[1] Desember

30.8K 656 2
                                    

Ditemani secangkir coklat panas, suara kicauan burung dan seorang lelaki yang--mungkin--masih aku sayangi, aku memandang langit sore yang secara perlahan mulai berubah menggelap dan tergantikan malam.

Di sini, di balkon kamarku, aku dan dia duduk bersisian di sebuah sofa kecil dalam keheningan.

Keheningan yang dahulu terasa sangat menenangkan kini berubah menjadi begitu menyesakkan.

Kami berdua terlalu larut dalam pikiran masing-masing. Pada apa yang telah terjadi dalam hubungan kami. Apa yang salah sebenarnya aku pun tidak tahu. Semuanya terasa begitu cepat sampai kami tiba pada titik ini.

Titik dimana segala harapan kami--atau mungkin hanya aku, hancur begitu saja.

"Maaf," katanya.

Setelah 1 jam yang lalu kami duduk di sini penuh keheningan, hanya satu kata itu yang berhasil keluar dari bibirnya.

Aku menoleh kearahnya, "Maaf untuk apa?"

"Segalanya."

Aku diam.

"Aku sayang sama kamu, sayang banget. Tapi.."

"Tapi apa?"

Dia menunduk, "Aku tahu aku salah, aku minta maaf."

"Sudah aku maafkan."

Pandangannya kini beralih padaku, iris matanya yang berwarna cokelat terang memancarkan harapan yang aku tahu apa artinya, permintaan akan kesempatan kedua--lagi.

Aku menarik nafas panjang lalu tersenyum ke arahnya.

"Aku maafin kamu, dari dulu aku selalu maafin kamu. Tapi, nggak semuanya bisa diselesaikan dengan kata maaf. Ini udah terjadi berkali-kali dan aku selalu kasih kamu kesempatan untuk berubah. Aku usaha untuk terus percaya sama kamu. Kamu baik, kamu perhatian, kamu.. sempurna. Kamu sempurna di mata aku..."

Dia memelukku.

"...bahkan aku selalu merasa nggak pantes jadi pacar kamu. Kamu populer, punya banyak temen, gampang bergaul. Sedangkan aku?"

"Cukup," pelukannya semakin erat di tubuhku.

"Aku nggak suka berbagi. Aku egois, aku cuma mau kamu buat aku. Aku nggak suka jadi yang kedua. Aku nggak akan mau mengalah sama orang lain kalo itu tentang kamu. Tapi, belakangan ini aku rela lakuin itu semua buat kamu. Sakit, sakit banget, kamu tau kan?"

Bahunya bergetar. Wajahnya berada di ceruk leherku yang basah. Sepertinya dia menangis.

Kenapa? Kenapa justru dia yang menangis? Bukannya di sini aku yang disakiti? Apa dia menyesal? Apa kali ini akan berakhir berbeda?

Tanganku terangkat dan mengelus punggungnya lembut. Setelah beberapa menit kami lalui kembali dalam keheningan, akhirnya dia melepaskan pelukannya dariku. Hidung dan matanya merah, terdapat jejak air mata dikedua pipinya, pandangannya memandang sendu ke arahku.

Apa ini artinya dia menyesal?

"Kita selesai sampai di sini saja, ya? Aku lelah." Ucapku lirih.

Matanya terbelalak kaget menatapku. Kenapa? Apa karena ini pertama kalinya setelah beberapa tahun terakhir akhirnya aku meminta hubungan ini berakhir?

Bukankah lebih baik jika aku mengakhiri saja segala hal yang ada di antara kami? Sakit, memang. Pasti akan sangat menyakitkan kehilangannya. Tapi lebih menyakitkan lagi bertahan dengan orang sepertinya. Dalam hubungan ini, hanya aku yang berusaha, hanya aku yang berjuang, hanya aku yang mau bertahan. Sekarang, boleh kan aku menyerah?

Dia menggenggam tanganku, hangat. Sesuatu seperti ingin mendesak keluar dari diriku. Aku tahu sebentar lagi pertahananku akan runtuh.

"Tolong kasih aku waktu untuk menyelesaikan semua kekacauan ini."

"Lalu?"

"Kita jalani lagi semuanya dari awal."

"Semudah itu?"

Dia diam.

Air mataku jatuh.

Pertahananku akhirnya runtuh.

Aku menggelengkan kepalaku, air mataku jatuh semakin deras beserta isakan halus yang lolos dari bibirku. "Nggak, aku nggak bisa begini terus. Aku sayang sama kamu, memang. Tapi aku lebih sayang sama diri aku sendiri. Sudah cukup aku menyakiti diri aku sendiri demi kamu."

Rasanya aku ingin berteriak ke arahnya, ingin mencakar wajahnya, menamparnya, memukulnya, apapun untuk menyalurkan rasa sesak ini, apapun untuk menyakitinya seperti dia menyakitiku.

Tapi apa? Yang bisa aku lakukan saat ini hanya menangis tersedu-sedu seperti orang bodoh.

Aku ingin mengusirnya dan menyuruhnya agar tidak kembali lagi. Tapi yang aku lakukan saat ini justru membalas pelukannya tidak kalah eratnya.

Jadi begini rasanya jatuh cinta?

...to be continue


Follow • Vote • Comment

Thank You💕

BETWEEN US [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang