4 - Ngambek

22 3 1
                                    

"ASSALAMU'ALAIKUM MA..."

setelah mencium tangan Mamanya, Dian berteriak mengucap salam setelah menutup pintu rumah, segera beranjak menuju ke sekolah.

Jarak rumah ke sekolah lumayan jauh sekitar 1 KM lebih pun ada. Setiap harinya Dian pergi ke sekolah menggunakan angkutan umum, katanya sih yang murah meriah.

Sebenarnya Dian bisa saja minta Kakaknya untuk mengantar pulang jemput, tetapi Dian tidak ingin merepotkan karena Kakak laki-lakinya itu yang tengah kuliah semester akhir, sedang banyak-banyaknya tugas dan mengurus skripsi.

Tak heran jika Kakaknya itu sering tidak pulang ke rumah, tapi Dian tahu kalau Kakaknya itu menginap di rumah teman se kampusnya.

Sedangkan sang Ayah yang setiap harinya harus berangkat sebelum subuh dan pulang setelah Dian terlelap. Jadi tak mungkin bila Dian di antarkan oleh sang Ayah. Jujur saja keluarga Dian sangat sulit untuk memiliki Quality Time bareng-bareng sekeluarga. Sungguh sangat sulit.

Beda halnya dengan Deva, Deva setiap harinya di antar oleh Ayahnya, setiap weekend keluarga mereka menghabiskan waktu bersama. Sungguh sangat berbeda dengan keluarga Dian tentunya.

Kini Dian tengah berdiri di tepi jalan raya untuk mendapatkan angkot, ia melambaikan tangan ke depan untuk menyetop angkot yang menuju ke arah sekolahnya.

15 menit berlalu Dian sampai, tetapi ia harus berajalan lagi sebentar untuk benar-benar sampai di sekolah.

Tengah asik-asiknya ia memandangi jalan, ada motor yang melewatinya, Dian memfokuskan pandangannya  ke motor tersebut. Siapa murid laki-laki yang di bonceng tersebut.

Tak butuh waktu cukup lama untuk mengenali laki-laki tersebut ternyata, laki-laki tersebut adalah laki-laki yang sudah merebut hati Deva.

Ingin rasanya Dian tertawa sekenacang-kencangnya, jika saja ia harus tahu tempat di mana ia sedang berada, banyak motor yang lewat. Tak mungkin ia tertawa di sini.

Sebentar lagi Dian akan sampai di sekolah, tetapi sebelum memasuki gerbang ada yang meneriakkan namanya.

"DIAN!!!" Lantas ia pun berhenti sejenak dan membalikkan badan.

Dian tersenyum, ternyata itu adalah Deva. Deva berlari kecil untuk mensejajarkan langkahnya pada Dian.

Deva menyenggol bahu Dian, "Assalamu'alaikum bucin :)." Sapa Deva sambil menaik turunkan kedua alisnya.

"Wa'alaikumsalam Cinta, Rangganya mana?" Mereka berdua saling bertatapan dengan dahi yang mengerut.

Aw

Receh

"HAHAHAHAHAHA." Tawa mereka berbarengan.

"Aneh lo." Sambar Dian. Yang dicueki oleh Deva.

"Apa kabar nih dengan hati?" Ucap Dian setelah sampai pada tempat duduknya.

Deva menyadarinya, ia langsung senyum-senyum macam orang gila. "Wahahaha, udah ah ngapain bahas-bahas kayak gitu."

"Oh oke awas lo." Jawab Dian.

"Ah baper lo ga asik, jadi gini ya Dianku sayang. Entah kapan gue bilang gue suka sama dia. Yang pasti gue udah jatuh ke dalam jurang hatinya yang paling dalam, gue tersesat dan tak tau arah jalan pulang aku tampamu butiran deb----"

Teplakk

Yaps. Dian memukul kepala Deva. "Ishh apaan si lo! Sakit tau ga." Protes Deva sambil mengaduh kesakitan.

HistoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang