[3] Juni

12.7K 417 2
                                    

Gue nggak tahu mana yang lebih menyebalkan, menjadi pelampiasan kemarahannya selama berhari-hari atau justru sama sekali nggak mendapatkan kabar darinya selama dua minggu ini?

Berkali-kali gue telfon, di reject. Gue kirim pesan lewat SMS, chat, direct message, bahkan email dan nggak ada satupun yang dia respon.

Ingatan gue kembali pada pertengkaran terakhir kami, tepatnya satu hari sebelum dia menghilang. Seperti biasa, sepulang kerja gue akan pulang ke apartemennya dan lebih memilih bermalam di sana. Dan seperti hari-hari lainnya juga, gue datang ke sana disambut pelukan dan ciumannya, lalu gue mandi sedangkan dia menyiapkan makan malam untuk gue.

Tapi yang membedakan malam itu dengan malam-malam lainnya adalah ketika gue terbangun tepat pukul tiga pagi karena ponsel gue yang berdering nyaring. Gue menoleh ke sisi ranjang di samping gue dan mendapati dia masih terlelap dalam tidurnya. Akhirnya setelah deringan ke sekian--gue malas menghitung--gue memutuskan untuk menolak panggilan tersebut dan mematikan ponsel.

Please don't judge me like that. Gue memang punya pacar dan bukan, bukan perempuan yang sekarang sedang tertidur di samping gue ini.

Hubungan kami--gue dan perempuan disebelah gue ini--sudah berakhir sejak beberapa bulan yang lalu. Alasannya? Tentu saja karena gue yang ketahuan selingkuh. Gue juga nggak tahu kenapa gue bisa jadi setolol dan sebrengsek itu. Gue menyesal, sangat. Butuh usaha ekstra sampai akhirnya dia mau menerima gue lagi. Bukan sebagai pacar memang dan gue juga nggak peduli dengan status semacam itu. Yang terpenting buat gue adalah sampai saat ini dan gue harap sampai seterusnya, dia masih mau terus ada di samping gue dan menemani gue.

Keesokan paginya gue terbangun dengan keadaan apartemen yang kosong melompong. Gue bengong. Gue tengok ke balkon, kamar mandi, dapur, bahkan sampai lobby dan dia nggak ada. Iseng gue tengok lemari dan semua pakaiannya hilang, dan detik itu juga gue akhirnya tersadar kalau barang-barang dia di apartemen ini seperti koper, tas, make up, skin care dan lainnya juga nggak ada. Gue panik setengah mati. Ini apartemen dia yang gue tiduri tapi kenapa pemilik beserta barang-barangnya justru nggak ada?

Gue telfon ponselnya, nggak aktif. Gue telfon kantornya, serkertarisnya bilang dia sedang dalam masa cuti sampai waktu yang belum bisa ditentukan.

Gue makin panik.

Tanpa ganti baju, cuci muka atau hanya sekedar sikat gigi gue langsung bangun mencari dompet dan kunci mobil gue dan bergegas turun menuju basement di mana mobil gue terparkir. Gue bahkan lupa untuk mengunci pintu apartemen tapi gue nggak peduli, ada hal lain yang lebih penting saat ini.

Selama satu setengah jam gue berkendara tanpa arah dan tujuan, gue nggak tahu harus mencari kemana. Gue bahkan sudah menghubungi keluarganya dan mereka juga sama nggak tahunya dengan gue. Great.

Akhirnya gue memilih untuk menepikan mobil dan berusaha tenang. Gue coba hubungi lagi ponselnya, masih nggak aktif.

Cemas, panik, takut semua jadi satu. Gue tahu hari ini akan tiba, hari dimana akhirnya dia benar-benar lelah menghadapi semua tingkah gue dan memutuskan untuk pergi. Tapi gue nggak menyangka kalau akan secepat ini.

Shit! gue melempar ponsel gue ke sembarang arah, ponselnya masih nggak aktif. Gue harus kemana? Semua orang terdekatnya sudah gue hubungi dan satupun dari mereka nggak ada yang tahu dia kemana.

Dan sampai hari ini, detik ini, tiga bulan setelah pagi sialan itu, dia masih menghilang.

Ponselnya sudah aktif, gue tahu itu. Tapi tetap dia nggak respon panggilan dari gue sama sekali.

Sempat terlintas di benak gue untuk merelakan dia. Mungkin memang sudah saatnya dia mendapatkan hidup yang lebih baik di luar sana dibandingkan harus menjalani hidup yang super duper kacau bareng gue.

Dia berhak mendapatkan hidup yang lebih baik bersama orang yang bisa lebih menghargai dia, I know.

Tapi gue juga merasa nggak bisa melepas dia begitu saja. Egois banget memang. Tapi nggak ada lagi perempuan yang bisa sesabar dan semengerti dia dalam menghadapi gue. Gue tahu kadang ketika sifat kekanakannya muncul memang akan sangat menjengkelkan, tapi gue juga tahu itu salah satu cara dia menunjukkan kalau dia menjadi dirinya sendiri saat bersama gue. Dia nggak berusaha menjadi sempurna seperti orang lain. Dia menerima gue apa adanya. Dan gue.. gue selalu menyakiti dia.

Shit.

...to be continue


Follow • Vote • Comment

Thank You💕

BETWEEN US [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang