3. Neck

5.4K 897 119
                                    

Beruntungnya aku, Seokjin tidak pernah mempermasalahkan pelukanku hari itu.

Masih teringat dalam ingatanku bagaimana aku memeluknya. Tangan kananku merengkuh pundaknya bersamaan dengan tangan kiriku yang melingkar di pinggang rampingnya.

Waktu itu angin sore berhembus cukup kencang hingga menyibak aroma tubuh Seokjin yang berasal dari bagian tubuhnya yang kini menjadi fokusku, yaitu lehernya.

Sejak itu, aku seperti kesurupan vampir yang haus akan darah!!

Mataku tidak bisa berhenti memperhatikan bagaimana indah dan jenjangnya leher Kim Seokjin, anak bosku itu. Apalagi ketika dia menenggak air putih, tak kuasa aku memuja bagaimana jakunnya bergerak naik turun seolah-olah sedang menggodaku untuk mencekiknya.

Mencekik---ya maksudku bukan membunuhnya tapi---ah sudahlah aku bingung bagaimana menjelaskan hasrat yang membuat waktu senggangku berisi imajinasi liar tentangnya.

Ingin sekali kukecup dan kutandai leher itu hingga memerah. Ruam merah yang menjadi tanda kepemilikanku.

 Ruam merah yang menjadi tanda kepemilikanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menggeram membayangkannya. Pekerjaanku hari ini hilang fokus karenanya dan Hoseok, temanku yang satu itu menyadarinya.

"Hey, buddy. Kau tampak buruk belakangan ini. Apa Si Seokjin seburuk itu?" tanya Hoseok menepuk punggungku seraya memberikan data dokumentasi produk kami.

Aku menggelengkan kepalaku sambil sesekali memijat keningku perlahan. Kulirikkan mataku pada Hoseok yang masih memandangiku khawatir seraya melihat bagaimana hasil foto produk oleh production house Min Yoongi, teman Hoseok itu.

"Temanya balon?" tanyaku.

Hoseok berdecak menggelengkan kepalanya. "Kau sedang tidak baik, kawan! Bukankah kau sudah tahu tema produk kita memang pakai properti balon?"

"Ah, aku lupa."

"Nah, sepertinya kau butuh makan. Hayo, makan bersama!"

Hoseok menarik paksa untukku berdiri dari kursiku. Aku berusaha menolak ajakannya karena harusnya aku makan siang bersama Seokjin seperti biasanya.

"Oh, ayolah! Mungkin sesekali kau butuh suasana baru untuk makan bersamaku dan yang lain. Tidak melulu bersama si anak bos. Kan makan bersamanya bukan tugasmu."

Setelah terdiam beberapa lama, aku pun menyetujui ajakan Hoseok. Kupikir mungkin aku perlu menjaga jarak sesaat pada Seokjin sebelum aku benar-benar hilang kendali menerkam lehernya yang menggoda.

Selama berjalan menuju kantin karyawan bersama Hoseok, kami sempat berpapasan dengan Seokjin yang masih sibuk dengan beberapa kolega. Mataku dan Seokjin bertukar tatap sepersekian detik, aku pun hanya memberikan senyum terbaikku sebelum menghilang dari hadapannya.

Ya, lebih baik seperti ini dulu. Aku harus mengendalikan diriku sebelum benar-benar mengutarakan isi hatiku.

Dear, Kim Seokjin.
Apakah pernah sesekali aku terlintas dalam pikiranmu?

.

.

.

.

.

-Bagian ketiga yang aku sukai darimu-

.

.

.

-page 3 closed-

.

.

.

.

.

.

"Jadi, hari ini tidak ada makan siang bersama? Apa aku membosankan baginya?"

INCARAN | NamJin vers. ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang