[2] Maret

18.1K 478 1
                                    

Aku terbangun dan mendapati sisi ranjang di sebelahku dalam keadaan kosong. Aku menoleh pada jam yang terletak di atas nakas di samping ranjangku, pukul dua pagi. Aku bangun dan bersandar ke kepala ranjang. Tepat di hadapanku terdapat balkon dengan pintu kaca yang menyuguhkan pemandangan kota Jakarta pada malam hari. Pintu balkon tersebut terlihat sedikit terbuka membuat angin malam masuk dan membelai bahu telanjangku, membuatku bergidik kedinginan.

Aku memutuskan untuk turun dari ranjang dan mengambil asal pakaian yang tergeletak di lantai untuk menutupi tubuh polosku lalu berjalan menuju balkon dan mendapati dia tengah duduk termenung di lantai membelakangiku dengan sebotol bir yang isinya sudah tinggal setengah tergeletak di samping kiri tubuhnya, dan jari tangan kanannya mengapit seputung rokok yang tengah menyala.

"Enak ya merokok begitu?" Tanyaku sembari ikut mendudukkan diri di lantai di sampingnya. Kemeja putih kebesaran miliknya yang membalut tubuhku tidak dapat menghalau dinginnya udara pada malam hari ini.

Dia meniup asap rokok dari bibirnya sebelum menyahuti, "Masih enakan kamu, sih."

Aku tertawa, "Can I try it?"

Dia menoleh. Sebelah alisnya terangkat "What? This?" Ia menunjuk putung rokok yang terselip di antara jari telunjuk dan jari tengahnya.

Aku mengangguk.

"No, honey. It's bad for your health."

"Terus kenapa kamu merokok?"

Dia hanya mengedikkan bahu sebagai jawaban.

Aku menarik putung rokok yang sudah tinggal setengah itu dan mematahkannya, "You should stop, it's bad for your health too."

"Honey!" Protesnya.

Aku mengecup bibirnya yang kini beraroma tembakau, lalu menariknya menuju ranjang kami yang sudah sangat berantakan karena kegiatan kami sebelumnya.

"Aku ngantuk, mau tidur sambil dipeluk kamu."

Dia tersenyum. Aku gemas sekali melihat rambut halus yang mulai tumbuh di sekitaran dagunya, pandanganku beralih ke bibirnya yang tetap berwarna merah alami walaupun dia seorang perokok aktif. Bibirnya adalah satu dari sekian banyak hal di tubuhnya yang telah menjadi canduku sejak sekian lama.

Menyadari arah tatapanku, dia menyeringai jahil, "Kenapa? Mau lanjut ronde tiga?"

Aku melotot ke arahnya dan buru-buru menggeleng.

"Hahaha. Yaudah yuk tidur, lagian kamu kenapa bangun?"

"Mimpi buruk."

Mengerti maksud dari jawabanku, dia hanya terdiam dan mengatur posisi kami agar aku dapat tertidur dengan nyaman dalam pelukannya.

Aku membenamkan wajahku di dadanya, mendengarkan detak jantungnya yang berdetak teratur seiring dengan tarikan nafasnya. Tangannya membelai punggungku lembut.

"Maaf."

"Hm?"

"Maaf sudah jadi penyebab dari semua mimpi-mimpi burukmu itu," katanya.

"Nevermind."

Dia memelukku erat, "Aku tau mungkin lebih baik buat kamu kalau kita mengakhiri semua ini, tapi aku nggak bisa tanpa kamu."

"I know."

"Maaf aku egois."

"Uh-hm."

"I need you."

"Hon," panggilku.

"Ya?"

"Kenapa setelah sekian lama, rasa sakitnya nggak pernah berkurang sedikitpun ya?"

Dia tidak menjawab.

"Aku tahu ini juga pilihan aku untuk tetap bertahan sama kamu dan aku tau konsekuensinya akan seperti ini. Tapi.. kenapa? Maksudku, apa yang kurang dari aku sampai akhirnya kamu diam-diam punya kekasih lain?"

"Dia.. dia memiliki sesuatu yang kamu nggak punya, dan begitupun kamu. Maaf, aku nggak bisa bersikap adil dengan tetap memaksa kalian untuk tetap berada di sisiku."

"Tapi bukannya itu artinya kamu sudah bersikap egois dan hanya memikirkan dirimu sendiri? Mungkin bagi dia yang nggak tahu apa-apa, kamu adalah pasangan yang sempurna. Tapi aku? Sampai kapan aku harus menanggung ini?"

Aku menangis. Lagi-lagi aku menangis karenanya. Sebenarnya apa tujuanku sih? Aku tahu kalau bertahan dengannya artinya aku harus rela berbagi, aku tidak akan lagi menjadi prioritasnya, perhatiannya mungkin akan terbagi, waktu untuk kami bersama pasti akan sangat berkurang. Lantas, kenapa aku tetap memilih untuk bertahan selama ini? Atas dasar apa? Cinta? Kasih sayang? Lalu dia melakukan ini juga atas dasar cinta dan kasih sayang? Come on! Mana ada orang yang dengan sadar sengaja menyakiti seseorang yang disayanginya, sih?

Aku melepaskan pelukannya dan beranjak bangun dari ranjang, "Mau ke mana?" Tanyanya.

"Tidur di sofa, aku butuh jauh dari kamu untuk nenangin diri aku."

Mendengar jawabanku dia segera beranjak bangun dan menarik tanganku, "Jangan! Biar aku yang tidur di sofa dan kamu di sini, okay?" Dia mengecup dahiku sebelum mengambil satu bantal dan selimut kecil lalu beranjak meninggalkan kamar.

Aku berbalik dan menatap keadaan ranjang kami dan secara otomatis otakku memutar ingatan akan kegiatan beberapa jam yang lalu antara aku dan dia di ranjang tersebut. Aku menghela nafas panjang, aku lelah, sungguh.

Sebenarnya sudah seberapa kacau hidupku kini?

...to be continue


Follow • Vote • Comment

Thank You💕

BETWEEN US [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang