam. Memperlihatkan wajah tak sukanya yang entah bagaimana aku sangat menikmatinya.
Aku hanya memberikan senyum terbaikku lalu dia akan kembali melangkahkan kakinya mengabaikan aku yang tetap berdiri di belakangnya sambil mendamba pundaknya yang terlalu banyak pemuja.
Tapi ternyata pundak yang punya banyak pemuja itu punya kisahnya sendiri dan beruntungnya hanya aku yang tahu.
Pundak itu sering kali tertunduk lesu seperti hari ini dimana dia mendapatkan telpon dari ibunya. Pundak yang biasanya terlihat agung itu seketika menyusut di mataku.
"Ada apa?" tanyaku yang selalu sama setiap dia menutup telponnya.
Dia hanya melirikku sesaat lalu makin mengeratkan kedua tangannya pada pinggir besi balkon dan memandang perkotaan dengan sorot pandang yang jauh. Dia hanya diam menikmati semilir angin sore, matanya tersirat banyak cerita yang tak terungkap.
Diamnya membuatku turut serta berdiri di sampingnya dan memandang jauh langit yang ada di hadapan kami. Aku berusaha mengendalikan tanganku yang sedari tadi ingin mengusap punggungnya, merangkul pundaknya, dan membawanya ke dalam dekapanku.
Aku menggelengkan kepalaku sedikit, berusaha mengembalikan kesadaranku. Sesaat Seokjin melirik ke arahku, menatapku penuh arti hingga aku pun membalas tatapannya dengan tanya.
"Mungkin itulah mengapa pundakku diciptakan sebegitu lebarnya," Seokjin mulai bercerita sambil sesekali mengangkat kedua pundaknya sesaat. "Karena dia akan memikul beban yang berat."
Aku pun diam, membiarkan dia bercerita lagi.
"Ibu dan ayahku pasti berharap banyak agar anaknya yang terlihat sempurna ini untuk terus sempurna, bukan? Seminggu waktu yang terbilang lama bagi mereka untuk aku memahami seluk beluk perusahaan ini."
Seokjin menghela nafasnya dan mulai memandangi langit lagi, sementara mataku tidak lepas dari wajah dan pundaknya yang memanggilku untuk memeluknya erat.
"Maaf, kalau aku mengecewakanmu. Di depannya saja, aku terlihat seperti bisa merangkul semua karyawan, tapi nyatanya aku----"
Untuk kali ini saja, aku biarkan tanganku bekerja sendiri. Membiarkan kedua tanganku merangkul pundak Seokjin yang terlihat rapuh. Memeluknya erat hingga tidak aku biarkan dia bicara.
Setiap hembusan nafas yang hendak dia keluarkan untuk berkata-kata, aku hentikan dengan pelukan yang lebih erat lagi. Membiarkan kami tenggelam dalam diam dan sejuknya semilir angin.
Hai, Kim Seokjin.
Tahukah kamu, Kim Namjoon yang mengincarmu ini sudah lama menahan diri?.
.
.
.
.
-Bagian kedua yang aku sukai darimu-
.
.
.
-page 2 closed-
.
.
.
.
.
.
"Sesak! Namjoon pake parfum apa sih baunya begini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
INCARAN | NamJin vers. ✔️
Fanfiction[END] Diary 'bucin' Namjoon yang isinya sungguh mengapresiasi setiap hal yang ada pada Seokjin, incarannya. Check the whole series! - YoonMin vers. - TaeKook vers. - Hoseok vers (special version)