8. Fingers

4.1K 723 146
                                    

Tik... Tok.... Tik... Tok...

Baru kali itu aku mendengar jelas suara denting jarum jam dinding yang ada di ruang meeting ini. Bukan apa-apa, hening menyelimuti kami ketika aku mengatakan pada Seokjin bahwa 'bisakah aku menciumnya sekarang'.

Keheningan ini bahkan tidak sampai 10 detik!! Tapi cukup membuatku gila. Aku menelan ludahku gugup.

Mengapa juga aku harus mengatakan keinginanku dengan begitu saja? Kira-kira apa yang Seokjin pikirkan sekarang? Apa dia jijik? Atau apa?!

Tapi bukankah ini saat yang tepat? Maksudku ayolah skrip karangan Jung Hoseok tentang '14 tanda kamu adalah kekasihku' itu nyatanya bekerja dengan baik untuk mengungkapkan perasaanku.

"Coba saja."

Aku melotot kaget mendengar jawaban Seokjin itu. Rasanya seperti jantungku ingin keluar dari mulut sangking tidak percaya dengan jawabannya.

Itu artinya lampu hijau!! Seokjin memperbolehkan aku untuk menciumnya!!

Tapi tunggu, aku harus cium dimana? Di bibir kan? Tapi, tapi, tapi apa ini serius?? Apa Seokjin benar-benar mengizinkan aku untuk menciumnya? Maksudku di bibir? Mempertemukan bibir tebal kami ini? Ini bukan mimpi kan?

Aku pun reflek memukul pipiku sedikit keras, takut bahwa aku sedang ketiduran karena deadline yang gila dan semua ini mimpi.

"Joon? Kau tak apa?" Tanya Seokjin yang wajahnya berubah khawatir melihatku yang memukuli pipiku.

"A-ani, kupikir aku sedang bermimpi,"

Seokjin tertawa keras mendengarnya. Sementara aku masih memandanginya dengan wajah yang kuyakin sekali wajahku terlihat sangat bodoh sekarang.

"Aku serius berpikir ini mimpi, tahu," kataku.

Seokjin menyeka sedikit air mata yang berada di pelupuk matanya karena tawanya yang begitu keras. "Kenapa begitu?"

"Ya, maksudku, kupikir... Kau akan marah atau malah mengusirku dari ruangan." Terangku serius.

Seokjin semakin tertawa keras hingga wajahnya memerah, bahkan dia tak segan menepuk-nepuk meja.

"Aku serius, Jinseok. Aku tidak percaya kau mau kucium"

Ucapanku tadi berhasil membuat Seokjin menghentikan tawanya. Dia buru-buru mengambil gelas yang tak jauh darinya dan mulai menegak habis air di dalamnya. Wajahnya memang tidak memerah, tetapi telinganya tidak bisa membohongiku.

"Kan... Kan sudah kubilang coba saja."

Aku menelan ludahku lalu beranjak dari kursiku, memberanikan diri untuk mencium Seokjin. Aku terdiam sesaat ketika aku berdiri di depan Seokjin yang masih duduk nyaman di kursinya.

Kuletakkan kedua tanganku di pundak Seokjin, kurendahkan sedikit tubuhku untuk mensejajarkan wajah kami.

"A-aku tidak akan mundur loh, Jinseok," kataku lagi meremat pundak Seokjin kuat, sementara Seokjin hanya diam mengiyakan.

Ada rasa senang nan menggelitik di dalam hatiku bahwa bukankah ini berarti Seokjin menerima perasaanku? Dia mau menjadi kekasihku.

Aku menelan ludahku kasar. Pelan-pelan aku mendekatkan wajahku pada wajah Seokjin yang masih senantiasa menatapku. Dari jarak yang sedekat ini, aku dapat melihat betapa indahnya mata Seokjin, postur wajah yang sempurna, hidung simetris dan tentu saja bibir tebal yang menggoda.

Pelan... Begitu pelan aku mendekatkan wajahku dengannya. Sesaat aku merasakan hembusan nafas gugup Seokjin yang menerpa wajahku hingga menjatuhkan diri, bertekuk lutut dan menumpukan tanganku di atas paha Seokjin.

Sungguh aku tidak sanggup menciumnya!! Memang pikiranku saja yang liar! Bahkan dalam dunia khayalku, aku sudah menandai tubuhnya tapi kenyataannya untuk menciumnya saja aku tak mampu.

Hey, kau tak tahu rasanya jadi aku!! Aku akan mencium anak pemilik perusahaan yang bahkan tak lain dan tak bukan sudah menjadi bosku sendiri. Aku akan mencium orang yang paling tampan di dunia!! Rasanya gugup setengah mati, tahu!!

Wajahku panas. Aku masih menunduk memandang paha Seokjin yang menjadi tumpuan tanganku. Aku benar-benar tampak sedang berlutut di hadapannya.

Suara tawa Seokjin terdengar lagi, kali ini lebih keras dan menggelitik. "Tak kusangka Kim Namjoon yang disebut iblis itu bisa lemah seperti ini juga hahahaha."

Aku mendongakkan kepalaku menatap tatapannya yang meledek. "Jangan lupa, yang aku hadapi saat ini adalah Kim Seokjin yang juga dijuluki iblis."

Seokjin makin tertawa, sementara aku menghembuskan nafasku membiarkan rasa gugupku menguap di udara sambil lalu menyamankan posisiku yang masih berlutut di hadapan Seokjin dengan kedua tanganku yang masih menumpu nyaman di atas pahanya.

Aku menarik salah satu tangan Seokjin, menyentuhnya lembut. Memainkan tiap jemarinya yang panjang dan aneh. Atau mungkin lebih tepatnya unik. Kugenggam kuat tangan Seokjin sambil menatapnya serius.

"Tertawa sepuasmu, Jinseok. Aku masih punya banyak waktu untuk menciummu karena mulai hari ini kau adalah kekasihku." Kataku yang kemudian mencium lembut punggung tangan Seokjin selayaknya pangeran yang mencium tangan sang puteri.

Aku menatap wajah Seokjin yang hanya tersenyum teduh. Kecupanku pun berpindah dari punggung tangannya ke jari manis Seokjin. Dia pun hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkahku.

Misi berhasil!
Kim Seokjin, incaranku telah jadi milikku.

.

.

.

.

.

-Bagian kau jadi milikku-

.

.

.

-The Last Page-

INCARAN | NamJin vers. ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang