Monokrom - @ThisisIce

67 11 0
                                    

Judul lagu: Monokrom - Tulus



*


31 Juli

           

Juli, awal tahun ajaran baru, awal hidup baru.

Pertama kali memasuki kelas baru aku tak tertarik, kukira mereka semua munafik, atau menyebalkan, bukan tipe orang-orang yang cocok untuk berteman denganku. Seperti orang-orang yang ada dalam kelas pada saat masa orientasi menyebalkan itu, tipe bocah-bocah dengan orang tua berada, menghamburkan uang sana-sini, lingkungan mereka membuatku muak.

Tapi ternyata aku salah! Kelas baruku tak semenyeramkan itu, dan kabarnya akan bertahan selama tiga tahun yay! Awalnya aku memasuki kelas dengan wajah datar saat membuka pintu. Anak laki-laki tampaknya sangat mudah berbaur, obrolan mereka menguar di uadara.

Seperti biasa, aku duduk di bangku paling pojok belakang, tersenyum seadanya saat beberapa anak perempuan menyapaku yang awalnya hanya kuanggap formalitas belaka. Teman sebangkuku sebenarnya agak aneh, atau mungkin hanya menurutku. Dia berkacamata dengan raut wajah datar, tingginya hanya mencapai separuh telingaku. Tapi sepertinya dia teman pertamaku setelah bertahun-tahun lamanya.

Dan ya, seperti biasa, mama sepertinya tak benar-benar puas walaupun aku sudah berhasil berada di sekolah terbaik di sini. Mama dan papa seolah-olah menganggap hal itu sudah pasti, mungkin mereka juga ingin aku menjadi juara.

***

31 Agustus

Sialan! Aku tak tau mengapa guru-guru di sini memiliki hobi yang sama, menyiksa muridnya dengan seambrek tugas. Menyebalkan.

Tapi di luar itu, di sekolah tak ada masalah. Aku sudah akrab dengan semua anak perempuan di kelas! Bahagia? Tentu saja! Aku bahkan lupa kapan terakhir kali aku tertawa lepas seperti beberapa minggu terakhir.

Kemarin kakak membawa pacarnya ke rumah. Dia gadis manis, sedikit pemalu kurasa. Tak apa, setidaknya aku tau ada seseorang lain yang akan mendukung keputusannya menentukan pilihan sendiri.

Tidak, aku sama sekali tidak cemburu dengan kedekatan mereka! Aku bahagia! Ah, sepertinya aku lupa mencuci piring kotor di dapur, mama sudah berteriak memanggilku.

***

30 September

Lembaran foto hitam putih

Aku coba ingat lagi warna bajumu kala itu

Kali pertama di hidupku

Manusia lain memelukku

Aku ingat, putih abu-abu, hari Selasa minggu kedua bulan ini. Mereka memelukku saat aku tak sengaja menangis di pagi hari sesaat setelah aku masuk kelas dan duduk di bangkuku.

Masalahnya sama, aku bertengkar lagi dengan mama hanya karena nilai ulangan matematikaku tak berhasil memuaskannya. Bahkan papa yang baru saja pulang dari luar negeri pagi itu ikut-ikutan berkata dengan nada tajam.

Aku yang sedang kedatangan tamu bulanan jelas tersulut, ikut berteriak dan langsung pergi dari rumah. Tapi aku lega, setidaknya mereka mungkin mengerti bahwa aku tak benar-benar berminat dengan angka-angka walaupun nilaiku tak pernah benar-benar buruk dalam mapel eksak.

***

31 Oktober

Luar biasa! Aku nyaris tak percaya ada yang mengingat hari ulang tahunku! Aku yang memang selalu datang nyaris saat bel berbunyi dibuat terkejut saat membuka pintu dan mendapat ucapan —atau teriakan— happy birthday  dari semua teman di kelas, menyusul kue besar dengan lilin menyala di atasnya.

Aku rasanya ingin tertawa saat mereka ikut-ikutan bingung melihatku yang menanyakan tanggal berapa hari itu setelah hanya terdiam di depan pintu. Mereka kira mereka salah tanggal hahaha. Lalu beberapa jitakan kudapatkan karena mereka berpikir aku pura-pura lupa, padahal kan aku benar-benar lupa.

Lalu aku berakhir menraktir mereka semua di kantin saat jam istirahat, mengisi tiga meja panjang dan menjadi pusat perhatian karena riuhnya obrolan kami.

Aku sedang bahagia, jadi sejenak aku akan melupakan segala teriakan mama dan nada merendahkan papa yang selalu membandingkanku dengan kakak. Ah, aku juga akan pura-pura tak menyadari bahwa kakak semakin menjauh dariku.

***

30 November

Tentang monokrom hitam putih

Aku coba ingat warna demi warna di hidupku

Tak akan kumengenal cinta

Jika bukan karena hati baikmu

Sebelumnya, hidupku hanya seperti lembaran hitam dan putih, datar, membosankan. Namun kalian datang, melukiskan cat warna-warni pada lembar hidupku, menuliskan kisah yang sebelumnya sama sekali tak pernah terbayang.

Aku ingat bagaimana kita belajar bersama menaklukan berbagai materi pelajaran demi nilai saat ujian akhir semester. Dengan kening berkerut dan kepala berasap, lalu terlupa begitu saja saat ujian yang nyaris memakan waktu dua pekan berakhir.

Aku juga ingat bagaimana kita tertawa bersama saat kelas kita mendapat berbagai kemenangan dalam class meeting. Saat suaraku habis dipakai berteriak dan bersorak, sejujurnya aku tak ingat aku bisa mengeluarkan suara sekeras itu haha.

Rasa-rasanya aku tak sangup lagi menuliskan betapa aku bahagia dan beruntung memiliki kalian. Yang jelas aku bahagia. Sangat.

Tapi sepertinya aku juga tak mampu lagi menuliskan betapa mencekiknya suasana rumah. Rasanya, aku ingin cepat-cepat dewasa dan angkat kaki dari sini. Sungguh. Aku tak sanggup.

***

31 Desember

Di mana pun kalian berada, kukirimkan terima kasih

Untuk warna dalam hidupku dan banyak kenangan Indah

Kau melukis aku

Kita tak pernah tahu

Berapa lama kita diberi waktu

Jika aku pergi lebih dulu jangan lupakan aku

Terima kasih atas segalanya. Untuk mama, papa, kakak, dan semua teman-temanku.

Mungkin ini lembar bertinta terakhir yang mengisi buku ini. Sepertinya tak akan ada lagi cerita di akhir bulan. Aku menyerah di akhir tahun.

Menyerah pada teriakan mama dan raut tak suka papa, apa lagi saat menerima raport awal bulan ini. Peringkatku tak sesuai ekspektasi mereka, dan mungkin tak akan pernah sesuai. Menyerah pada kakak yang semakin sibuk dan mungkin tak ingat lagi dengan keberadaanku. Berbahagialah kak, kumohon.

Nyatanya liburan malah membuatku tersiksa. Aku tak mampu lagi menahan dorongan melukai pergelangan tangan yang hampir enam bulan menghilang.

Sekali lagi, terima kasih.

Melodi Akhir 2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang